“Hujan
itu tetesan yang ku anggap butiran pesan yang akan menghempas saat ia jatuh…
dan membasahi apapun yang ia sentuh.”
-
Aku sebagai tetesan hujan. Aku sama
seperti tetesan-tetesan lainnya berlomba-lomba membasahi permukaan tanah.
Begitu cepat dan rintik kami bergemericik bersama mereka. Itu terdengar jelas
saat tengah malam saat orang-orang terlelap dalam tidurnya dan kami diam-diam
melantunkan melodinya. Tak ada yang tahu bahwa kami bernyanyi begitu merdunya
dan itu sangat hening dan sunyi hanya terdengar tik…tik…tik… dan tik tik
tik…tik…tik tik…tik… tik tik…tik yang berirama seperti nada lagu yang indah.
Dan aku tahu ada orang yang suka mendengarkan tetesan hujan di tengah malam.
“Kurasa
aku harus pulang, ini sudah sangat malam aku lembur. Kasihan isteri ku pasti
menungguku di rumah” kataku sembari merapihkan meja dan memasukan
dokumen-dokumen penting ke dalam tas ku.
“Ia
sebaiknya kau cepat pulang saja, sepertinya akan hujan” Rena menanggapi
perkataanku
“yang
benar saja, hujan malam malam gini. Langit pun tak tahu mendung atau tidak” aku
mengibaskan gordeng dan menatap ke luar jendela.
“kau
pikir ini siang hari, dengan kita bisa mengira kapan akan turun hujan. Tapi aku
bisa merasakannya” Rena menatap ke arahku.
“baiklah,
aku harus cepat pulang kalau-kalau hujan itu benar-benar turun. Oya, kau pulang
kapan Ren?” aku hendak membuka pintu kantor dan menengok kebelakang Rena.
“sebentar
lagi. Suami ku akan menjemputku dengan mobil” Rena menatap ke layar computer
dengan tangan masih mengetik di atas keyboard.
“oke,
aku pulang duluan yah Ren.” Ku tutup pintu kantor dan terdengar suara Rena
menjawab “ya”.
Kenapa
ku harus cepat pulang karena memang benar tetesan itu satu per satu menetes
dari langit membasahi kemejaku yang sudah kusut. Dan aku harus berjalan kaki
karena jarak rumahku memang tak jauh dari kantor. Tampak jalanan sudah mulai
hening hanya sepintas dan sedikit
kendaraan melaju dengan sangat cepat serta jalanan yang semakin sepi. Ku tahu
udara dingin sesekali menembus bajuku yang tipis tanpa jaket. Ku berjalan di atas
trotoar yang sedikit gelap karena lampu jalan yang meredup dan sebentar lagi
mungin akan mati. Tiba-tiba tetesan-tetesan itu semakin banyak saja dan ku
semakin berlari menghindarinya.
Perjalanan
pulangku terhenti saat hujan itu menguyurku dengan sangat kejam dan dengan
terpaksa aku harus mencari tempat yang aman untuk singgah sementara menunggu
hujan itu mereda. Ku lihat kedai kopi sederhana dipinggir jalan yang agak
jarang terlihat. Ku menghampirinya dengan niat memesan kopi hangat sembari
meneduh. Ku tak tahu kedai ini masih buka tengah malam, apa memang tengah malam
seperti ini bukanya, terserahlah itu tak penting yang penting aku harus pulang
cepat seusai hujan yang cukup deras ini.
Malam
semakin malam terlintas dalam benakku saat menunggu tetesan itu semakin lama
semakin deras saja. Mereka tak tahu disini membuatku risih akan harus menunggu
seperti orang-orang yang akan menyebrang tapi dengan kendaran yang tak kunjung
henti. Aku tak tahu hingga kapan aku ini bisa menanti. Perlu kau tahu hujan ini
tak seperti hujan-hujan yang biasa ku lihat. Mereka merekam setiap gerak gerik
ku selama aku menunggu dan mereka tahu aku menontonnya. Tapi kau hanya tertawa
bersama pria-pria itu dan tak kenal rasa dingin yang amat membuat tubuh ini
bergetar. Tak ada kehangatan lain selain kopi cappuccino yang nikmatnya selalu
terasa saat menyentuh bibirku dan bersama aroma yang selalu mengingatkanku
dengan kopi yang selalu menemaniku saat base camp.
Aku
tahu tak banyak yang harus aku lakukan tapi hanya apa, apa aku harus pergi?,
tapi tak mungkin. Apa ku rela membiarkan kertas dan dokumen penting ini habis
oleh hujan itu? Atau ku pilih yang lain? Kurasa tak ada pilihan lain yang
berakhir sempurna. Saat ini ku hanya menatapmu sekali saja.
Ku
tak bisa pergi. Ku tahu hujan melarangku. Tapi juga ku tak kuasa melihat mu
dengan pria-pria yang sama sekali tak ku kenal. Tapi kau rela tubuh dan
lenganmu disentuhnya hingga tiada perantara setebal kain kapas yang tebalnya
tak seperti bulu domba yang halus. Tak baik jika ku harus melihat pemandangan
yang seperti ini. Apa ku harus menyebutmu wanita malam yang diselimuti aura
hujan malam?. Tapi sudahlah tak perlu aku mencampuri urusan orang. Tapi memang
seperti itulah dirimu.
Terkadang
apa yang aku pikirkan berbeda dengan apa yang aku lihat dan rasakan malam ini.
Sama seperti hujan yang terkadang terlihat menawan dengan tetesan-tetesan deras
yang merayuku untuk menikmati hangatnya malam ini. Seperti pria-pria di depan
pandanganku kepada wanita itu. Yang sebenarnya itu hanya bibit kesengsaraan
bagi kaum yang tidak pantas menerimanya.mereka tahu, mereka hanya dapat tertawa
saat penunggu rumah mereka merintih menunggunya. Aku tak seperti mereka yang
selalu menghangatkan pesona malam yang ku anggap ini malam yang luarbiasa
dinginnya mencekram lebih seperti tajamnya udara di kutub es. Tapi itu
kenyataan yang terlintas di benak dan pandanganku dan hujan inilah yang menjadi
saksinya. Hujan itu seraya tersenyum.
Apa
yang aku pikirkan ternyata terjadi saat wanita itu benar-benar menghampiriku
dan duduk disebelah kursi tempatku sedang menunggu.
“
mas, sendirian aja? Gak ada yang nemenin? Mau aku temeni?” ku tahu wanita ini
mencoba merayuku.
Ku tahu tak banyak yang
harus ku lakukan dan ku katakan jika keadaanku seperti ini. Hanya aku mesti
menstabilkan detak jantungku saat wanita ini memegang pundakku.
“tidak
mbak, saya hanya memesan kopi hangat saja!” itu juga untuk menunggu hujan ini
reda.” Ku tahu itu jawaban bodoh yang dilontarkan pria saat ditanya wanita
seksi di depan mata.
“aku
juga bisa menghangatkan mas kalau mau? Dan lupa tentang hujan itu” wanita itu
menunjuk kearah hujan. Wanita ini semakin menggoda. Ku tahu jantung ini semakin
terasa tak karuan saat nafasnya itu mendesus seperti ular derik yang sedang
kehausan mencari kehangatan. Ku tak sengaja menghirup minyak wanginya yang
beraroma, itu seperti Blueberry Pearce
Paris. Tapi mungkin itu hanya aroma pemikat. Tapi memang enak sekali saat
tercium di hidungku.
“ku
rasa kopi ini sudah cukup untuk menghangatkanku. Dan aku hanya perlu
menghabiskannya lalu pergi”. Itu memang seharusnya aku katakan, ya memang, jika
ku ingin selamat keluar dari penantian yang membuatku harus melihat kerasnya
dunia malam.
“apa
mas yakin, mas tak ingin apa yang aku punya?” gila.! Wanita ini semakin tak
waras saja. Atau hanya memancingku untuk bersama-sama masuk ke kelamnya malam
ini. Kurasa ini harus ku akhiri sebelum hujan ini semakin deras.
“maaf
, kurasa isteriku punya lebih apa yang mbak punya dan itu membuatku lebih dari
cukup.” Ku membayar kopi yang tak sempat habis dan segera meninggalkan tempat
itu. Wanita itu hanya melihatku terheran dan tak bicara apa-apa.
Kini kusadari dunia malam tak selamanya gelap banyak
cahaya-cahaya yang menerangi setiap sudut dunia, bahkan apa yang sedang ku
alami ini. Perjalanan malam yang ku alami ini seperti mempunyai resiko
tersendiri yang ku tahu cahaya-cahaya itu hanya cahaya sesaat yang tak
sepenuhnya terang, kala saatnya mereka meredup. Kini aku tahu hujan ini
memberiku peringatan bahwa aku mempunyai kewajiban yang harus aku pertahankan.
Hujan ini memberhentikan tetesannya saat aku kembali ke rumah dan itu seperti
isyarat hebat yang sebelumnya tak pernah ku sadari bahwa hujan di tengah malam
itu tak pernah berhenti, tapi hanya saat aku melintasinya hujan itu berhenti
sesaat dan kembali deras saat mereka kembali menghangatkan malam.
Jalan-jalan tergenang air yang sangat deras tadi
akibatnya aku harus memilih langkahku agar tidak tetrkena cipratan air itu.
Hujan memang tidak berhenti tapi aku masih sedikit berlari hingga sampai di
depan rumah. Dan saat ku membukakan pintu rumah, isteriku menungguku hingga
tertidur di atas sofa “bu, ayah pulang”.
Bagi
ku tak perlu aku merasakan kehangatan karena hujan tengah malam ini telah
mengajariku bagaimana caranya menghilangkan kedinginan. Itu bedanya hujan di
siang hari dan di malam hari. Dan seperti tulisan yang pernah aku tulis.
“
The Rain with Love Temptation”
When
I can wait the rain is over
When
I see it in the a round
It’s
very bad
When
I know the rain help me
From
peoples are temptation
Opened
what was you have?
Or
closed without try again
And the rain give me attentions
Give me stopped in tonight
Coz I have love in my love
Not love temptation… and this just
The rain with love temptation
*) @andrimhp -
The Rain with Love
Tidak ada komentar:
Posting Komentar