Saat itu
aku duduk di bawah langit-langit teras rumah bersandarkan tembok yang kian
merapuh dan beralaskan tikar tipis yang berwarna coklat, serasa manis jika
ditemani sepotong kupkeik vanila dan secangkir susu coklat yang hangat. Sore
itu benar-benar terasa sungguh menawan saat pemandangan menakjubkan tampak
bersinar di ujung pandanganku yang seakan menghiasi hatiku yang sedang pilu.
Memang
saat ini adalah saat menyenangkan dalam situasi apapun selebihnya ada moment
dimana kamu di temani merpati-merpati putih yang cantik, tapi gak kalah cantik
kok dengan perempuan disampingku, namanya Nindy teman bermainku saat menikmati
saat-saat indah ini. Manis sih semanis kupkeikku. Tapi Nindy begitu
menyenangkan untuk diajak bicara apalagi curhat-curhatan sambil santai begini
serasa berada dipantai ditemani sang bidadari cantik.
“jadi,
kemana kamu akan pergi liburan kali ini” itu kata Nindy.
“aku
belum tau, memang layaknya anak kecil yang selalu senang setiap kali pergi
berlibur, walau gak pernah tau orang tua mereka mengajaknya kemana” itu kataku
sembari ku teguk susu coklatku.
“seperti
kebanyakan orang mengatakan liburan itu moment yang menyenangkan mereka bahkan
tidak peduli seberapa sibuk urusan mereka sampai-sampai mereka lupa akan
tugas-tugas mereka karena keasikan liburan” Nindy seakan menambahkan
perkataanku.
“lalu kau
sendiri bagaimana?” aku balik menanyanya
“aku
ingin dirumah saja sudah bosen rasanya kemana-mana terus cape yahh, aku ingin
meneruskan tulisanku yang belum selesai” kata Nindy.
Langit seakan menyaksikan
percakapan kami sore itu memang langit mendukung sekali saat ku bersantai itu,
membuatku bersemangat menulis cerita ini tapi mungkin karena ada Nindy yang
juga menikmati hari ini. kebetulan Nindy juga seorang penulis cerpen remaja,
dia paham betul bagaimana karakter seorang remaja yang sedang melanda negri
kita ini, beberapa kisahnya terlahir dari pengalaman sendiri tapi itulah yang
membuatku kadang kagum dengan ceritanya yang bagus yang saat itu aku dan dia
pernah memenangkan “lomba membuat cerpen dan puisi” sewaktu disekolah. Aku
masih ingat betul cerita kami itu, judulnya “Serdadu Kumbang Senja” karyaku,
“Terbanglah Kupu-Kupuku” karya Nindy dan “Cinta Rasa Coklat Vanilla” karyaku
bersama Nindy. Itu salah satu karya terbaik kami saat itu.
“aku ingat, saat kita
memenangkan lomba cerpen waktu disekolah, ya walaupun gak sehebat dan terkenal
penulis-penulis yang handal tapi seengganya aku terkesan, bagaimana menurutmu
Nin?” kataku sambil menatap ke arah awan.
“yah, memang mengesankan,
banyak kisah menarik yang bisa ku tuangkan didalamnya, sebuah kisah hidup
seorang yang rela mempertahankan hidupnya itu demi kisah cintanya, dan pengalamanku
juga kadang tersirat di dalamnya” Nindy sedikit terkesan
“apa yang membuatmu begitu
terkesan” aku mencoba merayunya.
Lalu
Nindy mengutip sebuah cerpen kami dengan gayanya yang menawan seakan kupu-kupu
menari diatas bunga meragakan sebuah gerakan gerakan indah selaya orang yang
sedang berpuisi. Aku tau Nindy begitu imajinatif sampai sampai gaya
bicaranya pun seperti orang puitis.
“kau ingat, saat
gadis itu tersenyum menatap beberapa helai kain cinta ia seakan terlahir
kembali menjadi sebuah permadani indah yang selalu membawanya ke tempat yang ia
bilang itu taman, karena disitu ia dikenangkan ” Nindy menceritakan kutipan
cerita itu.
“owh iya, lalu
gadis itu pergi dan berlari membawa keranjang merah dan berteduh dibawah pohon
yang kusebut itu Pohon coklat seakan coklat-coklat itu berjatuhan melengkapi
kisah cintanya” aku melanjutkan cerita itu, walau hanya seingatku saja aku
kembali teringat cerita itu.
“terus, laki-laki
itupun terbangun dari mimpinya dan memetik sebuah vanila yang ia temukan diujung
dahannya karena memang itu vanila yang bagus untuk ia bekalkan agar melengkapi
kisah cintanya” Nindy kembali melanjutkan ceritanya.
“apa selanjutnya, hati
merekapun bimbang dan tak menentu saat mereka sadar cintanya itu yang
menyatukan dua rasa itu menjadi rasa yang ku sebut itu cinta, seakan jauh tapi
mendekat seakan dekat akan ku peluk, lalu mencampurnya menjadi cinta yang
indah” ku teruskan ceritanya.
“ini selanjutnya, dan akhirnya mereka bertemu dibawah hempasan angin sejuk yang menyambut cinta mereka dan pohon itu yang menjadi saksi saat gadis itu memberikan coklatnya kepada laki-laki itu dan laki-laki itupun memberikan vanilanya kepada gadis itu hingga mereka bersatu menjadi rasa yang indah” Nindy menceritakan endingnya.
Aku dan Nindy hanya tertawa mengenang cerita kami itu. begitu asik
dan menyenangkan saat kita mengenang cerita-cerita lalu yang pernah kita
ciptakan bersama sahabat atau teman kita. Itu yang aku rasakan bersama Nindy.
Entah apa yang ada dipikiran Nindy begitu semangat menemaniku sore itu yaa
memang harus ku akui itu memang membuatku bergairah. Kami seperti pasangan
kekasih yang sedang berbulan madu dibawah langit senja disuguhkan pemandangan sunset
yang luarbiasa indahnya, siapa sih
yang mau melewatkan saat saat itu. tapi kami hanya berteman baik saja karena
aku tau Nindy sudah ada yang punya dan aku juga tidak mau pertemanan kami rusak
hanya karena cinta cintaan yang gak jelas.
“sepertinya ini sudah mau
gelap, aku mau pulang saja” Nindy bangkit dari duduknya
Memang sunset ini sudah berlalu
yang menunjukan saat malam telah tiba.
“ia benar sebentar lagi
malam dan aku pun harus menyiapkan bahan tulisan yang baru” aku pun segera
membereskan tempat itu.
“yaudah sampai nanti yahh,
dahh” Nindy melambaikan tangannya lalu pulang
“daah,..” aku membalas
lambaian tangannya.
Kubereskan
cangkir susuku yang telah habis ku teguk dan sepotong kupkeikku habis ku makan
bersama Nindy karena keasikan mengobrol kami pun tak terasa siang akan berganti
malam. Cerita “Cinta Rasa Coklat Vanila” ini sebenarnya menceritakan dua kisah
kekasih yang ingin berbagi kasih satu sama lain. Dan saat aku dan Nindy
membuatnya itu pun tentang kami berdua karena Nindy suka dengan Vanila dan aku
suka dengan Coklat maka aku beri nama cerita kami ini “Cinta Rasa Coklat
Vanilla.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar