Minggu, 12 Januari 2014

Tak Sampai Makassar

Malam itu hujannya deres banget tak hanya membuat rumput kehujanan, tapi juga bikin hati gue basah. Gue tunggu balesannya, gak ada. Ditambah suara hujan yang bikin pikiran gue tambah gak karuan. Gue coba memanggilnya lagi
“lis, lisa permisi” gue coba bunyikan kunci gembok yang memang menggantel pada slot pintu pagar.
Gue mencari-cari bel rumahnya ternyata ada disamping tembok tapi sayang itu gak aktif, mungkin rusak. Perlahan suara gue mulai lenyap oleh gemuruhnya suara hujan ini. seakan melarang gue untuk melawan gemuruh itu meski beberapa kali gue sautin tapi gak ada jawaban apa-apa. Sungguh kasihan baju gue yang super kebasahan hati gue juga. Saat terakhir gue bilang permisi dan hendak pergi, tiba-tiba pintu rumah lisa terbuka perlahan.

“ada apa?” perempuan itu keluar dan memanggil gue.
“maaf, lisanya ada?” gue menjawab dengan tubuh mengigil.
“yah non lisanya gak ada mas, lagi pergi lama” dia seperti benci melihat gue berada dirumah ini.
“kemana yah?, soalnya saya mesti ketemu lisa ada yang penting” gue sambil teriak karena hujan semakin deras.
“maaf mas, saya gak bisa kasih tau siapa- siapa, itu pesannya non lisa” dia membalas teriakan gue.
“oh begitu, yaudah saya boleh titip surat ini yah dari kepala sekolah buat lisa” gue ngasihin surat dari kepsek juga surat dari gue sendiri yang diselipin didalemnya.
Perempuan itu menghampiri gue dengan payungnya.
“oh iya nanti saya sampaikan” dia mengambil suratnya dicela-cela pagar rumah karena gue engga dibolehin masuk entah apa gue sendiri engga ngerti.
Perempuan ini sepertinya gak seneng ngeliat gue memberikan surat yang sedikit terkena cipratan air hujan. Langsung masuk dan hanya mengucapkan
“makasih ya”
“iya sama sama, jangan lupa sampaikan bahwa saya mencarinya”
Ahh omongan gue diacuhkannya. Baiklah tak masalah. Kok bisa lisa punya pembantu yang super nyebelin itu. gue dibiarkan kebasahan dan gak disuruh masuk atau seengganya berteduhlah sementara, tapi gak apa apa asal dia kasihin tuh surat dari kepsek juga dari gue ke lisa. Apa mungkin.
Itu surat memang dari kepsek yang isinya surat teguran lisa yang udah seminggu lebih lisa gak masuk sekolah. Dan sekolah mengecap lisa bolos karena tidak ada kabar darinya. Gue sendiri bingung apa mungkin lisa membolos selama itu dan gak ngasih kabar juga ke gue. lisa itu sebenernya gak pernah bolos apalagi sampai seminggu lebih, kita tau lisa anak yang rajin dan cukup pintar dengan prestasinya disekolah dan memang terlihat manis dengan kacamatanya yang lucu yang membuat gue menaruh perasaan ke lisa.
Pagi itu gue lagi ada presentasi di depan kelas yah memang sepi gak seperti biasa ada lisa yang selalu jadi partner gue dalam membantu presentasi. Tiba-tiba gue dipanggil kepsek dan harus keruangannya yang terkenal menyeramkan bagi anak anak yang bermasalah dengan sekolah, tapi gue merasa gak ada permasalahan apa-apa. Karena guru gue memberi izin gue keluar kelas.
Ditengah jalan menuju ruang kepsek, anita menegur gue
“eh rey, kenapa muka loh jelek banget” sialan anita ngeledek gue.
“gak lucu anak cebong, iye gue lagi males nih” gue balik nyaut dengan muka ala emosicon muka datar -_-
“yeeh becanda broh, ada apa? Oya lisa gak masuk lagi yah? Guru ekskul nanyain lisa kenapa gak pernah latihan lagi, lo tau lisa kemana?” anita menahan gue jalan.
“gue sendiri gak tau lisa kemana. Gue kemaren kerumahnya trus pembantunya yang nyebelin itu bilang lisa pergi lama dan gak ngasih tau kemana” gue jelasin dengan keburu-buru
“loh, elo kan temennya masa gak tau?” anita makin nahan gue. maunya apa sih nih orang kaya polisi yang lagi pada nilang pengendara motor.
“entar ajah yah, gue dipanggil kepsek nih gak tau ada apa” gue melepaskan diri dari tilangan anita.
Gue ketok magic eh ketok pintu yang ada tulisan “RUANG KEPALA SEKOLAH” lalu ada jawaban dari dalam “masuk” suara apa itu. yah itu suara kepsek. Sakti sekali hanya dengan sekali ketok langsung ada suara kaya pergi kedukun aja. Gue buka gagang pintu itu dengan perlahan karena gue takut itu bermasalah makanya langsung dipangil kepsek.
“permisi bu, ibu memanggil saya”
“iya ndri, masuk duduk” gue menghadap beliau. Waduh kaya disidang skripsi aja tapi cuma empat mata.
“ada apa bu, ibu memanggil saya kesini. Apa saya ada masalah” gue mencoba tegar.
“tidak, ibu Cuma mau tau kenapa lisa tidak ada kabar, apa kamu sudah ngasih surat ke lisa?”
“sudah bu, Cuma kata pembantunya lisa pergi lama dan dia gak ngasih tau lisa kemana”
“oya, padahal lisa itu anak yang pintar. Kalau seperti ini terus beasiswa dia akan dicabut dan dia akan terancam dikeluarkan dari sekolah ini.” Kepsek itu seolah-olah ingin mencabut nyawa gue, eh beasiswa gue.
“lisa bisa dikeluarkan dari sekolah bu? Gue sedikit kaget dengan nada tinggi.
“itu sudah menjadi keputusan sekolah ibu tidak bisa membantu banyak. Sekarang silahkan kamu kembali ke kelas.”
“baik bu, terima kasih” gue pun meninggalkan ruang kepsek dan kembali ke kelas.
Ini mungkin akan menjadi rahasia gue dengan kepsek dan gue gak tega ngasih tau ke temen-temen. Gak hanya sekolah yang bingung dengan lisa tapi gue juga merasa hal yang sama. Mungkinkah meninggalkan gue?.
Lalu sepulang sekolah gue mampir lagi kerumah lisa dan tampak orang tua lisa sedang memasukan tas besar kedalam taksi, lalu gue menghampirinya.
“maaf tante, mau kemana lisanya ada?” gue mencoba menanyakan dengan perlahan.
“eh kamu rey, maaf yah lisa tidak bilang sama kamu bahwa kami sudah pindah dari kemarin dan lisa sekarang sudah tidak sekolah di sini, lisa sekarang di Makassar.” Tante ria menepuk pundak gue sambil tersenyum perpisahan.
“oh, jadi lisa sudah pindah tante, jadi saya gak bisa ketemu lisa lagi tan..” gue mencoba tegar lagi, tapi hati gue perlahan menangis.
“iya, oya lisa Cuma pesan sama tante untuk menyampaikan sellamat tinggal kepada teman-temannya dan juga sama kamu, udah telat tante pamit yaahh.” Tante ria memasuki taksi yang siap meninggalkan gue.
“….. … .. ehmm … ..” gue Cuma bisa bengong dan “tante, salamkan pesanku pada lisa”. Gue berlari dan berteriak sekencang kencangnya tapi taksi itu lebih cepat dari lari dan suara gue.
Gue gak tau lagi mesti dan harus bagaimana lalu pembantu lisa mengembalikan surat gue yang  pernah gue titipkan kepadanya.
“ini mas, suratnya saya kembalikan, non lisanya tidak bisa menerimanya”
Gue mengambilnya dan tidak mau bicara dengan orang ini lagi. Dia sudah membiarkan surat gue menangis merindukan lisa. Gue pulang dengan membawa surat gue kembali.
Gue sekarang tau surat gue tak sampai lisa dan gue sempat berpamitan dengannya gak hanya semuanya yang kehilangan lisa gue juga kehilangan..cintanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar