Malam
itu hujannya deres banget tak hanya membuat rumput kehujanan, tapi juga bikin
hati gue basah. Gue tunggu balesannya, gak ada. Ditambah suara hujan yang bikin
pikiran gue tambah gak karuan. Gue coba memanggilnya lagi
“lis,
lisa permisi” gue coba bunyikan kunci gembok yang memang menggantel pada slot
pintu pagar.
Gue
mencari-cari bel rumahnya ternyata ada disamping tembok tapi sayang itu gak
aktif, mungkin rusak. Perlahan suara gue mulai lenyap oleh gemuruhnya suara hujan
ini. seakan melarang gue untuk melawan gemuruh itu meski beberapa kali gue
sautin tapi gak ada jawaban apa-apa. Sungguh kasihan baju gue yang super
kebasahan hati gue juga. Saat terakhir gue bilang permisi dan hendak pergi,
tiba-tiba pintu rumah lisa terbuka perlahan.
“ada
apa?” perempuan itu keluar dan memanggil gue.
“maaf,
lisanya ada?” gue menjawab dengan tubuh mengigil.
“yah
non lisanya gak ada mas, lagi pergi lama” dia seperti benci melihat gue berada
dirumah ini.
“kemana
yah?, soalnya saya mesti ketemu lisa ada yang penting” gue sambil teriak karena
hujan semakin deras.
“maaf
mas, saya gak bisa kasih tau siapa- siapa, itu pesannya non lisa” dia membalas
teriakan gue.
“oh
begitu, yaudah saya boleh titip surat ini yah dari kepala sekolah buat lisa”
gue ngasihin surat dari kepsek juga surat dari gue sendiri yang diselipin
didalemnya.
Perempuan
itu menghampiri gue dengan payungnya.
“oh
iya nanti saya sampaikan” dia mengambil suratnya dicela-cela pagar rumah karena
gue engga dibolehin masuk entah apa gue sendiri engga ngerti.
Perempuan
ini sepertinya gak seneng ngeliat gue memberikan surat yang sedikit terkena
cipratan air hujan. Langsung masuk dan hanya mengucapkan
“makasih
ya”
“iya
sama sama, jangan lupa sampaikan bahwa saya mencarinya”
Ahh
omongan gue diacuhkannya. Baiklah tak masalah. Kok bisa lisa punya pembantu
yang super nyebelin itu. gue dibiarkan kebasahan dan gak disuruh masuk atau
seengganya berteduhlah sementara, tapi gak apa apa asal dia kasihin tuh surat
dari kepsek juga dari gue ke lisa. Apa mungkin.
Itu
surat memang dari kepsek yang isinya surat teguran lisa yang udah seminggu
lebih lisa gak masuk sekolah. Dan sekolah mengecap lisa bolos karena tidak ada
kabar darinya. Gue sendiri bingung apa mungkin lisa membolos selama itu dan gak
ngasih kabar juga ke gue. lisa itu sebenernya gak pernah bolos apalagi sampai
seminggu lebih, kita tau lisa anak yang rajin dan cukup pintar dengan
prestasinya disekolah dan memang terlihat manis dengan kacamatanya yang lucu
yang membuat gue menaruh perasaan ke lisa.
Pagi
itu gue lagi ada presentasi di depan kelas yah memang sepi gak seperti biasa
ada lisa yang selalu jadi partner gue dalam membantu presentasi. Tiba-tiba gue dipanggil
kepsek dan harus keruangannya yang terkenal menyeramkan bagi anak anak yang
bermasalah dengan sekolah, tapi gue merasa gak ada permasalahan apa-apa. Karena
guru gue memberi izin gue keluar kelas.
Ditengah
jalan menuju ruang kepsek, anita menegur gue
“eh
rey, kenapa muka loh jelek banget” sialan anita ngeledek gue.
“gak
lucu anak cebong, iye gue lagi males nih” gue balik nyaut dengan muka ala
emosicon muka datar -_-
“yeeh
becanda broh, ada apa? Oya lisa gak masuk lagi yah? Guru ekskul nanyain lisa
kenapa gak pernah latihan lagi, lo tau lisa kemana?” anita menahan gue jalan.
“gue
sendiri gak tau lisa kemana. Gue kemaren kerumahnya trus pembantunya yang
nyebelin itu bilang lisa pergi lama dan gak ngasih tau kemana” gue jelasin
dengan keburu-buru
“loh,
elo kan temennya masa gak tau?” anita makin nahan gue. maunya apa sih nih orang
kaya polisi yang lagi pada nilang pengendara motor.
“entar
ajah yah, gue dipanggil kepsek nih gak tau ada apa” gue melepaskan diri dari
tilangan anita.
Gue
ketok magic eh ketok pintu yang ada tulisan “RUANG KEPALA SEKOLAH” lalu ada
jawaban dari dalam “masuk” suara apa itu. yah itu suara kepsek. Sakti sekali
hanya dengan sekali ketok langsung ada suara kaya pergi kedukun aja. Gue buka
gagang pintu itu dengan perlahan karena gue takut itu bermasalah makanya
langsung dipangil kepsek.
“permisi
bu, ibu memanggil saya”
“iya
ndri, masuk duduk” gue menghadap beliau. Waduh kaya disidang skripsi aja tapi
cuma empat mata.
“ada
apa bu, ibu memanggil saya kesini. Apa saya ada masalah” gue mencoba tegar.
“tidak,
ibu Cuma mau tau kenapa lisa tidak ada kabar, apa kamu sudah ngasih surat ke
lisa?”
“sudah
bu, Cuma kata pembantunya lisa pergi lama dan dia gak ngasih tau lisa kemana”
“oya,
padahal lisa itu anak yang pintar. Kalau seperti ini terus beasiswa dia akan
dicabut dan dia akan terancam dikeluarkan dari sekolah ini.” Kepsek itu
seolah-olah ingin mencabut nyawa gue, eh beasiswa gue.
“lisa
bisa dikeluarkan dari sekolah bu? Gue sedikit kaget dengan nada tinggi.
“itu
sudah menjadi keputusan sekolah ibu tidak bisa membantu banyak. Sekarang
silahkan kamu kembali ke kelas.”
“baik
bu, terima kasih” gue pun meninggalkan ruang kepsek dan kembali ke kelas.
Ini
mungkin akan menjadi rahasia gue dengan kepsek dan gue gak tega ngasih tau ke
temen-temen. Gak hanya sekolah yang bingung dengan lisa tapi gue juga merasa
hal yang sama. Mungkinkah meninggalkan gue?.
Lalu
sepulang sekolah gue mampir lagi kerumah lisa dan tampak orang tua lisa sedang
memasukan tas besar kedalam taksi, lalu gue menghampirinya.
“maaf
tante, mau kemana lisanya ada?” gue mencoba menanyakan dengan perlahan.
“eh
kamu rey, maaf yah lisa tidak bilang sama kamu bahwa kami sudah pindah dari
kemarin dan lisa sekarang sudah tidak sekolah di sini, lisa sekarang di
Makassar.” Tante ria menepuk pundak gue sambil tersenyum perpisahan.
“oh,
jadi lisa sudah pindah tante, jadi saya gak bisa ketemu lisa lagi tan..” gue
mencoba tegar lagi, tapi hati gue perlahan menangis.
“iya,
oya lisa Cuma pesan sama tante untuk menyampaikan sellamat tinggal kepada
teman-temannya dan juga sama kamu, udah telat tante pamit yaahh.” Tante ria
memasuki taksi yang siap meninggalkan gue.
“…..
… .. ehmm … ..” gue Cuma bisa bengong dan “tante, salamkan pesanku pada lisa”.
Gue berlari dan berteriak sekencang kencangnya tapi taksi itu lebih cepat dari
lari dan suara gue.
Gue
gak tau lagi mesti dan harus bagaimana lalu pembantu lisa mengembalikan surat
gue yang pernah gue titipkan kepadanya.
“ini
mas, suratnya saya kembalikan, non lisanya tidak bisa menerimanya”
Gue
mengambilnya dan tidak mau bicara dengan orang ini lagi. Dia sudah membiarkan
surat gue menangis merindukan lisa. Gue pulang dengan membawa surat gue
kembali.
Gue
sekarang tau surat gue tak sampai lisa dan gue sempat berpamitan dengannya gak
hanya semuanya yang kehilangan lisa gue juga kehilangan..cintanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar