Aku pernah menanyakan sesuatu padanya tentang kata hati. Kemudian ia menjawab “mengapa kamu tanyakan itu padaku?”
Ia sejenak menatapku dengan serius saat aku menanyakan hal itu. Kemudian ia memalingkan pandangannya pada laut di hadapannya.
“Hati perempuan seperti laut di kala senja. Ombaknya tenang, suaranya lembut, warnanya indah, selalu membuat perempuan hanyut di dalamnya.” Katanya.
“apa kamu menyukai laut?” aku memalingkan pandangan ke arah laut. Ia kembali melihatku dan melihat lagi ke laut. “Aku tidak terlalu suka laut.” Singkatnya.
“kenapa? Bukankah katamu laut itu indah?”
Ia memejamkan mata sejenak dan menghirup panjang udara senja, tersenyum lalu diam. Ia mengambil jeda untuk kemudian berbicara kembali. “laut memang indah. Tapi bukan berarti aku menyukainya. Ia bisa saja menjadi feminim saat ini, namun kita tidak tahu ketika pasang ia bisa saja menjadi monster yang sangat menakutkan yang kapan saja bisa memakanku. Makanya aku tak berani menyapanya dari dekat. Aku takut sewaktu-waktu aku terhanyut dalam kemenawanannya lalu aku terbawa hilang.”
Kemudian aku tahu ia tak terlalu menyukai laut di pagi, siang, ataupun malam hari. Ia hanya datang saat senja. Baginya laut sedang tidur. Mungkinkah laut tertidur dengan waktu yang sesingkat itu, selama senja saja, setelah itu laut kembali mengganas.
“itulah kata hati perempuan. Sulit ditebak. Kamu yang tahu hati perempuan itu lembut dan penuh kasih namun kamu tidak banyak tahu hati perempuan pun kapan saja bisa seperti laut itu. menjadi monster !! aku takut saat hati ini terluka sedikit saja. Ia akan mengacaukan seluruh isi di dalamnya. Hati perempuan itu begitu sensitif, begitu ada yang memulai bermain hati, ia kan menjelma sebagai laut di malam hari. Kamu tidak bisa melihat ombaknya, namun kamu bisa mendengarnya bergemuruh, riuh sekali. Sampai-sampai seperti jeritan bayi menusuk telinga.” Ia melanjutkan ucapannya.
Aku mencoba tersenyum dan menemani ucapannya itu “aku mungkin tak mengerti kata hati seorang perempuan. Tapi aku percaya ketika aku telah mengenalnya lebih dekat dan lebih dalam, aku mulai memahaminya. Seperti laut yang kamu ceritakan. Kamu takut pada laut, itu karena kamu belum mengenalnya lebih dekat. Saat kamu mendekatinya, layaknya tangan manusia, ia akan mengulurkan tangannya kepadamu dan mengajakmu mengenal laut.”
“apa kamu tidak takut?” katanya. “aku tidak takut. Kalau saja ia menjadi monster, aku akan berdiri di hadapannya. Kata hati mempunyai caranya sendiri untuk berkata, bukan melalui ucapan, ataupun sebuah ketakutan. Namun sebuah ketulusan yang akan mengubahnya menjadi senja yang kamu kagumi.” Kataku menjawab keragu-raguannya.
Ia kembali tersenyum padaku. Aku melihat ada yang berwarna di matanya, pantulan senja yang indah terlukis di sana. Kata hati selalu mempunyai caranya sendiri untuk berkata. Ia yang dulu takut pada laut, kini tak lagi. Ada seseorang yang menemaninya untuk mencintai laut seperti kata hatinya. Bahwa sesungguhnya kata hati seorang perempuan itu sama halnya kata hati seorang laki-laki. Sama-sama saling memahami. Meski banyak dari mereka terlambat menyadarinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar