Saya pernah diberi tugas kuliah oleh dosen saya untuk membuat tulisan yang bertema "Jika Aku Menjadi Wartawan". Saya pun menulisnya dengan judul "Penulis dan Jurnalis" pada hari dan tanggal Selasa 15 April 2014. Kenapa saya membuat judul seperti itu? karena saya ingin mengaitkan tentang bagaimana pekerjaan seorang penulis dan seorang jurnalis. Setelah dipelajari latarbelakang keduanya, ternyata saya penasaran mengenai keterkaitan keduanya, ada persamaan pekerjaan dalam melakukan tugas-tugasnya masing-masing. Maka dari itu saya mencoba sedikit berapresiasi untuk berbagi tulisan dan pengalaman lewat tulisan di bawah ini, semoga bermanfaat.
Menulis
adalah menggoreskan atau menyusun setiap kata demi kata di atas kertas atau di
sebuah media. Menurut penulis, menulis tidak seperti kebanyakan orang
mengartikan sebuah tulisan. Setiap orang beranggapan berbeda tergantung dari
pandangan mereka masing-masing dalam hal
menulis. Bagi penulis, menulis itu adalah pekerjaan menuangkan atau
mengartikulasikan segala hal baik dari riset ataupun kreativitas yang ada di
pikiran penulis ke dalam sebuah tulisan dalam bentuk cerita atau frasa berupa
suatu perkara atau perihal yang memiliki gagasan pemikiran dan tujuan yang
jelas bagi pembaca. Sebagai penulis yang baik, penulis lebih banyak meriset
atau mencari referen dan membaca daripada menulisnya.
Menjadi
seorang penulis dan jurnalis sangat berkaitan dalam penyajian sebuah tulisan.
Penulis dan jurnalis, dua pekerjaan yang bisa saling berkaitan dalam hal
mencari sebuah berita ataupun informasi. Penulis dan jurnalis umumnya berbeda
dalam aspek pemahaman, tetapi di dalam dunia kerja kedua pekerjaan itu saling
berkaitan antara pencari berita dan penulis berita. Saat saya menjadi seorang
penulis, pasti ada hal yang ingin ditulis tidak hanya dari imajinasi dan
kreativitas belaka namun dari meriset atau mereferensi dari sumber yang
berkualitas bisa memberikan inspirasi untuk apa yang selanjutnya ingin saya
tulis, contohnya ketika saya mengunjungi toko buku ada beberapa buku yang dapat
menjadi bahan referen untuk tulisan yang sedang saya buat. Saya menemukan buku
yang berkaitan dengan pekerjaan menjadi seorang jurnalis. Ada beberapa buku
yang berjudul “The Legend of Jurnalis“, “I’m the Good Reporter” , “Andai aku
seorang Wartawan” dan lain sebagainya. Ini menjadi sebuah motivasi untuk saya
menulis tulisan saya yang berjudul “become
a Jurnalis”.
Sama
seperti saat saya jika menjadi seorang jurnalis, yaitu mencari berita dari
sebuah peristiwa atau kejadian disekitar yang kemudian dituangkan dalam sebuah
tulisan berdasarkan fakta dari peristiwa atau kejadian. Contohnya, ketika saya melihat sebuah peristiwa kecelakaan
beruntun antara beberapa truk dan kendaraan lainnya di suatu tempat dalam waktu
tertentu. Kemudian naluri saya bergerak untuk mencari tahu mengenai kecelakaan
tersebut. Saya mencari tahu apa penyebab kecelakaan tersebut, apakah ada
korban, bagaimana kejadian pastinya dan sebagainya. Itu saya rekam, lalu
sebagai seorang penulis itu merupakan bahan tulisan yang harus saya tulis
sebagaimana menjadi seorang jurnalis. Menuangkan peristiwa tersebut ke dalam
tulisan yang kemudian dimuat di sebuah media untuk di-share-kan ke pembaca. Sebagai penulis itu merupakan bahan tulisan
yang menarik untuk ditulis dan sebagai jurnalis itu merupakan kajian yang bagus
untuk bahan berita yang harus dipublikasikan.
Dalam
penguasaan teknik menulis bukanlah jaminan seseorang dapat dikatakan pandai.
Semuanya membutuhkan banyak latihan dan kesinambungan. Begitu pula dengan
jurnalistik yang membutuhkan kemampuan dan ketepatan dalam penyajiannya. Keterampilan
menulis sebagai jurnalis ditentukan kemampuan berfikir penulis yang sistematik,
logik, dialektis dan faktualis. Kebutuhan tersebut penting karena karya seorang
jurnalis haruslah memaparkan pokok persoalannya secara runtut dan sistematis
yang berdasarkan fakta sehingga dapat diterima dan dimengerti oleh khalayak
atau pembaca. Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka tulisan menjadi tidak
fokus dan tidak relevan, maka perlahan akan ditinggalkan oleh pembacanya karena
makna penyampaian pesan tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki. Menjadi
keduanya butuh kreativitas dan kecermatan dalam mengolah dan me-manage sebuah berita atau cerita sebelum
akhirnya diterima oleh khalayak.
Hal pokok
yang mesti dimiliki penulis jurnal adalah visi yang jelas dan pasti ketika
menguraikan suatu masalah atau realitas kedalam sebuah tulisan. Visi akan
menjadi panduan yang sangat berharga sehingga memudahkan dalam penentuan pokok
pikiran. Visi juga yang mengarahkan intensitas penulis ketika menempatkan
realitas untuk dijadikan karya jurnalistik. Penguasaan visi dan gagasan pemikiran
menjadikan penulis lancar dan terbiasa ketika mengolah bahan-bahan tulisan
berdasarkan berita yang didapat. Dengan mengutamakan kinerja yang baik seorang
jurnalis harus mampu memaparkan sebuah tulisan sedemikian rupa berdasarkan
realitas dan fakta. Sehingga menjadikan penulis jurnalistik yang proporsional
dan berkualitas.
Belajar
dari pengalaman dan banyak meriset merupakan salah satu bekal memulai menulis
sebagai penulis dan jurnalis. Dan menjadi seorang jurnalis harus berani dan
mempunyai jiwa pantang menyerah. Berani dalam arti tidak takut karena seorang
jurnalis mempunyai prinsip serta komitmen yang diperkuat oleh fakta. Menjadi
seorang jurnalis harus turun langsung ke lapangan untuk mencari
sebanyak-banyaknya berita walaupun harus berhadap-hadapan dengan resiko.
Seorang jurnalis profesional selalu mempunyai strategi dan persiapan sebelum
terjun langsung. Ia harus tahu resiko dan hambatan apa saja yang menjadi
kendala atau penghalang saat berada di lapangan. Jangan sampai gegabah atau
tidak hati-hati yang berakibat fatal dan menghadapi resiko yang besar.
Sebagai
contoh cerita saya sewaktu SMA, saya pernah melihat seorang pria usianya
sekitar 25 tahun dengan postur badan kurus dan tidak terlalu tinggi, bisa saya
tebak 160 cm. dia adalah wartawan, saya tahu karena saya sempat melihat sepintas
kartu identitasnya di kalungkan terhalang di antara baju dan jaket kulit hitam yang
ia kenakan, kalau tidak salah namanya Rendi W dan bekerja di Kantor Radar Bogor
jln. Raya Yasmin, Bogor Barat, Kota Bogor. Saya rasa dia sedang istirahat siang
sekitar pukul 13.00 WIB, keluar mencari kopi atau sekedar merokok di warung
kecil yang tidak jauh dari kantornya. Saya bersama kedua teman saya biasa
singgah di warung kecil ini untuk sekedar membeli minum atau memesan makanan
kecil sambil ngobrol saat sepulang sekolah, saat itu saya bersekolah di SMA
Negeri 10 Bogor tidak jauh dari tempat itu. Saya berada di sebrang tempatnya
duduk di bangku panjang sekitar 2 meter dari tempat saya duduk.
Sebelumnya,
saya memperhatikan dia bersama seorang pria gemuk hitam dan berambut hampir
botak sedang sibuk memberesi bungkusan di tas kecilnya diatas meja warung sambil
berbincang mengenai bisnis. Dari caranya wartawan itu berbicara seperti sedang
bertanya mengintrogasi secara tidak langsung kepada pria gemuk tersebut. Saya
tahu wartawan itu penasaran sebenarnya apa yang ada di dalam bungkusan itu.
Saya pun kurang jelas melihatnya karena pria gemuk itu begitu cepatnya
memberesinya, seperti bungkusan plastik kecil yang isinya kalo tidak salah
serbuk putih. Pikiran saya langsung memanipulasi keadaan bahwa mungkinkah itu
narkoba? Saya rasa wartawan itu sudah curiga ketika berbincang dengan pria
gemuk itu. Pria gemuk itu seperti membantah perlahan perkataan wartawan itu
karena terus saja berbicara seolah-olah ingin tahu apa yang dilakukan pria
gemuk tersebut. Walau masih dalam batas wajar pria gemuk itu menahan
kekhawatirannya. Hingga kecurigaan wartawan itu telah sampai pada titik
tertinggi dan menanyakan hal yang mungkin terlalu cepat di lontarkan kepada
pria gemuk itu.
“maaf pak, apa itu narkoba?” cetus
wartawan itu sambil membuka bungkusan yang dari tadi menjadi pusat kecurigaan
tersebut.
“urusan apa anda ini?, anda tidak
perlu tahu apa ini. “ pria gemuk itu benar merasa khawatir dan cepat mengikat
bungkusan itu dan memasukannya kedalam tas.
“kenapa pak, kok gugup begitu? Saya
hanya bertanya kalo bukan kan tidak perlu disembunyikan begitu” wartawan itu
mulai tidak sabar.
“saya tidak kenal anda ini, jangan
mencari masalah dengan saya, atau tahu akibatnya” pria gemuk itu mengancamnya.
“saya hanya sekedar ingin tahu
saja, bukan mencampuri urusan bapak”
Lalu pria gemuk itu melihat
identitas wartawan itu yang akhirnya dia tahu bahwa orang didepannya itu
seorang wartawan. Tanpa basa-basi pria gemuk itu menarik kerah baju wartawan
itu dan merasa tidak aman.
“oh ternyata kau ini wartawan,
brengsekk kau ingin mencurgai saya pengedar narkoba ?” pria gemuk itu semakin
emosi seperti menutupi agar topengnya tidak ketahuan.
“tidak, tidak” wartawan itu hampir
di tonjok oleh pria gemuk itu. Lalu pemilik warung cepat melerai mereka.
“awas kau” pria gemuk itu melotot
kepada wartawan itu dengan meninggalkan tempat warung itu dengan membawa
bungkusan hitam tadi.
Hampir
saja wartawan itu ditonjoknya. Semua orang di sekitar kami terfokus pada
kejadian itu. Saya pun sempat kaget kalo benar benar terjadi pada wartawan itu.
Saya rasa wartawan itu terlalu ceroboh atau kurang siaga dalam menutupi
identitasnya. Ia tahu bahwa di bungkusan tadi itu narkoba dan ia tidak sabar
ingin membuktikannya langsung. Ia terlalu to
the point sehingga pria gemuk tadi merasa ia sedang di introgasi. Beruntung
ia tidak di pukul pria gemuk itu. Tapi jika terjadi tidak hanya sakit, tapi
berita yang seharusnya didapat malah tidak mendapat apa-apa malah mengancam
kepada keselamatan hidupnya. Dan itu contoh wartawan yang kurang sigap dalam
mencari berita dari seorang narasumber. Dan sampai sekarang saya masih curiga
apa sebenarnya bungkusan tersebut??.
Melihat
cerita tadi, saya mendapat pengalaman bahwa jika suatu saat saya menjadi
seorang wartawan saya harus mempunyai strategi dan persiapan yang matang
sebelum terjun kelapangan. Apa persiapan yang harus dilakukan, bagaimana
memulai perbincangan dengan narasumber agar tidak terjadi kesimpangsiuran
informasi. Dan harus mempunyai gaya berbicara yang menarik dan bersahabat
dengan narasumber. Menyamar yang berpengalaman agar privasi kita tidak dengan
mudah di kenali narasumber yang bermasalah. menjadi wartawan tidak boleh
terburu-buru dan harus tetap berkomitmen serta berprinsip. Selalu berhati hati
dengan menggunakan gaya perbincangan yang mungkin membocorkan rahasia
perusahaan. Menjadi wartawan itu harus bisa beradaptasi dengan setiap gaya
kehidupan dan selalu berhasil membawa berita yang berkualitas untuk selanjutnya
ditulis dan dipublikasikan kepada khalayak.
Ketika
saya menjadi jurnalis, hal pertama yang akan saya lakukan adalah mencari dan
menemukan berita atau informasi dari sebuah kejadian/peristiwa, acara penting,
ataupun even-event yang tengah marak di kalangan masyarakat sekitar. Sebelumnya
mempersiapkan fisik dan mental serta persiapan lain agar ketika berada di
lapangan selalu sigap dalam kondisi apapun. Lalu selalu siap menghadapi resiko
apapun bahkan meminimalisir resiko besar menjadi sebuah peluang untuk
mendapatkan berita. Selalu melakukan pendekatan terhadap berita yang menjadi
target saya ketika mendapatkan ruang yang bebas untuk bergerak. Mempunyai jiwa
bersaing dan aktif agar berita yang luarbiasa selalu menjadi target saya ketika
berhadapan dengan jurnalis lainnya. Dan tidak lupa untuk sedikit memberikan hal
menarik agar narasumber yang saya ajak berbincang merasa nyaman dan mudah
memberikan informasi.
Bersikaplah
menjadi orang biasa ketika mengali berita bagus dan teraktual, bekerja
profesional, berkomitmen, dan sabar. Tetapi selalu siaga untuk selalu menunggu
berita tersebut datang kepada kita. Menjadi orang biasa bukan berarti angin
yang hanya lewat, tetapi sebuah strategi dan rencana (planning) untuk kemudian jiwa sang jurnalisnya bermain. Contohnya
saya bisa menyamar menjadi orang yang biasa yang tidak tahu apa-apa, seolah
menjadi seorang penonton yang hanya diam. Maka ketika saya menghadapi orang
atau hal yang menjadi maintarget berita
yang sulit diburu oleh wartawan lain, saya bisa bertindak untuk mencuri berita
tersebut tanpa diketahui oleh pihak yang mungkin berbahaya. Memanfaatkan segala
kesempatan untuk bisa mengungkap berita atau peristiwa tersebut yang telah
direncanakan oleh saya sebelumnya. Sekaligus membantu pihak kepolisian jika
kasus tersebut mungkin menjadi permasalahan yang tengah dihadapi.
Setelah
segala sesuatu yang berkaitan dengan pencarian berita tersebut didapat, maka
selanjutnya saya sebagai jurnalis siap menjadi penulis yang akan menuliskan rangkaian
berita atau informasi berdasarkan fakta yang telah saya dapatkan. Kemudian
menuangkannya apa yang menjadi fakta yang tidak bisa diungkapkan oleh media itu
saya ungkapkan melalui media itu juga. Tidak lupa dengan teknik dan cara
penulisan seorang jurnalis dengan menggunakan rumus unsur 5W + 1H dan
pengolahan kata yang tepat agar bisa diterima di media. Lalu mempublikasikan
berita yang telah ditulis dan diolah kepada masyarakat atau pembaca. Maka
disitu saya mulai belajar untuk menjadi jurnalis sekaligus penulis yang siap
untuk terjun ke dunia jurnalistik.
Pesan
bagi para jurnalis khususnya pemula (beginner)
adalah jangan pernah menganggap bahwa setiap berita atau perkara itu benar
sebelum bisa membuktikan sendiri kebenarannya. Berita yang didapat tanpa adanya
fakta dan sumber yang jelas hanyalah isu belaka yang tak layak untuk dijadikan
berita. Karena berita yang benar-benar berkualitas adalah berita yang langsung
dari kita yang mencari, mendapatkan, menulis, mengolah, dan mempublikasikan
secara sistematik apa yang sebenarnya terjadi itu dapat diterima oleh
masyarakat. Seorang jurnalis yang profesional adalah mereka yang tidak pernah
merasa puas dengan apa yang mereka dapatkan. Bahkan karya yang kita anggap
hebat pun belum tentu mereka anggap yang terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar