Kamis, 15 Mei 2014

Penulis dan Jurnalis

       Saya pernah diberi tugas kuliah oleh dosen saya untuk membuat tulisan yang bertema "Jika Aku Menjadi Wartawan". Saya pun menulisnya dengan judul "Penulis dan Jurnalis" pada hari dan tanggal Selasa 15 April 2014. Kenapa saya membuat judul seperti itu? karena saya ingin mengaitkan tentang bagaimana pekerjaan seorang penulis dan seorang jurnalis. Setelah dipelajari latarbelakang keduanya, ternyata saya penasaran mengenai keterkaitan keduanya, ada persamaan pekerjaan dalam melakukan tugas-tugasnya masing-masing. Maka dari itu saya mencoba sedikit berapresiasi untuk berbagi tulisan dan pengalaman lewat tulisan di bawah ini, semoga bermanfaat. 


Menulis adalah menggoreskan atau menyusun setiap kata demi kata di atas kertas atau di sebuah media. Menurut penulis, menulis tidak seperti kebanyakan orang mengartikan sebuah tulisan. Setiap orang beranggapan berbeda tergantung dari pandangan  mereka masing-masing dalam hal menulis. Bagi penulis, menulis itu adalah pekerjaan menuangkan atau mengartikulasikan segala hal baik dari riset ataupun kreativitas yang ada di pikiran penulis ke dalam sebuah tulisan dalam bentuk cerita atau frasa berupa suatu perkara atau perihal yang memiliki gagasan pemikiran dan tujuan yang jelas bagi pembaca. Sebagai penulis yang baik, penulis lebih banyak meriset atau mencari referen dan membaca daripada menulisnya.
Menjadi seorang penulis dan jurnalis sangat berkaitan dalam penyajian sebuah tulisan. Penulis dan jurnalis, dua pekerjaan yang bisa saling berkaitan dalam hal mencari sebuah berita ataupun informasi. Penulis dan jurnalis umumnya berbeda dalam aspek pemahaman, tetapi di dalam dunia kerja kedua pekerjaan itu saling berkaitan antara pencari berita dan penulis berita. Saat saya menjadi seorang penulis, pasti ada hal yang ingin ditulis tidak hanya dari imajinasi dan kreativitas belaka namun dari meriset atau mereferensi dari sumber yang berkualitas bisa memberikan inspirasi untuk apa yang selanjutnya ingin saya tulis, contohnya ketika saya mengunjungi toko buku ada beberapa buku yang dapat menjadi bahan referen untuk tulisan yang sedang saya buat. Saya menemukan buku yang berkaitan dengan pekerjaan menjadi seorang jurnalis. Ada beberapa buku yang berjudul “The Legend of Jurnalis, “I’m the Good Reporter” , “Andai aku seorang Wartawan” dan lain sebagainya. Ini menjadi sebuah motivasi untuk saya menulis tulisan saya yang berjudul “become a Jurnalis”.
 Sama seperti saat saya jika menjadi seorang jurnalis, yaitu mencari berita dari sebuah peristiwa atau kejadian disekitar yang kemudian dituangkan dalam sebuah tulisan berdasarkan fakta dari peristiwa atau kejadian. Contohnya, ketika saya melihat sebuah peristiwa kecelakaan beruntun antara beberapa truk dan kendaraan lainnya di suatu tempat dalam waktu tertentu. Kemudian naluri saya bergerak untuk mencari tahu mengenai kecelakaan tersebut. Saya mencari tahu apa penyebab kecelakaan tersebut, apakah ada korban, bagaimana kejadian pastinya dan sebagainya. Itu saya rekam, lalu sebagai seorang penulis itu merupakan bahan tulisan yang harus saya tulis sebagaimana menjadi seorang jurnalis. Menuangkan peristiwa tersebut ke dalam tulisan yang kemudian dimuat di sebuah media untuk di-share-kan ke pembaca. Sebagai penulis itu merupakan bahan tulisan yang menarik untuk ditulis dan sebagai jurnalis itu merupakan kajian yang bagus untuk bahan berita yang harus dipublikasikan.
Dalam penguasaan teknik menulis bukanlah jaminan seseorang dapat dikatakan pandai. Semuanya membutuhkan banyak latihan dan kesinambungan. Begitu pula dengan jurnalistik yang membutuhkan kemampuan dan ketepatan dalam penyajiannya. Keterampilan menulis sebagai jurnalis ditentukan kemampuan berfikir penulis yang sistematik, logik, dialektis dan faktualis. Kebutuhan tersebut penting karena karya seorang jurnalis haruslah memaparkan pokok persoalannya secara runtut dan sistematis yang berdasarkan fakta sehingga dapat diterima dan dimengerti oleh khalayak atau pembaca. Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka tulisan menjadi tidak fokus dan tidak relevan, maka perlahan akan ditinggalkan oleh pembacanya karena makna penyampaian pesan tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki. Menjadi keduanya butuh kreativitas dan kecermatan dalam mengolah dan me-manage sebuah berita atau cerita sebelum akhirnya diterima oleh khalayak.
Hal pokok yang mesti dimiliki penulis jurnal adalah visi yang jelas dan pasti ketika menguraikan suatu masalah atau realitas kedalam sebuah tulisan. Visi akan menjadi panduan yang sangat berharga sehingga memudahkan dalam penentuan pokok pikiran. Visi juga yang mengarahkan intensitas penulis ketika menempatkan realitas untuk dijadikan karya jurnalistik. Penguasaan visi dan gagasan pemikiran menjadikan penulis lancar dan terbiasa ketika mengolah bahan-bahan tulisan berdasarkan berita yang didapat. Dengan mengutamakan kinerja yang baik seorang jurnalis harus mampu memaparkan sebuah tulisan sedemikian rupa berdasarkan realitas dan fakta. Sehingga menjadikan penulis jurnalistik yang proporsional dan berkualitas.
Belajar dari pengalaman dan banyak meriset merupakan salah satu bekal memulai menulis sebagai penulis dan jurnalis. Dan menjadi seorang jurnalis harus berani dan mempunyai jiwa pantang menyerah. Berani dalam arti tidak takut karena seorang jurnalis mempunyai prinsip serta komitmen yang diperkuat oleh fakta. Menjadi seorang jurnalis harus turun langsung ke lapangan untuk mencari sebanyak-banyaknya berita walaupun harus berhadap-hadapan dengan resiko. Seorang jurnalis profesional selalu mempunyai strategi dan persiapan sebelum terjun langsung. Ia harus tahu resiko dan hambatan apa saja yang menjadi kendala atau penghalang saat berada di lapangan. Jangan sampai gegabah atau tidak hati-hati yang berakibat fatal dan menghadapi resiko yang besar.
Sebagai contoh cerita saya sewaktu SMA, saya pernah melihat seorang pria usianya sekitar 25 tahun dengan postur badan kurus dan tidak terlalu tinggi, bisa saya tebak 160 cm. dia adalah wartawan, saya tahu karena saya sempat melihat sepintas kartu identitasnya di kalungkan terhalang di antara baju dan jaket kulit hitam yang ia kenakan, kalau tidak salah namanya Rendi W dan bekerja di Kantor Radar Bogor jln. Raya Yasmin, Bogor Barat, Kota Bogor. Saya rasa dia sedang istirahat siang sekitar pukul 13.00 WIB, keluar mencari kopi atau sekedar merokok di warung kecil yang tidak jauh dari kantornya. Saya bersama kedua teman saya biasa singgah di warung kecil ini untuk sekedar membeli minum atau memesan makanan kecil sambil ngobrol saat sepulang sekolah, saat itu saya bersekolah di SMA Negeri 10 Bogor tidak jauh dari tempat itu. Saya berada di sebrang tempatnya duduk di bangku panjang sekitar 2 meter dari tempat saya duduk.
Sebelumnya, saya memperhatikan dia bersama seorang pria gemuk hitam dan berambut hampir botak sedang sibuk memberesi bungkusan di tas kecilnya diatas meja warung sambil berbincang mengenai bisnis. Dari caranya wartawan itu berbicara seperti sedang bertanya mengintrogasi secara tidak langsung kepada pria gemuk tersebut. Saya tahu wartawan itu penasaran sebenarnya apa yang ada di dalam bungkusan itu. Saya pun kurang jelas melihatnya karena pria gemuk itu begitu cepatnya memberesinya, seperti bungkusan plastik kecil yang isinya kalo tidak salah serbuk putih. Pikiran saya langsung memanipulasi keadaan bahwa mungkinkah itu narkoba? Saya rasa wartawan itu sudah curiga ketika berbincang dengan pria gemuk itu. Pria gemuk itu seperti membantah perlahan perkataan wartawan itu karena terus saja berbicara seolah-olah ingin tahu apa yang dilakukan pria gemuk tersebut. Walau masih dalam batas wajar pria gemuk itu menahan kekhawatirannya. Hingga kecurigaan wartawan itu telah sampai pada titik tertinggi dan menanyakan hal yang mungkin terlalu cepat di lontarkan kepada pria gemuk itu.
“maaf pak, apa itu narkoba?” cetus wartawan itu sambil membuka bungkusan yang dari tadi menjadi pusat kecurigaan tersebut.
“urusan apa anda ini?, anda tidak perlu tahu apa ini. “ pria gemuk itu benar merasa khawatir dan cepat mengikat bungkusan itu dan memasukannya kedalam tas.
“kenapa pak, kok gugup begitu? Saya hanya bertanya kalo bukan kan tidak perlu disembunyikan begitu” wartawan itu mulai tidak sabar.
“saya tidak kenal anda ini, jangan mencari masalah dengan saya, atau tahu akibatnya” pria gemuk itu mengancamnya.
“saya hanya sekedar ingin tahu saja, bukan mencampuri urusan bapak”
Lalu pria gemuk itu melihat identitas wartawan itu yang akhirnya dia tahu bahwa orang didepannya itu seorang wartawan. Tanpa basa-basi pria gemuk itu menarik kerah baju wartawan itu dan merasa tidak aman.
“oh ternyata kau ini wartawan, brengsekk kau ingin mencurgai saya pengedar narkoba ?” pria gemuk itu semakin emosi seperti menutupi agar topengnya tidak ketahuan.
“tidak, tidak” wartawan itu hampir di tonjok oleh pria gemuk itu. Lalu pemilik warung cepat melerai mereka.
“awas kau” pria gemuk itu melotot kepada wartawan itu dengan meninggalkan tempat warung itu dengan membawa bungkusan hitam tadi.
            Hampir saja wartawan itu ditonjoknya. Semua orang di sekitar kami terfokus pada kejadian itu. Saya pun sempat kaget kalo benar benar terjadi pada wartawan itu. Saya rasa wartawan itu terlalu ceroboh atau kurang siaga dalam menutupi identitasnya. Ia tahu bahwa di bungkusan tadi itu narkoba dan ia tidak sabar ingin membuktikannya langsung. Ia terlalu to the point sehingga pria gemuk tadi merasa ia sedang di introgasi. Beruntung ia tidak di pukul pria gemuk itu. Tapi jika terjadi tidak hanya sakit, tapi berita yang seharusnya didapat malah tidak mendapat apa-apa malah mengancam kepada keselamatan hidupnya. Dan itu contoh wartawan yang kurang sigap dalam mencari berita dari seorang narasumber. Dan sampai sekarang saya masih curiga apa sebenarnya bungkusan tersebut??.
            Melihat cerita tadi, saya mendapat pengalaman bahwa jika suatu saat saya menjadi seorang wartawan saya harus mempunyai strategi dan persiapan yang matang sebelum terjun kelapangan. Apa persiapan yang harus dilakukan, bagaimana memulai perbincangan dengan narasumber agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi. Dan harus mempunyai gaya berbicara yang menarik dan bersahabat dengan narasumber. Menyamar yang berpengalaman agar privasi kita tidak dengan mudah di kenali narasumber yang bermasalah. menjadi wartawan tidak boleh terburu-buru dan harus tetap berkomitmen serta berprinsip. Selalu berhati hati dengan menggunakan gaya perbincangan yang mungkin membocorkan rahasia perusahaan. Menjadi wartawan itu harus bisa beradaptasi dengan setiap gaya kehidupan dan selalu berhasil membawa berita yang berkualitas untuk selanjutnya ditulis dan dipublikasikan kepada khalayak.
            Ketika saya menjadi jurnalis, hal pertama yang akan saya lakukan adalah mencari dan menemukan berita atau informasi dari sebuah kejadian/peristiwa, acara penting, ataupun even-event yang tengah marak di kalangan masyarakat sekitar. Sebelumnya mempersiapkan fisik dan mental serta persiapan lain agar ketika berada di lapangan selalu sigap dalam kondisi apapun. Lalu selalu siap menghadapi resiko apapun bahkan meminimalisir resiko besar menjadi sebuah peluang untuk mendapatkan berita. Selalu melakukan pendekatan terhadap berita yang menjadi target saya ketika mendapatkan ruang yang bebas untuk bergerak. Mempunyai jiwa bersaing dan aktif agar berita yang luarbiasa selalu menjadi target saya ketika berhadapan dengan jurnalis lainnya. Dan tidak lupa untuk sedikit memberikan hal menarik agar narasumber yang saya ajak berbincang merasa nyaman dan mudah memberikan informasi.
            Bersikaplah menjadi orang biasa ketika mengali berita bagus dan teraktual, bekerja profesional, berkomitmen, dan sabar. Tetapi selalu siaga untuk selalu menunggu berita tersebut datang kepada kita. Menjadi orang biasa bukan berarti angin yang hanya lewat, tetapi sebuah strategi dan rencana (planning) untuk kemudian jiwa sang jurnalisnya bermain. Contohnya saya bisa menyamar menjadi orang yang biasa yang tidak tahu apa-apa, seolah menjadi seorang penonton yang hanya diam. Maka ketika saya menghadapi orang atau hal yang menjadi maintarget berita yang sulit diburu oleh wartawan lain, saya bisa bertindak untuk mencuri berita tersebut tanpa diketahui oleh pihak yang mungkin berbahaya. Memanfaatkan segala kesempatan untuk bisa mengungkap berita atau peristiwa tersebut yang telah direncanakan oleh saya sebelumnya. Sekaligus membantu pihak kepolisian jika kasus tersebut mungkin menjadi permasalahan yang tengah dihadapi.
            Setelah segala sesuatu yang berkaitan dengan pencarian berita tersebut didapat, maka selanjutnya saya sebagai jurnalis siap menjadi penulis yang akan menuliskan rangkaian berita atau informasi berdasarkan fakta yang telah saya dapatkan. Kemudian menuangkannya apa yang menjadi fakta yang tidak bisa diungkapkan oleh media itu saya ungkapkan melalui media itu juga. Tidak lupa dengan teknik dan cara penulisan seorang jurnalis dengan menggunakan rumus unsur 5W + 1H dan pengolahan kata yang tepat agar bisa diterima di media. Lalu mempublikasikan berita yang telah ditulis dan diolah kepada masyarakat atau pembaca. Maka disitu saya mulai belajar untuk menjadi jurnalis sekaligus penulis yang siap untuk terjun ke dunia jurnalistik.
            Pesan bagi para jurnalis khususnya pemula (beginner) adalah jangan pernah menganggap bahwa setiap berita atau perkara itu benar sebelum bisa membuktikan sendiri kebenarannya. Berita yang didapat tanpa adanya fakta dan sumber yang jelas hanyalah isu belaka yang tak layak untuk dijadikan berita. Karena berita yang benar-benar berkualitas adalah berita yang langsung dari kita yang mencari, mendapatkan, menulis, mengolah, dan mempublikasikan secara sistematik apa yang sebenarnya terjadi itu dapat diterima oleh masyarakat. Seorang jurnalis yang profesional adalah mereka yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang mereka dapatkan. Bahkan karya yang kita anggap hebat pun belum tentu mereka anggap yang terbaik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar