Sabtu, 10 Mei 2014

Suara-suara yang Tersembunyi di Malam Hari


Berdiam di tengah-tengah malam rasanya diapit oleh dua kegelapan yang datang perlahan. Bukan seperti lembayung atau yang biasa kita bilang senja. Ini lebih terasa hening seketika kemudian terdengar suara-suara kecil yang semakin lama semakin jelas terdengar di telinga. Ini bukan malam sungguhan, hanya peralihan dari senja menuju gelap gulita dan ini berada diantaranya.
          Kesunyian itu sesuatu yang hening, tak ada suara selain kecil-kecil berbisik di antara persembunyian. Biasanya bersembunyi dari malam satu ke malam lainnya. Tak terlihat tapi bisa didengar. Kapan mereka berhenti, tak ada yang tahu bahkan malam pun tak bisa menghentikannya.

-  I.        Bisikan jangkrik

Ada suara yang menakutkan di malam hari. Suara itu berulang-ulang dan jika didengarkan secara khidmat itu benar-benar tak ada hentinya. Coba dihitung satu kali, dua kali, tiga, empat, itu lebih. Kau bingung mendengarnya, akupun demikian. Ini seperti mistis saja.
Mereka bersembunyi diantara gelap dan sunyi. Hanya sebatas malam tak sampai menjelang fajar. Pernah mendengar jangkrik berbisik? Malam itu kau mendengarkannya. Kau telusuri suara yang berulang-ulang mengganggu malammu. Hingga kau tak pernah menemukannya. Mereka sebenarnya menggelar konser bersama kawan malam lainnya di panggung ilalang yang tergoyang angin malam menari-nari dan berdendang seperti putri panggung penghias malam.
Suara macam apa yang terdengar di antara kesunyian. Kau pasti sering mendengarnya. Tapi kau pura-pura tidak mendengarnya seakan suara itu benar benar tiada. Kau tahu tapi kau hiraukan. Kau biarkan mereka berdendang sesukanya, dan kau hanya bisa menyaksikannya seperti bait lagu kenangan yang terkadang terngiang di telingamu. Itu lagu kita dulu saat kau masih bersamaku. Setiap malam kau mendengarkannya hingga kau hapal setiap lirik nadanya. Itu persis seperti dendangan bisikan jangkrik yang kini kau dengarkan.
Kau membayangkan saat suara itu menyusup di antara celah malam. Sama seperti apa yang dulu kau dengarkan. Suara petikan gitarmu selaras dengan nada yang kau lantunkan seolah mereka yang berdendang dan kau yang memainkan musiknya. Kurasa kau rindu akan kebersamaan dengan ku, dan aku berpesan lewat bisikan mereka bahwa aku juga demikian.

Sebagai jangkrik, entah mengapa aku dihadirkan dalam kisah cinta mereka. Aku tidak mengerti kisah asmara para kawula muda itu. Aku ini hanya jangkrik tua yang tak muda lagi bahkan suaraku tak semerdu dulu. Tugasku hanya menunggu malam ini berganti esok hari bukan kau bilang aku ini menakuti makhluk malam. Aku bersama kawan-kawan jangkrik lain berbisik, bukan, sebenarnya kami bernyanyi, mereka saja yang tidak tahu nyanyian jangkrik…

II.   Gerimis Malam

      Ada saatnya rintikan kecil yang kau sebut gerimis itu tiba-tiba saja datang. Saat telinga yang samar mendengar lirih mereka dan mata yang tertipu oleh basahan embun kaca. Perlahan hadir di tengah-tengah malam.
        Pernah terpikir gerimis datang di suatu malam? Kau penasaran akan hal itu. Mengapa jendela kamarmu tampak begitu buram? Dari mana asal embun-embun itu? kau baru saja menyadarinya. Gerimis itu membuat matamu tertipu. Mereka menciptakan suhu yang begitu dingin oleh tetesan kecil. Kau tidak bisa melihat mereka berjatuhan karena mereka sedang bersembunyi di malam yang gelap. Hanya dengan sorotan lampu jalan saja yang tampak sekumpulan rintikan kecil itu bersembunyi dan membuat apapun yang disentuhnya menjadi basah.
      Mereka seperti penipu yang selalu membuatmu tertipu. Dan mereka mencoba menipumu lagi, tapi kini kau lebih pintar dari mereka. Kau mendengarkan dengan khidmat rintikan itu dari genting asbes di kamarmu yang kau tau itu suara mereka menjatuhkan rintikan kecil yang hampir tidak terdengar.
        Sekali lagi kau membayangkan suara itu memanipulasi malammu. Tapi kau malah lebih acuh, kau menganggap mereka seperti paduan suara dengan nada tinggi kemudian rendah lalu hilang dan ada lagi begitu seterusnya. Itu beraturan sekali, mungkin hingga gerimis itu selesai mereka membuat sebuah lagu, atau album mungkin? Itu masih menjadi rahasia mereka.
       Tapi kau tidak bisa merahasiakannya dari mereka, mereka tahu ketika kau memilih payung lain dan ketika pada saat yang sama kau acuhkan payungku. Kau membuatnya basah seutuhnya hingga aku tak kuasa melihat kau bersama payung lain. Kini aku tahu mengapa mereka melarangmu untuk pergi. Karena kau tak hanya diam-diam pergi dariku, dari mereka juga. Makanya kenapa mereka diam-diam datang dan pergi malam itu tanpa terdengar olehmu.
         
          Sebagai gerimis, tak hanya siang, pagi, ataupun sore hari, aku juga hadir di malam hari. Bukan untuk nongkrong dan mengintip kisah mereka tadi, atau menebar pesona di malam hari? Tidak, aku hanya singgah sebentar kemudian pergi lagi. Aku bukannya diam-diam datang dan pergi seperti pencuri atau penipu yang mereka pikir, tapi aku tak ingin membangunkan tidur mereka dan menghentikan mimpi mereka yang indah…

-      III.  Katak bernyanyi

Kurasa gerimis tadi telah memengaruhi suasana malam. Mereka seperti luka, yang datang dan memberi bekas. Mereka menghadirkan para musisi-musisi malam yang bersenandung tanpa banyak yang tahu mendengarkan nyanyian mereka. Bagi mereka ini adalah sarana untuk bakat-bakat mereka. Tapi kau menyebutnya itu “membosankan”. Sama ketika kau mendengar nyanyianku dulu.
Pernah mendengar katak bernyanyi? Kau seperti aneh mendengar pertanyaan itu. Kau menganggapnya itu hanya suara katak biasa yang datar tanpa ada tangga nada naik-turunnya. Sebenarnya katak memang pernah bernyanyi, tapi hanya pada malam hari. Dan tak banyak orang tahu. Entah mengapa mereka selalu bernyanyi saat setelah datang hujan. Mungkin karena suara mereka tak semerdu suara mu.
Kau pernah mendengarnya, tapi kau tak pernah melihatnya. Kurasa katak-katak itu malu, atau mungkin mereka takut saat kau menjadi juri dari audisi mereka dan kau lagi-lagi berkata “membosankan”. Apa setiap pertemuanku bersamamu kau selalu bilang itu “membosankan”? Tidakkah kau merindukan saat bertemu denganku? Jangan bilang karena itu membuatmu menyesal. Ketika kau bilang padaku “kau ini membuatku bosan”, lalu ketika aku tiada bersamamu kau bilang “kau membuatku rindu”.
Kau bilang nyanyian katak itu membosankan. Tapi kau menikmati nyanyiannya. Hingga kau tersenyum-senyum sendiri, membayangkan aku pernah bernyanyi untukmu. Sebuah lagu yang tak pernah membuatmu bosan. Sebuah lagu yang mengingatkanmu akan diriku yang dulu. Dulu dan sekarang sama saja. Apa itu membosankan?


Sebagai Katak, aku ini bukan penyanyi seperti apa yang mereka pikirkan. Aku bahkan tak bisa bernyanyi. Kalau saja aku bisa bernyanyi, aku pasti sudah mengikuti audisi dan menjadi penyanyi. Aku hanya seekor katak, kami semua seekor katak, tidak lebih. Jangan kau anggap suara aku ini merdu. Itu karena kau sedang jatuh cinta saja. Makanya kau menganggapku bisa bernyanyi. Kalau urusan hujan, itu karena aku menyukainya. Katak itu selalu bermain dan bersembunyi di antara hujan dan malam. Kami hanya bermain di malam hari, bukan bernyanyi. Karena aku hanyalah katak, bukan kekasihmu yang membosankan itu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar