Kamis, 13 September 2018

Kisah-kisah yang Hilang dalam Memori : #3 - Dia

             Dia adalah entitas yang tak pernah ingin aku temui di dalam kata-kata.


            Aku ingin pulang ke rumah lalu membuka diary dimana kamu pernah bersemayam cukup lama di sana. Meski pada akhirnya, semua hanya menjadi debu-debu.
            Aku membuka diary.
            Aku cukup rindu saat melakukan pencarian kamu kemana-mana. Bahkan ketika aku pulang dan menemukan diary yang sudah nyaris tak berbentuk diary lagi. Kata-kata di sana, goresan pena, dan bercak-bercak memberitahukan semuanya kepadaku. Meski kamu pernah bersemayam di sana, kamu tak lagi menjadi kenangan atau hadiah masa lalu. Ada sosok yang membuatnya berubah, dia.

            Ketidaksepakatanku perihal “dia.”
            Jujur rasanya aku sama sekali tak ingin menceritakan hal ini dalam bentuk cerita, kisah, syair, atau apapun. Semua hal berbau dia rasanya membuat gairahku lenyap begitu saja. Kalau bukan karena kamu, sebenarnya aku tak ingin membahas dia. Aku tak ingin dia berada dalam jejak penjelahanku mencari kamu.
            Bagaimanapun tidak ada kesepakatan saat kamu tak lagi bersamaku, kamu memilih bersama dia. Aku tahu kamu dulu tidak pernah berpikiran seperti itu, kita sama-sama tidak sepakat akan kehadiran dia. Kita sama-sama tidak ingin ada orang lain di antara kita. Namun, mungkin sekarang lain cerita ketika kamu tiba-tiba saja menghilang.
            Dia adalah salah satu alasan aku kehilangan kamu.
            Ada sesuatu yang membisikan ke telingaku bahwa kamu berada di tempat dia berada. Kamu tahu, rasanya aku tak ingin percaya begitu saja saat ada kabar burung yang mengabarkan berita seperti itu. Aku yakin padamu, kamu tidak mungkin mengkhianati kesepakatan kita.
            Ketika kita biasa makan ketoprak depan sekolah dulu, aku melihat kamu bahagia. Namun, semua itu tiba-tiba saja lenyap, saat dia datang dan mengajakmu makan di resto mewah. Kamu menuruti dia, seolah-olah kamu dibius untuk menuruti perkataannya. Kamu pergi bersamanya, kamu meninggalkan aku bersama sepiring ketoprak yang tak habis.
            Esoknya aku mentraktir kamu ketoprak setengah harga lagi, namun kamu bilang, “Maaf ya, kayanya aku gak makan ketoprak lagi.”
            “Kenapa? Kali ini aku bisa traktir kamu satu porsi kok.”
            “Bukan seperti itu, maksudku.. sudahlah.”
            Aku tidak melihat kamu seperti biasanya. Semenjak dia sering mengajakmu, kamu perlahan menjauh dari ku. Sebenarnya, aku tidak keberatan jika ada dia bersamamu. Tapi akan sangat membuatku sedih jika pada akhirnya aku kehilangan kamu.
            Aku melihat kamu dari hari ke hari, memiliki sikap yang aku tidak kenal. Sikap itu yang selalu tidak menyukaiku. Sikapmu yang sangat baik padaku, kini dia yang mendapatkannya.
            Aku melihat kamu untuk kali terakhir, sebelum kamu menghilang.
            Kamu ingin aku jangan menemuimu lagi. Kamu bilang, tak ada lagi pulang bersama, tak ada lagi makan ketoprak, tak ada lagi menjahili pak satpam, tak ada lagi jajan di saat jam kelas, dan tak ada lagi cerita tentang rintik hujan.
            Dia sudah menggantikan posisi aku bersama kamu. Posisi yang kamu anggap lebih baik dia yang berada bersamamu daripada aku. Dia yang akan mendengarkan keluh kesah ceritamu, cerita Harry Potter atau puisi-puisi Sapardi. Kamu tak ingin lagi bercerita semua itu kepadaku, mungkin aku terlalu membosankan.
            Aku selalu bertanya kepadamu alasan kenapa kamu ingin bersama dia saat itu daripada aku? Aku tak mendengar sepatah kata keluar dari mulutmu. Hal yang tak ingin aku dengar adalah, dia yang menjawab pertanyaanku.
“Aku lebih baik daripada kamu dan aku lebih pantas bersama dia daripada kamu.”
            Demi apapun aku tak pernah sudi berbicara dengan orang yang telah membuatmu pergi dariku. Rasanya ingin ku tonjok mulutnya itu agar separuh giginya rontok, atau setidaknya agar tidak berkata seperti itu lagi.
            Aku tidak habis pikir bagaimana orang seperti dia lebih kamu bela daripada aku. Mungkin dari situ aku sadar, harusnya memang aku tak bersama kamu.
            Tapi, bagaimana bisa? Rasa cinta kepadamu sudah tertanam jauh sebelum kehadiran dia di antara kita. Bahkan saat ini kamu hilangpun aku masih mencarimu. Di tempat-tempat yang aku tak kenal sekalipun, aku sanggup menjelajahinya.
            Dia bukan hanya orang ketiga.
            Orang yang menyebabkan kamu hilang dan aku orang yang paling sedih saat kehilangan kamu. Aku takut kamu tak lagi berada di Bumi. Semesta sudah menyembunyikan kamu dari ku. Mereka semua membutakanku akan pencarian kamu. Namun aku tak pernah putus asa, sesuatu memberiku semangat bahwa aku harus bertahan.
            Bagaimana caranya aku bisa memaafkan orang seperti dia? Sudah menghancurkan kesenangan aku bersama kamu, membuat kamu hilang, sekarang dia tak peduli atas perbuatannya. Untuk saat ini mencari kamu lebih penting daripada mengurusi orang macam dia. Biar saja, semesta mengirimnya ke planet Mars, agar tahu diri, dan merasakan hidup seorang diri tanpa ada orang lain.
            Dia bilang, kamu tak lagi mencintaiku seperti dulu.
            Aku sudah pernah bilang, apapun yang dia bicarakan aku tidak pernah ingin mendengarnya. Aku tidak khawatir saat dia bilang seperti itu. Bagiku itu hanya omongan orang pengecut yang tak pernah mengerti arti perjuangan cinta. Yang aku khawatirkan adalah kata-kata itu kamu ucapkan sendiri kepadaku.
            Kamu singgah di tempat yang aku tak kenal.
            Ketika dalam pencarianmu, aku sempat mengenalimu lewat sesuatu, yaitu dia. Bagaimana bisa aku menemuimu di tempat kisah-kisah keseharian dia. Jika aku kesana, sama saja aku bunuh diri, kata-kata di sana dipastikan akan membenciku dan mengusirku. Dia tak membiarkanku mengunjungimu di dalam kesehariannya. Aku juga tak membiarkanmu berada cukup lama di sana.
            Di sana bukan tempatmu, kamu akan tersakiti jika berada terus menerus di kehidupannya. Itu adalah hal yang lagi-lagi tak ingin aku saksikan setelah aku kehilangan kamu. Lantas bagaimana caraku menyelamatkanmu?
            Aku ingin menyelamatkan kamu dari dia.
            Jika tugasku sekarang adalah pengumpul dan penjelajah kata-kata, aku akan pergi menelusuri kamus-kamus dan ensiklopedia untuk menghilangkan segala macam yang berhubungan dengan dia, he, him, atau dia dalam bahasa apapun. Karena selama dia masih ada di antara kehidupan kamu, aku tidak akan bisa menemukan kamu.
            Bahkan novel-novel yang pernah kamu ceritakan kepadanya akan ku jelajahi. Meski kamu belum sepenuhnya aku temukan aku ingin memastikan kamu dalam keadaan baik-baik saja.
            Kamu sakit.
            Aku adalah entitas pertama yang akan menemuimu ketika mendengar kamu sedang sakit.  Aku sempat sedih saat aku tahu orangtuamu malah memberitahu dia daripada aku. Dan kenapa aku harus mendengar kabar kamu sakit dari orang lain.
            Dia memberimu banyak hadiah ketika kamu sakit, buah-buahan, makanan, kue, dan lain-lain. Aku hanya bisa memberimu setangkai bunga. Ya aku tahu, itu pun kamu tidak menyukai bunga. Tapi kamu pernah berkata kepadaku bahwa aku tak perlu membawa apa-apa ketika kamu sakit. Kehadiran diriku sudah cukup membuat kamu senang.
            Kardus kenangan.
            Kamu memberikan hadiah-hadiah yang dulu pernah aku berikan kepadamu. Foto-foto kita dan boneka beruang kecil yang aku dapatkan saat di pasar malam. Semuanya kamu berikan kepadaku dalam kardus coklat yang kusam. Kamu ingin aku membawanya dan jangan pernah diberikan lagi padamu. Kamu tahu rasanya barang-barang itu menangis, mereka basah. Aku membawanya pulang di bawah guyuran hujan.
            Aku tidak pulang ke rumah saat itu. Aku berdiam diri di depan sungai di bawah jembatan. Tadinya aku ingin menghanyutkan kardus itu. Namun rasanya hatiku tak merelakannya. Akhirnya kardus itu aku letakan di sudut kamarku bersama tumpukan bunga yang sudah layu. Entah kardus itu dibuka lagi atau akan dibuang begitu saja. Karena tak lama lagi aku akan pindah rumah. Aku tak tega untuk membuang semuanya, biarkan rumah itu menyimpan kenangan saat aku pernah dengan cukup lama berdampingan denganmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar