Bagaimana jadinya jika sebuah
insiden berhubungan dengan rumor dan mitos yang beredar di masyarakat?
Mitos.
Percayakah anda terhadap mitos atau
cerita takhayul?
Percaya atau tidak, bagi saya tidak
jadi masalah. Justru pertanyaan tersebut malah membuat saya penasaran dan
mencari sesuatu yang menarik. Jika Anda dituntut untuk menjawab pertanyaan
tersebut apakah Anda percaya, alasannya kenapa? Begitupun jika tidak percaya,
alasannya kenapa?
Saya tentunya tidak akan menjelaskan
rinci apa itu mitos, mitos adalah.. blablabla, definisi mitos, dan lain
sebagainya, karena pada umumnya Anda paham mitos itu sendiri. Namun, sebagai
pengantar mau tidak mau saya akan sedikit berpendapat mengenai mitos.
Ternyata, mitos itu awalnya adalah
sebuah ucapan dari mulut ke mulut. Ucapan tersebut lama kelamaan menjadi sebuah
cerita. Biasanya orang yang bercerita itu adalah orangtua jaman dulu tentang
sebuah kejadian atau hanya sekadar memberi peringatan kepada anak-anaknya untuk
tidak nakal atau mencegah hal buruk menimpa mereka. Seperti jangan bermain
petak umpet di waktu magrib, anak perawan jangan keluar malam-malam, jangan
berkata sompral di tempat asing, dsb.
Cerita yang disebarluaskan secara
lisan dan turun-temurun dari keluarga, tetangga, hingga masyarakat menjadikan
adanya aturan yang berbau peringatan atau biasa kita dengar “pamali”.
Cerita yang menyebarluas itu disebut
mitos atau cerita takhayul, cerita yang penemunya pertama kali tidak dikenal,
namun secara umum kita menganggap hal tersebut adalah sebuah cerita yang benar
ada dan terjadi.
Selanjutnya Anda akan merasa mitos
tersebut adalah sebuah kebenaran realita atau hanya karangan belaka? Mungkin
setiap orang memiliki pendapat yang berbeda dari masing-masing sudut pandang
dan argumen.
Hal yang membuat saya tertarik
tentang mitos adalah ingin membuktikannya sendiri dengan cara merumuskan
pertanyaan-pertanyaan yang akan menjawab kekeliruan saya. Salah satunya dengan
penelusuran di Pantai Sawarna.
Beberapa waktu lalu tepatnya di
akhir tahun 2017, saya berlibur ke daerah dataran rendah atau pantai, yakni
kawasan Pantai Laut Selatan Jawa Barat, tepatnya daerah Pelabuhan Ratu dan Desa
Sawarna, Bayah Banten. Meski bukan tujuan utama ke sana untuk meriset namun,
setidaknya berlibur sambil riset and development
adalah hal yang menarik untuk saya. “Sambil menyelam minum air.”
Lagoon Pari Island |
Saya sengaja mengajak keluarga dan
teman-teman komunitas saya untuk touring
menggunakan sepeda motor. Perjalanan yang jauh dan melelahkan tentunya, namun
karena kebersamaan, semua rasa lelah dan capek hilang seketika pada saat
istirahat.
Pantai Sawarna terkenal dengan
keindahan pantai dan batu karangnya. Kami mengunjungi beberapa spot pantai
selain di Pantai Pasir Putih Sawarna, yakni Pantai Lagoon Pari yang berada tidak
jauh dari Pantai Sawarna, namun akses masuknya cukup rumit dengan jalan yang sulit
dilalui sepeda motor. Keberadaan Lagoon Pari sangat terpencil dengan bentuk pantai
menyerupai cekungan ikan pari. Pantainya yang landai dan datar memungkinkan
pengunjung dapat bermain air dan ombak 10 hingga 15 meter dari bibir pantai. Tak
hanya itu, bentuk karang-karang yang unik yang merupakan habitat ikan-ikan
cantik bisa kita temui di sana.
Kolam unik di antara karang-karang |
Jika air surut kita bisa berendam
dan berenang di celah-celah karang yang indah yang diselimuti lumut dan rumput
laut. Jika Anda menyelam atau diving menggunakan
kacamata renang, Anda akan disuguhkan dengan pemandangan bawah laut yang
menakjubkan dengan kumpulan berbagai ikan cantik dan tanaman laut. Namun meski demikian
kita perlu berhati-hati dengan ombak yang kencang dan jelmaan binatang “bulu
babi” yang menempel di rongga karang.
Spot lainnya yaitu Pantai Karang Taraje,
dimana karangnya membentuk air terjun yang indah. Sedangkan Tanjung Layar
berada di sebelah kiri dari Pantai Pasir Putih Sawarna.
Nyi
Roro Kidul.
Sebelumnya saya mendengar cerita
mitos tentang “Ratu Pantai Selatan” entah dari mana awalnya saya mendengar
kata-kata itu, namun dari beberapa urban legenda dan kisah saat orangtua kakek
nenek bercerita dahulu tentang asal usul Pantai Laut Selatan. Dan ada beberapa
yang sempat dijadikan film atau video drama dahulu, tentunya bermau mistis dan
horor, seperti film series “Suzanna”.
Ratu Pantai Selatan atau biasa
disebut Nyi Roro Kidul oleh masyarakat lokal setempat adalah sebuah cerita
legenda yang berada di laut lepas semenanjung laut selatan Pulau Jawa. Sosok yang
diceritakan adalah seorang ratu jaman kerajaan dahulu yang menguasai daerah
selatan. Memiliki istana megah di bawah laut dan kereta kencana dengan pasukan
laut yang banyak. kebenaran tentang Ratu Pantai Selatan keberadaannya masih
membingungkan dan selalu dipertanyakan. Pasalnya masyarakat setempat yang sudah
lama menggantungkan hidupnya di laut selatan masih ragu akan cerita tersebut. hanya
petuah-petuah terdahulu yang memiliki indera ke-enam yang bisa melihat sosok
Ratu Pantai Selatan tersebut, itupun orang-orang yang memiliki ilmu kebatinan. Meski
demikian, cerita tersebut memuat masyarakat hanya mendengar sebelah telinga dan
mengganggap itu adalah sebuah mitos tidak lebih.
Rasa penasaran saya bertambah dengan
mencoba mencari tahu dan menanyakan sendiri kepada masyarakat setempat tentang
mitos tersebut. meski sebagian besar berkata tidak tahu, namun ada segelintir
masyarakat di pelosok Desa Sawarna, Lebak Banten yang mempercayai hal tersebut.
Saya sempat menanyakan sesuatu
kepada penduduk setempat.
“Kang, asli wargi bumi didieu?”
(Kang, asli penduduk sini?)
“Muhun kang.” (Iya kang)
“Tos lami pangintennya netepan
dipayuneun laut kieu?” (Sudah lama berarti ya tinggal di dekat pantai ini?)
Pantai Pasir Putih Sawarna |
Pukul 06.30 Saya duduk di beranda rumah saung
seperti warung kopi pinggir pantai, meneguk kopi hitam panas dan sebungkus
kacang kulit sambil memandangi laut dan pantai di pagi hari. Sebelumnya saya
berjalan-jalan kecil menyusuri pesisir pantai untuk sekedar bertemu dengan
udara pagi dan bercanda kecil dengan air laut.
Kang Parman, seorang laki-laki, saya
tebak umurnya 35 tahunan pemilik rumah saung kopi yang saya singgahi pagi itu. Dari
cara bicaranya Kang Parman adalah orang asli Banten dengan logat bahasa sunda
yang lemes. Saya memesan kopi dan
semangkuk mie instan untuk sekadar sarapan.
“Lumayan, kang. Dalapan taunan mah
aya. Da bumi mah caket dipengkeren dieu.” (lumayan, kang. Delapan tahun ada.
Rumah saya di belakang dekat sini) Ujar Kang Parman sambil memasak mie instan.
Saya menyeruput kopi panas, sesekali
saya mendengar deburan ombak yang menghantam batu karang. Memang jarak saung
Kang Parman sekitar lima meter dari bibir pantai. Cukup dekat.
“Wah lami oge nya, Kang. Emang sok
sepi kieu apa kumaha nya Kang? Nuju kulem keneh pangintennya isuk-isuk kieu,
haha. (Wah sudah lama juga ya, Kang.
Memang suka sepi seperti ini apa gimana kang? Apa masih tidur mungkin ya
pagi-pagi, haha.) candaan saya sebagai basa-basi.
Kang Parman tertawa kecil. Ia
membawakan semangkuk mie instan kepada saya, lalu duduk di sebelah saya sambil
mengopi hitam.
“Puguh kang, Sawarna mah kieu weh
disebut sepi da teu sepi tapi emang sakieu anu arameng unggal taun. Kiwari mah
tos seueur jalmi, teu cara bareto sepi teh nyaan keneh. Teu acan panginten
ngkin ge ngaleut seueur anu arameng ka dieu lamun tos caang mah.”
(Nah
itu dia, Sawarna ya seperti ini adanya disebut sepi juga engga tapi memang
pengunjung yang datang hanya segini tiap tahun. Sekarang sudah banyak
pengunjung, tidak seperti dulu benar-benar masih sepi. Belum mungkin nanti juga
orang-orang datang berkunjung jika hari sudah siang.)
Tiap masa liburan Pantai Laut
Selatan khususnya Pantai Sawarna ini ramai dikunjungi orang-orang beberapa
tahun terakhir. Sebelumnya pantai begitu sepi apalagi belum banyak warung kopi
pinggir pantai seperti milik Kang Parman, hal tersebut karena minat untuk pergi
ke pantai tersebut masih minim. Orang lain masih belum tahu ada pantai selatan
yang menjorok dan tersembunyi di antara Teluk Pelabuhan Ratu dan Taman Cagar
Alam Ujung Kulon.
Pantai Sawarna berada di kawasan
Selatan Provinsi Banten, Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak Banten, tepatnya di
desa Sawarna. Hal yang membuat pantai ini cukup terpencil karena akses yang
dilalui cukup jauh dan tak mudah. Kita harus melalui jalan yang panjang nan
berkelok kurang lebih 46 km dari Kawasan Pelabuhan Ratu. Meski Pantai Sawarna
memiliki keindahan dan pantainya yang eksotis, ada saja rumor yang tersimpan
dibalik keindahannya itu.
“Akang apal kana carita Ratu Kidul?”
(Apa Akang tahu cerita tentang Ratu Selatan)
“Ah eta mah, ngan dongeng wae kang.”
(Ah itu hanya cerita dongeng saja).
“Tiasa dicaritakeun kang mula na?”
(Bisa diceritakan kang, awanya?).
“Anu
abdi terang mah cek kolot baheula mah nya emang aya anu nungguan laut, tah
jalmi baheula teh masih keneh seueur anu namina “muja ka laut.” Kanggo nolak
bala jeng tumbal panginten.” (Yang saya tahu itu kata orangtua jaman dulu
memang ada penunggu laut, orang-orang sini dulunya masih banyak yang memuja ke
laut. Untuk menolak bencana dan tumbal korban laut). Ujar Kang Parman.
“Wah ari Kang Parman, percaya kana
kos kitu?” (Kalau Kang Parman percaya tentang cerita tersebut?)
“Abdi mah percaya teu percaya kang, komo
jaman kiwari masih keneh percaya kanu kawas kitu mah paur musyrik kang abdi
mah, Naudzubillah.” (Saya percaya gak percaya kang, apalagi jaman sekarang
masih percaya sama cerita seperti itu takut musyrik saya kang, Naudzubillah.)
Saya meneguk kopi yang nyaris habis.
Laut nampaknya mulai bersinar. Matahari menyoroti dari ufuk timur. Orang-orang
mulai berdatangan untuk bertemu dengan laut. Saya pun bergegas untuk menikmatinya.
Fenomena.
Bangkai ikan yang terdampar di pantai |
Ada beberapa hal yang tak lazim
terjadi di Pantai Sawarna. Sesuatu juga dirasa janggal ketika saya mengunjungi
pantai tersebut untuk beberapa hari. Saya mendapati beberapa bangkai ikan mulai
dari ukuran sekepal tangan hingga sebesar bayi terdampar di bibir pantai pada
pagi hari. Sontak membuat saya dan teman-teman terkejut atas apa yang kami
saksikan. Ikan yang mati terbawa arus ombak sewaktu malam hari air laut pasang
adalah jenis ikan yang bukan diburu oleh para nelayan. Jenis ikan seperti Anglefish, Botana/Blue Tang, Butterfly Fish,
dan Moorish.
Tebing-tebing pesisir pantai semakin
lama semakin terkikis. Hal ini tentu membuat dataran pantai semakin landai dan
kurangnya perlindungan dari hantaman ombak yang kapan saja bisa mengganas
ketika datang pasang.
Waktu pergantian pasang dan surut yang cepat
dan misterius di Tanjung Layar. Saya mendapati sepasang batu raksasa yang
berada di kawasan Tanjung Layar tepat berada di sebrang pantai. Berjarak
sekitar 20 meter dari bibir pantai membuat siapapun harus rela basah untuk
sampai di dekat batu tersebut. Anda mungkin akan merasakan perbedaan waktu surut
dan pasang yang unik dimana keadaan tersebut berganti tanpa kita sadari.
Tiba-tiba air surut hingga membuat akses menuju batu tersebut dapat dilalui
tanpa air. Namun dengan cepat angin dan ombak seketika membuat akses menuju
batu tersebut tergenangi air hingga satu meter. Hal tersebut sering terjadi
hampir setiap hari. Bahkan jika musim penghujan para pengunjung terpaksa tidak
bisa menuju batu tersebut untuk mengabadikan moment dengan kamera dan ponsel
mereka. ketinggian air bisa mencapai 2-3 meter.
Pasir yang terkikis ombak |
Tanjung Layar Sawarna |
Beberapa foto saya ambil di waktu
yang berbeda, salah satunya foto akses menuju sepasang batu tertutup air dan
foto lainnya ketika akses bisa dilalui orang. Saya pun sempat mengabadikan
moment untuk berfoto disana.
Batu Kembar saat air pasang |
Batu Kembar saat air surut |
Pohon
bakau dan pohon besar yang tumbuh di pinggir pantai keberadaannya cukup kritis,
karena tidak sedikit pengikisan akibat abrasi mengakibatkan akar dari pohon
rusak dan berisiko tumbang jika hal tersebut dibiarkan terus-menerus.
Akar pohon yang rusak karena abrasi |
Tentunya Dinas Pariwisata Pantai Selatan Jawa
barat dan Banten ini ikut andil dalam pelestarian dan pemeliharaan pantai agar
mengurangi kerusakan dan pencemaran yang kerap terjadi. Belum lama ini pantai
terdeteksi pencemaran air laut oleh bahan-bahan kimia yang mengakibatkan
beberapa spesies tanaman seperti rumput laut ada yang mati dan ikan yang
terdampar hingga di pesisir pantai. Meski belum ada laporan tentang isu
tersebut, dampak yang terasa oleh makhluk hidup dan lingkungan jelas terasa.
Mata
pencaharian penduduk Sawarna.
Para nelayan mengaku bahwa hasil tangkapan
pada bulan-bulan akhir di tahun 2017 ini menurun, mereka lebih banyak untuk
memancing ikan kecil di dekat karang dan mengambil bahan rumput laut yang
dirasa bisa menambah nilai jual perekonomian mereka. Karena itu salah satu
alasan kenapa para nelayan libur untuk menangkap ikan. Dan disayangkan, saya
tidak berhasil mewawancarai nelayan yang biasa melaut di laut Sawarna. Perahu
para nelayan pun tampak menganggur di tepi pantai. Orang warung kopi bilang,
mereka hanya bisa ditemui pada waktu malam hari pada saat hendak melaut.
Rumput laut sebagai pencaharian alternatif |
Beberapa orang di sana memanfaatkan
tanah pasir sebagai media untuk bercocok tanam karena katanya tanah yang
bercampur pasir laut cukup subur untuk menanam sayuran hijau. Tentunya para
petani disana berprofesi juga sebagai nelayan. Mengingat dulu para penduduk
Desa Sawarna lebih banyak memanfaatkan hasil alam dengan bekerja buruh ketibang
bekerja sebagai karyawan atau pekerja pabrik. Meskipun teknologi dan informasi
sekarang sudah sangat berkembang mereka masih tetap menekuni pekerjaan dengan
berbaur bersama laut.
Perahu nelayan yang digunakan untuk melaut |
Tak sedikit pula para nelayan yang
beralih profesi sebagai penyewa penginapan atau villa untuk para
pengunjung/wisatawan Pantai Sawarna. Dengan menyewakan kamar Villa di sana
mereka bisa mendapatkan penghasilan yang lumayan tercukupi ketibang mencari
ikan dan menjualnya ke pasar atau pemasok.
“Penginapan, a? Boleh silahkan !”
Penginapan |
Begitu mereka menawarkan dengan
mudah kepada setiap pengunjung yang berada dan hendak memasuki pintu wisata
Pantai Sawarna. Saat itu pun saya ditawarkan untuk menginap di salah satu
penginapan dekat pantai yang jaraknya tak begitu jauh sekitar 100 meter dari
pantai.
“Sabaraha kang, sadinten?” (Berapa
harga semalamnya, kang?”)
“Berhubung akang tos mesen ti
saencanan, ku abdi pasihan mirah. Mangga a ka lebet.” (Berhubung akang sudah
memesah sebelumnya, saya kasih harga murah. Silahkan masuk.)
Penginapan |
Sebelumnya kami memang pernah
menginap di tempat langganan kami. Mereka biasa menawarkan penginapan murah per-satu
hari satu malam mulai dari 250 ribu hingga satu juta tergantung kamar dan
besarnya penginapan. Dengan fasilitas yang cukup untuk kebutuhan kami seperti
memasak dan kopi yang telah tersedia untuk digunakan.
Tak heran jika kita mengunjungi
Pantai Sawarna akan banyak orang-orang lokal yang berebut menawarkan
penginapan, karena dengan cara seperti itu mereka bisa mendapatkan penghasilan
dari wisatawan yang datang.
Senja.
Saya akan sedikit melodrama tentang
senja.
Senja adalah sosok perempuan yang
menunggu namun pada akhirnya ditinggal oleh seseorang.
Itu perkataan teman saya yang
mengartikan senja sebagai bentuk kekecewaan kepada seseorang. Baiklah, setiap
orang memiliki persepsi berbeda mengenai senja. Senja itu indah dan cantik.
Senja itu ngangenin. Senja itu menawan. Senja itu bikin sedih dan kecewa. Senja
itu, macam-macam. Kenapa sih harus ada senja? Menurut Anda senja itu seperti
apa?
Senja di Pantai Pasir Putih Sawarna |
Bagi saya senja itu adalah
kesementaraan. Sesuatu.. baik itu indah, cantik, ngangenin, menawan, ataupun
kecewa, sama saja jika itu senja. Semuanya hanya sementara. Cantik sementara
dan kecewa sementara. Bagi saya yang sementara itu membuat misteri. Kita tidak
tahu bagaimana awalnya senja itu muncul, juga menghilang begitu saja.
Orang-orang lupa akan hal itu. mereka terlalu asik dengan semburat merah jingga
yang menghipnotis setiap mata yang memandangnya.
Laut Sawarna memiliki senja yang
menakjubkan juga misterius. Menakjubkannya Anda bisa lihat sendiri, dengan
sebuah visualisasi saya rasa sudah cukup menjelaskan semuanya. Misteriusnya,
seperti yang saya katakan, menghipnotis semua orang, mereka berbondong-bondong
berlarian menuju pantai dengan kamera dan gawai di tangan, menunggu kehadiran
senja, mereka senang, bahagia, mereka berteriak kepada lautan yang menghadirkan
senja di hadapan mereka. Mereka mengabadikannya dengan foto, namun setelah itu
mereka akan dikecewakan oleh senja.
Senja di Pantai Pasir Putih Sawarna |
Gimana rasanya ketika lagi
sayang-sayangnya, tiba-tiba ditinggal?
Itu kata teman saya lagi, Itulah
risikonya jika terlalu menyayangi senja. Saya sudah katakan, semua itu hanya
sementara. Ketika senja menghilang, mereka menyalahkan lautan dan semesta. Ketika
senja berganti malam, mereka semua pergi. Katanya malam tak seindah senja.
Bagamana mereka bisa membenci senja? Apa salah senja? Menurut saya mereka saja
yang terlalu baper.
Semua itu hanya perumpamaan saja.
Jangan pernah patah hati karena senja meski senja akan segera menghilang,
cintailah senja yang lain. Tak perlu khawatir senja akan datang lagi esok hari,
itupun jika ia berkenan.
Senja di Pantai Pasir Putih Sawarna |
Misteri.
Malam hari laut lebih ganas daripada
siang hari. Kita mungkin bisa mendengar aungan yang membuat bulu kuduk
merinding, dua kali lebih menakutkan dari aungan raja singa. Mereka bilang
monster-monster laut sedang berkeliaran mencari makan dalam gelap dan dinginnya
udara malam. Ombak terasa nyaring dan semakin mengebu, karang-karang di pesisir
pertanda mereka sedang mengadu diperaduan. Seharusnya orang-orang menjauh dari
bibir pantai karena pada nyatanya laut tampak menyeramkan di malam hari. Namun,
manusia terkadang mengesampingkan risiko dari murka laut.
Segelintir orang masih tampak
berkeliaran di malam hari, termasuk saya. Saya akui meski demikian, ada hal
yang menakjubkan yang bisa kita saksikan di pantai pada malam hari, yaitu
pemandangan langit yang terhampar di sekeliling mata manusia. Bintang-bintang
berhamburan dengan bulan sebagai raja langit di malam hari. Itulah suasana
malam hari Pantai Sawarna jika malam tidak hujan.
Apa yang dilakukan orang-orang?
Saya mendapati beberapa aktifitas
mereka. Orang dewasa khususnya anak muda dengan geng kawanan mereka menikmati
suasana indah pantai di malam tersebut. Mereka tampak nongkrong sambil
berbincang-bincang. Ada yang sedang makan malam (ngaliwet) di depan saung
beralaskan pasir halus. Hal yang tak asing lagi ditemukan di tempat gelap,
yaitu orang pacaran. Tak sedikit pula mereka yang berfoto di kegelapan.
Sesuatu yang tidak bisa mereka
temukan di kota. Pantai menjadi tempat yang pas untuk menghilangkan penat dan
berkumpul dengan keluarga maupun teman. Malam semakin malam, api unggun yang
mereka kelilingi mulai meredup oleh angin malam. Saya tak mendengar lagi ada
suara genjrengan gitar dan nyanyian anak rege. Malam yang sesungguhnya menjelma
di tengah-tengah mereka. orang-orang kembali ke penginapan, ke tenda dan saking
ngantuknya mereka terlelap di atas pasir.
Hal yang justru membuat saya semakin
penasaran. Inilah waktu tersepi yang saya saksikan di Pantai Sawarna. Sosok
aneh menjelma dari kejauhan. Saya rasa seseorang berjalan menuju laut, jika
pandangan saya benar ia tampak aneh. Rasa kantuk saya tiba-tiba menghilang. Jam
di ponsel saya menunjukan pukul dua belas malam dan nyaris masuk waktu pagi.
Saya mengikuti gerak-gerik orang tersebut. Ia membawa sesuatu di atas nampan
kecil, seperti bunga-bungaan—pandangan saya kurang jelas karena malam yang gelap tanpa
cahaya.
Ia mendekati laut yang ombaknya
menjinak. Diletakannya nampan tersebut dan dihanyutkannya ke atas permukaan
air. Ombak mengombang-ambingkan nampan tersebut. lalu seseorang itu pergi
menghilang. Sesuatu tampak mengganjal di kepala saya, ingin rasanya saya
menghampirinya dan berkata “Halo, anda sendang apa?” namun ketakutan saya
mengurungkan niat untuk melakukannya.
Seperti di cerita-cerita dongeng.
Seseorang membawa sesajen untuk dihanyutkan dan dipersembahkan kepada laut.
Orang-orang tua dulu beranggapan untuk menolak bala bencana. Atau
mengantisipasi terjadinya korban “dimakan laut.” Aneh-aneh saja orangtua jaman
dulu. Yang lebih lucu lagi menurut saya, mereka beralasan hal tersebut
dilakukan agar menyenangkan penunggu laut atau membuatnya agar tidak murka.
Penunggu
laut dan kerang.
Apa
yang mereka maksud penunggu laut itu, pria tua yang sedang mencari kerang
remis?
Mencari Ikan kecil dan kerang |
Kalau benar, saya bertemu dengan
pria tua itu di waktu sebelumnya. Apa anda tahu? Pria tua yang saya temui di
Pantai Sawarna itu pekerjaannya setiap hari adalah mencari kerang remis yang
menempel di sela-sela karang. Ia memiliki senjata kecil nan tajam, itu cukup
untuk mencukil kerang yang menempel di permukaan karang. Sebuah tas yang
terbuat dari bambu dan rotan yang dianyam sedemikan rupa agar menyerupai wadah
untuk membawa hasil tangkapan kerang.
“Nuju naon pak?” (sedang apa pak?)
Seharusnya saya tidak perlu
menanyakan hal yang saya sudah tahu, biarlah setidaknya ada basa basi untuk
membuka percakapan saat seseorang sibuk dengan yang ia kerjakan. Tentu pria tua
itu akan bilang.
“Eh, nuju ngala remis.” (sedang
mencari kerang)
“Bisaan ey si bapak ngalana, menang
seueur, pak?” (Bisaan si bapa mengambilnya, dapat banyak, pak?”
“Ah da babari jang, make ieu tah tinggal
dicongkelan weh.” (ah mudah itu nak, pakai alat ini tinggal dicukil saja).
Pria tua itu memperlihatkan skill nya dalam mengambil kerang. Saya
meminta untuk mencoba mencukil kerang tersebut. Pria tua itu memberi pinjam
alatnya—seperti parang dari besi panjang yang ujungnya meruncing
seperti tombak—kepada saya. Saya penasaran saya mencoba melakukan seperti
yang pria tua itu lakukan. Alhasil, susah sekali mencopot kerang yang menempel
di dinding karang. Meski saya mengerahkan tenaga saya, kerang itu malah hancur
remuk. Ternyata kerang tersebut meski menempel keras di karang, namun sangat
mudah hancur karena cangkangnya yang tak begitu keras.
Kerang yang saya sendiri tak tahu
spesiesnya itu banyak sekali ditemukan di karang-karang di perairan Sawarna.
Mereka bercangkang berwarna putih ke merah mudaan, berbentuk tak beraturan tak
seperti kerang pada umumnya. Ukurannya sebesar kelereng dan menjamur banyak di
dinding-dinding karang. Populasi terbanyak berada di bibir karang tebing yang ombaknya
sangat besar dan berbahaya. Saya rasa keberadaan mereka aman dari pria tua itu,
karena area yang sulit dijangkau dan berbahaya. Sangat berisiko.
“Susah nya pak, abdi mah teu tiasa
sigana. Jang dinaon biasana remis ieu teh, dimasak kitu?” (Susah ya Pak, saya
tidak biasa untuk mengambilnya. Buat apa biasanya kerang ini, dimasak?)
“Muhun, jang didahar nganggo lalap
biasana atawa masak biasa.” (iya, untuk dimakan dicampur sayur atau dimasak
biasa)
“Unggal poe pak, ngalaan remis kawas
kieu? Teu ngusep lauk atawa nu lian?” (Setiap hari pak mencari kerang seperti
ini? gak mancing atau yang lainnya?)
“Ari berang ngala remis, ari peuting
karak ngusep, jang” (kalau siang mencari kerang, kalau malam baru memancing).
Pria itu itu setiap harinya hampir
mengabiskan waktunya di laut dari pagi hingga malam hari. Siang hari ia lakukan
untuk mencari kerang, malam hari ia memancing, alasannya, karena memancing di
malam hari berpotensi mendapatkan ikan lebih banyak. ikan-ikan besar biasanya
nokturnal, mencari makan di malam hari.
Penalaran.
Dari beberapa hal yang saya temukan
saat saya berkunjung ke Panai Sawarna banyak memberikan saya pelajaran dan
pengalaman. Tentunya terkait mitos Pantai Selatan Jawa, dari cerita-cerita
leluhur yang ceritanya seperti hikayat petuah jaman dulu. Nyi Roro Kidul atau
Ratu Pantai Selatan dengan Istana di laut selatan, semuanya terasa
mengawang-awang di kepala saya. hal yang saya coba ungkap perlahan tidak
memberikan jawaban dari cerita tersebut.
Tentang fenomena, kondisi laut,
sesajen, sampai penunggu laut. Semuanya membuatnya saya tertawa kecil. Bukan,
karena lucu, tapi saya rasa ekspedisi saya yang abal-abal dan kurang
pengetahuan. Mitos dan pengetahuan rasional terlalu luas untuk dihubungkan, dan
saya kurang cukup bisa mempelajarinya dalam waktu singkat. Keduanya sama-sama
memiliki arah pandang yang berbeda, manusia cenderung condong ke salah satu dari
keduanya. Meski segelintir dari mereka mengarah percaya kepada mitos pantai
selatan, juga pengetahuan logika tentang alam.
Komunitas Aquaseed Goes To Sawarna 2017 |
Selama saya berada disana. Kurang
lebih tiga hari. Waktu yang sangat amat singkat untuk sebuah penelitian atau
ekspedisi. Namun dengan waktu segitu, saya memahami bahwa saya cenderung
berpikir ke arah pengetahuan logika. Bukan berarti saya tidak percaya tentang mitos
yang ada. Saya lebih percaya dengan apa yang saya dapati ketika saya bertemu
laut, pantai, ombak, karang, penunggu laut, dan yang lainnya. Kemudian
berinteraksi dengan mereka.
Setidaknya saya tahu bahwa fenomena
terjadi di Pantai Sawarna terjadi secara alamiah, saat alam, cuaca, iklim,
musim, angin laut, angin darat, dan makhluk hidup saling bersinggungan dan
berinteraksi, saya rasa itu wajar dan bisa diterima akal. Tentang kebiasaan
orang-orang saat ke pantai, yakni berlibur. Tidak ada hal aneh-aneh yang
menjadi tujuan mereka. Lalu penduduk yang menghabiskan waktunya di pesisir
pantai, bercerita tentang mitos dan legenda dulu, semata-mata hanya untuk
menarik perhatian orang-orang untuk mampir ke warung mereka dan memberi
setidaknya secangkir kopi hitam.
Begitupun saya, tujuan utama yaa
berlibur bersama keluarga dan teman-teman komunitas saya. Tujuan lainnya kenapa
saya meriset dan berekspedisi karena saya sedang menulis cerita panjang yang
berlatar di Pantai Selatan. Mungkin di waktu lain saya akan melanjutkan
ekspedisi ini agar saya bisa menghubungkan mitos dan pengetahuan logika tentang
Laut Pantai Selatan.
Bagaimana dengan Anda, apakah Anda memiliki alasan lain ketika ke Pantai selain yang saya sebutkan di atas?
Touring Motor di Cikidang |
Pantai Pelabuhan Ratu Karang hawu |
Tanjung Layar Sawarna |
Bagaimana dengan Anda, apakah Anda memiliki alasan lain ketika ke Pantai selain yang saya sebutkan di atas?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar