Selasa, 06 Maret 2018

Ekspedisi Pantai Laut Selatan

           Bagaimana jadinya jika sebuah insiden berhubungan dengan rumor dan mitos yang beredar di masyarakat?


            Mitos.

            Percayakah anda terhadap mitos atau cerita takhayul?

            Percaya atau tidak, bagi saya tidak jadi masalah. Justru pertanyaan tersebut malah membuat saya penasaran dan mencari sesuatu yang menarik. Jika Anda dituntut untuk menjawab pertanyaan tersebut apakah Anda percaya, alasannya kenapa? Begitupun jika tidak percaya, alasannya kenapa?

            Saya tentunya tidak akan menjelaskan rinci apa itu mitos, mitos adalah.. blablabla, definisi mitos, dan lain sebagainya, karena pada umumnya Anda paham mitos itu sendiri. Namun, sebagai pengantar mau tidak mau saya akan sedikit berpendapat mengenai mitos.

            Ternyata, mitos itu awalnya adalah sebuah ucapan dari mulut ke mulut. Ucapan tersebut lama kelamaan menjadi sebuah cerita. Biasanya orang yang bercerita itu adalah orangtua jaman dulu tentang sebuah kejadian atau hanya sekadar memberi peringatan kepada anak-anaknya untuk tidak nakal atau mencegah hal buruk menimpa mereka. Seperti jangan bermain petak umpet di waktu magrib, anak perawan jangan keluar malam-malam, jangan berkata sompral di tempat asing, dsb.

            Cerita yang disebarluaskan secara lisan dan turun-temurun dari keluarga, tetangga, hingga masyarakat menjadikan adanya aturan yang berbau peringatan atau biasa kita dengar “pamali”.

            Cerita yang menyebarluas itu disebut mitos atau cerita takhayul, cerita yang penemunya pertama kali tidak dikenal, namun secara umum kita menganggap hal tersebut adalah sebuah cerita yang benar ada dan terjadi.

            Selanjutnya Anda akan merasa mitos tersebut adalah sebuah kebenaran realita atau hanya karangan belaka? Mungkin setiap orang memiliki pendapat yang berbeda dari masing-masing sudut pandang dan argumen.

            Hal yang membuat saya tertarik tentang mitos adalah ingin membuktikannya sendiri dengan cara merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang akan menjawab kekeliruan saya. Salah satunya dengan penelusuran di Pantai Sawarna.



            Liburan.

            Beberapa waktu lalu tepatnya di akhir tahun 2017, saya berlibur ke daerah dataran rendah atau pantai, yakni kawasan Pantai Laut Selatan Jawa Barat, tepatnya daerah Pelabuhan Ratu dan Desa Sawarna, Bayah Banten. Meski bukan tujuan utama ke sana untuk meriset namun, setidaknya berlibur sambil riset and development adalah hal yang menarik untuk saya. “Sambil menyelam minum air.”
Lagoon Pari Island

           Saya sengaja mengajak keluarga dan teman-teman komunitas saya untuk touring menggunakan sepeda motor. Perjalanan yang jauh dan melelahkan tentunya, namun karena kebersamaan, semua rasa lelah dan capek hilang seketika pada saat istirahat.

            Pantai Sawarna terkenal dengan keindahan pantai dan batu karangnya. Kami mengunjungi beberapa spot pantai selain di Pantai Pasir Putih Sawarna, yakni Pantai Lagoon Pari yang berada tidak jauh dari Pantai Sawarna, namun akses masuknya cukup rumit dengan jalan yang sulit dilalui sepeda motor. Keberadaan Lagoon Pari sangat terpencil dengan bentuk pantai menyerupai cekungan ikan pari. Pantainya yang landai dan datar memungkinkan pengunjung dapat bermain air dan ombak 10 hingga 15 meter dari bibir pantai. Tak hanya itu, bentuk karang-karang yang unik yang merupakan habitat ikan-ikan cantik bisa kita temui di sana.

Kolam unik di antara karang-karang

            Jika air surut kita bisa berendam dan berenang di celah-celah karang yang indah yang diselimuti lumut dan rumput laut. Jika Anda menyelam atau diving menggunakan kacamata renang, Anda akan disuguhkan dengan pemandangan bawah laut yang menakjubkan dengan kumpulan berbagai ikan cantik dan tanaman laut. Namun meski demikian kita perlu berhati-hati dengan ombak yang kencang dan jelmaan binatang “bulu babi” yang menempel di rongga karang.

            Spot lainnya yaitu Pantai Karang Taraje, dimana karangnya membentuk air terjun yang indah. Sedangkan Tanjung Layar berada di sebelah kiri dari Pantai Pasir Putih Sawarna.

            Nyi Roro Kidul.

            Sebelumnya saya mendengar cerita mitos tentang “Ratu Pantai Selatan” entah dari mana awalnya saya mendengar kata-kata itu, namun dari beberapa urban legenda dan kisah saat orangtua kakek nenek bercerita dahulu tentang asal usul Pantai Laut Selatan. Dan ada beberapa yang sempat dijadikan film atau video drama dahulu, tentunya bermau mistis dan horor, seperti film series “Suzanna”.

            Ratu Pantai Selatan atau biasa disebut Nyi Roro Kidul oleh masyarakat lokal setempat adalah sebuah cerita legenda yang berada di laut lepas semenanjung laut selatan Pulau Jawa. Sosok yang diceritakan adalah seorang ratu jaman kerajaan dahulu yang menguasai daerah selatan. Memiliki istana megah di bawah laut dan kereta kencana dengan pasukan laut yang banyak. kebenaran tentang Ratu Pantai Selatan keberadaannya masih membingungkan dan selalu dipertanyakan. Pasalnya masyarakat setempat yang sudah lama menggantungkan hidupnya di laut selatan masih ragu akan cerita tersebut. hanya petuah-petuah terdahulu yang memiliki indera ke-enam yang bisa melihat sosok Ratu Pantai Selatan tersebut, itupun orang-orang yang memiliki ilmu kebatinan. Meski demikian, cerita tersebut memuat masyarakat hanya mendengar sebelah telinga dan mengganggap itu adalah sebuah mitos tidak lebih.

            Rasa penasaran saya bertambah dengan mencoba mencari tahu dan menanyakan sendiri kepada masyarakat setempat tentang mitos tersebut. meski sebagian besar berkata tidak tahu, namun ada segelintir masyarakat di pelosok Desa Sawarna, Lebak Banten yang mempercayai hal tersebut.

            Saya sempat menanyakan sesuatu kepada penduduk setempat.

            “Kang, asli wargi bumi didieu?” (Kang, asli penduduk sini?)

            “Muhun kang.” (Iya kang)

            “Tos lami pangintennya netepan dipayuneun laut kieu?” (Sudah lama berarti ya tinggal di dekat pantai ini?)

Pantai Pasir Putih Sawarna

          Pukul 06.30 Saya duduk di beranda rumah saung seperti warung kopi pinggir pantai, meneguk kopi hitam panas dan sebungkus kacang kulit sambil memandangi laut dan pantai di pagi hari. Sebelumnya saya berjalan-jalan kecil menyusuri pesisir pantai untuk sekedar bertemu dengan udara pagi dan bercanda kecil dengan air laut.

            Kang Parman, seorang laki-laki, saya tebak umurnya 35 tahunan pemilik rumah saung kopi yang saya singgahi pagi itu. Dari cara bicaranya Kang Parman adalah orang asli Banten dengan logat bahasa sunda yang lemes. Saya memesan kopi dan semangkuk mie instan untuk sekadar sarapan.

            “Lumayan, kang. Dalapan taunan mah aya. Da bumi mah caket dipengkeren dieu.” (lumayan, kang. Delapan tahun ada. Rumah saya di belakang dekat sini) Ujar Kang Parman sambil memasak mie instan.

            Saya menyeruput kopi panas, sesekali saya mendengar deburan ombak yang menghantam batu karang. Memang jarak saung Kang Parman sekitar lima meter dari bibir pantai. Cukup dekat.

            “Wah lami oge nya, Kang. Emang sok sepi kieu apa kumaha nya Kang? Nuju kulem keneh pangintennya isuk-isuk kieu, haha. (Wah sudah lama juga ya, Kang. Memang suka sepi seperti ini apa gimana kang? Apa masih tidur mungkin ya pagi-pagi, haha.) candaan saya sebagai basa-basi.

            Kang Parman tertawa kecil. Ia membawakan semangkuk mie instan kepada saya, lalu duduk di sebelah saya sambil mengopi hitam.

            “Puguh kang, Sawarna mah kieu weh disebut sepi da teu sepi tapi emang sakieu anu arameng unggal taun. Kiwari mah tos seueur jalmi, teu cara bareto sepi teh nyaan keneh. Teu acan panginten ngkin ge ngaleut seueur anu arameng ka dieu lamun tos caang mah.”

(Nah itu dia, Sawarna ya seperti ini adanya disebut sepi juga engga tapi memang pengunjung yang datang hanya segini tiap tahun. Sekarang sudah banyak pengunjung, tidak seperti dulu benar-benar masih sepi. Belum mungkin nanti juga orang-orang datang berkunjung jika hari sudah siang.)

            Tiap masa liburan Pantai Laut Selatan khususnya Pantai Sawarna ini ramai dikunjungi orang-orang beberapa tahun terakhir. Sebelumnya pantai begitu sepi apalagi belum banyak warung kopi pinggir pantai seperti milik Kang Parman, hal tersebut karena minat untuk pergi ke pantai tersebut masih minim. Orang lain masih belum tahu ada pantai selatan yang menjorok dan tersembunyi di antara Teluk Pelabuhan Ratu dan Taman Cagar Alam Ujung Kulon.     

            Pantai Sawarna berada di kawasan Selatan Provinsi Banten, Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak Banten, tepatnya di desa Sawarna. Hal yang membuat pantai ini cukup terpencil karena akses yang dilalui cukup jauh dan tak mudah. Kita harus melalui jalan yang panjang nan berkelok kurang lebih 46 km dari Kawasan Pelabuhan Ratu. Meski Pantai Sawarna memiliki keindahan dan pantainya yang eksotis, ada saja rumor yang tersimpan dibalik keindahannya itu.

            “Akang apal kana carita Ratu Kidul?” (Apa Akang tahu cerita tentang Ratu Selatan)

            “Ah eta mah, ngan dongeng wae kang.” (Ah itu hanya cerita dongeng saja).

            “Tiasa dicaritakeun kang mula na?” (Bisa diceritakan kang, awanya?).

            “Anu abdi terang mah cek kolot baheula mah nya emang aya anu nungguan laut, tah jalmi baheula teh masih keneh seueur anu namina “muja ka laut.” Kanggo nolak bala jeng tumbal panginten.” (Yang saya tahu itu kata orangtua jaman dulu memang ada penunggu laut, orang-orang sini dulunya masih banyak yang memuja ke laut. Untuk menolak bencana dan tumbal korban laut). Ujar Kang Parman.

            “Wah ari Kang Parman, percaya kana kos kitu?” (Kalau Kang Parman percaya tentang cerita tersebut?)

            “Abdi mah percaya teu percaya kang, komo jaman kiwari masih keneh percaya kanu kawas kitu mah paur musyrik kang abdi mah, Naudzubillah.” (Saya percaya gak percaya kang, apalagi jaman sekarang masih percaya sama cerita seperti itu takut musyrik saya kang, Naudzubillah.)

            Saya meneguk kopi yang nyaris habis. Laut nampaknya mulai bersinar. Matahari menyoroti dari ufuk timur. Orang-orang mulai berdatangan untuk bertemu dengan laut. Saya pun bergegas untuk menikmatinya.

            Fenomena.

Bangkai ikan yang terdampar di pantai
            Ada beberapa hal yang tak lazim terjadi di Pantai Sawarna. Sesuatu juga dirasa janggal ketika saya mengunjungi pantai tersebut untuk beberapa hari. Saya mendapati beberapa bangkai ikan mulai dari ukuran sekepal tangan hingga sebesar bayi terdampar di bibir pantai pada pagi hari. Sontak membuat saya dan teman-teman terkejut atas apa yang kami saksikan. Ikan yang mati terbawa arus ombak sewaktu malam hari air laut pasang adalah jenis ikan yang bukan diburu oleh para nelayan. Jenis ikan seperti Anglefish, Botana/Blue Tang, Butterfly Fish, dan Moorish.  

            Tebing-tebing pesisir pantai semakin lama semakin terkikis. Hal ini tentu membuat dataran pantai semakin landai dan kurangnya perlindungan dari hantaman ombak yang kapan saja bisa mengganas ketika datang pasang.

Pasir yang terkikis ombak
            Waktu pergantian pasang dan surut yang cepat dan misterius di Tanjung Layar. Saya mendapati sepasang batu raksasa yang berada di kawasan Tanjung Layar tepat berada di sebrang pantai. Berjarak sekitar 20 meter dari bibir pantai membuat siapapun harus rela basah untuk sampai di dekat batu tersebut. Anda mungkin akan merasakan perbedaan waktu surut dan pasang yang unik dimana keadaan tersebut berganti tanpa kita sadari. Tiba-tiba air surut hingga membuat akses menuju batu tersebut dapat dilalui tanpa air. Namun dengan cepat angin dan ombak seketika membuat akses menuju batu tersebut tergenangi air hingga satu meter. Hal tersebut sering terjadi hampir setiap hari. Bahkan jika musim penghujan para pengunjung terpaksa tidak bisa menuju batu tersebut untuk mengabadikan moment dengan kamera dan ponsel mereka. ketinggian air bisa mencapai 2-3 meter.

Tanjung Layar Sawarna



            Beberapa foto saya ambil di waktu yang berbeda, salah satunya foto akses menuju sepasang batu tertutup air dan foto lainnya ketika akses bisa dilalui orang. Saya pun sempat mengabadikan moment untuk berfoto disana.   

Batu Kembar saat air pasang
Batu Kembar saat air surut


Batu Kembar saat air surut

                        Pohon bakau dan pohon besar yang tumbuh di pinggir pantai keberadaannya cukup kritis, karena tidak sedikit pengikisan akibat abrasi mengakibatkan akar dari pohon rusak dan berisiko tumbang jika hal tersebut dibiarkan terus-menerus.

Akar pohon yang rusak karena abrasi

           Tentunya Dinas Pariwisata Pantai Selatan Jawa barat dan Banten ini ikut andil dalam pelestarian dan pemeliharaan pantai agar mengurangi kerusakan dan pencemaran yang kerap terjadi. Belum lama ini pantai terdeteksi pencemaran air laut oleh bahan-bahan kimia yang mengakibatkan beberapa spesies tanaman seperti rumput laut ada yang mati dan ikan yang terdampar hingga di pesisir pantai. Meski belum ada laporan tentang isu tersebut, dampak yang terasa oleh makhluk hidup dan lingkungan jelas terasa.

            Mata pencaharian penduduk Sawarna.

            Para nelayan mengaku bahwa hasil tangkapan pada bulan-bulan akhir di tahun 2017 ini menurun, mereka lebih banyak untuk memancing ikan kecil di dekat karang dan mengambil bahan rumput laut yang dirasa bisa menambah nilai jual perekonomian mereka. Karena itu salah satu alasan kenapa para nelayan libur untuk menangkap ikan. Dan disayangkan, saya tidak berhasil mewawancarai nelayan yang biasa melaut di laut Sawarna. Perahu para nelayan pun tampak menganggur di tepi pantai. Orang warung kopi bilang, mereka hanya bisa ditemui pada waktu malam hari pada saat hendak melaut.

Rumput laut sebagai pencaharian alternatif

            Beberapa orang di sana memanfaatkan tanah pasir sebagai media untuk bercocok tanam karena katanya tanah yang bercampur pasir laut cukup subur untuk menanam sayuran hijau. Tentunya para petani disana berprofesi juga sebagai nelayan. Mengingat dulu para penduduk Desa Sawarna lebih banyak memanfaatkan hasil alam dengan bekerja buruh ketibang bekerja sebagai karyawan atau pekerja pabrik. Meskipun teknologi dan informasi sekarang sudah sangat berkembang mereka masih tetap menekuni pekerjaan dengan berbaur bersama laut.
Perahu nelayan yang digunakan untuk melaut

            Tak sedikit pula para nelayan yang beralih profesi sebagai penyewa penginapan atau villa untuk para pengunjung/wisatawan Pantai Sawarna. Dengan menyewakan kamar Villa di sana mereka bisa mendapatkan penghasilan yang lumayan tercukupi ketibang mencari ikan dan menjualnya ke pasar atau pemasok.

            “Penginapan, a? Boleh silahkan !”


           
Penginapan

           Begitu mereka menawarkan dengan mudah kepada setiap pengunjung yang berada dan hendak memasuki pintu wisata Pantai Sawarna. Saat itu pun saya ditawarkan untuk menginap di salah satu penginapan dekat pantai yang jaraknya tak begitu jauh sekitar 100 meter dari pantai. 

            “Sabaraha kang, sadinten?” (Berapa harga semalamnya, kang?”)

            “Berhubung akang tos mesen ti saencanan, ku abdi pasihan mirah. Mangga a ka lebet.” (Berhubung akang sudah memesah sebelumnya, saya kasih harga murah. Silahkan masuk.)


Penginapan

        Sebelumnya kami memang pernah menginap di tempat langganan kami. Mereka biasa menawarkan penginapan murah per-satu hari satu malam mulai dari 250 ribu hingga satu juta tergantung kamar dan besarnya penginapan. Dengan fasilitas yang cukup untuk kebutuhan kami seperti memasak dan kopi yang telah tersedia untuk digunakan.


            Tak heran jika kita mengunjungi Pantai Sawarna akan banyak orang-orang lokal yang berebut menawarkan penginapan, karena dengan cara seperti itu mereka bisa mendapatkan penghasilan dari wisatawan yang datang.

            Senja.

            Saya akan sedikit melodrama tentang senja.

            Senja adalah sosok perempuan yang menunggu namun pada akhirnya ditinggal oleh seseorang.

            Itu perkataan teman saya yang mengartikan senja sebagai bentuk kekecewaan kepada seseorang. Baiklah, setiap orang memiliki persepsi berbeda mengenai senja. Senja itu indah dan cantik. Senja itu ngangenin. Senja itu menawan. Senja itu bikin sedih dan kecewa. Senja itu, macam-macam. Kenapa sih harus ada senja? Menurut Anda senja itu seperti apa?

          
Senja di Pantai Pasir Putih Sawarna
 
         Bagi saya senja itu adalah kesementaraan. Sesuatu.. baik itu indah, cantik, ngangenin, menawan, ataupun kecewa, sama saja jika itu senja. Semuanya hanya sementara. Cantik sementara dan kecewa sementara. Bagi saya yang sementara itu membuat misteri. Kita tidak tahu bagaimana awalnya senja itu muncul, juga menghilang begitu saja. Orang-orang lupa akan hal itu. mereka terlalu asik dengan semburat merah jingga yang menghipnotis setiap mata yang memandangnya.

            Laut Sawarna memiliki senja yang menakjubkan juga misterius. Menakjubkannya Anda bisa lihat sendiri, dengan sebuah visualisasi saya rasa sudah cukup menjelaskan semuanya. Misteriusnya, seperti yang saya katakan, menghipnotis semua orang, mereka berbondong-bondong berlarian menuju pantai dengan kamera dan gawai di tangan, menunggu kehadiran senja, mereka senang, bahagia, mereka berteriak kepada lautan yang menghadirkan senja di hadapan mereka. Mereka mengabadikannya dengan foto, namun setelah itu mereka akan dikecewakan oleh senja.
Senja di Pantai Pasir Putih Sawarna


            Gimana rasanya ketika lagi sayang-sayangnya, tiba-tiba ditinggal?

            Itu kata teman saya lagi, Itulah risikonya jika terlalu menyayangi senja. Saya sudah katakan, semua itu hanya sementara. Ketika senja menghilang, mereka menyalahkan lautan dan semesta. Ketika senja berganti malam, mereka semua pergi. Katanya malam tak seindah senja. Bagamana mereka bisa membenci senja? Apa salah senja? Menurut saya mereka saja yang terlalu baper.

            Semua itu hanya perumpamaan saja. Jangan pernah patah hati karena senja meski senja akan segera menghilang, cintailah senja yang lain. Tak perlu khawatir senja akan datang lagi esok hari, itupun jika ia berkenan.
Senja di Pantai Pasir Putih Sawarna



            Misteri.

            Malam hari laut lebih ganas daripada siang hari. Kita mungkin bisa mendengar aungan yang membuat bulu kuduk merinding, dua kali lebih menakutkan dari aungan raja singa. Mereka bilang monster-monster laut sedang berkeliaran mencari makan dalam gelap dan dinginnya udara malam. Ombak terasa nyaring dan semakin mengebu, karang-karang di pesisir pertanda mereka sedang mengadu diperaduan. Seharusnya orang-orang menjauh dari bibir pantai karena pada nyatanya laut tampak menyeramkan di malam hari. Namun, manusia terkadang mengesampingkan risiko dari murka laut.

            Segelintir orang masih tampak berkeliaran di malam hari, termasuk saya. Saya akui meski demikian, ada hal yang menakjubkan yang bisa kita saksikan di pantai pada malam hari, yaitu pemandangan langit yang terhampar di sekeliling mata manusia. Bintang-bintang berhamburan dengan bulan sebagai raja langit di malam hari. Itulah suasana malam hari Pantai Sawarna jika malam tidak hujan.

            Apa yang dilakukan orang-orang?

            Saya mendapati beberapa aktifitas mereka. Orang dewasa khususnya anak muda dengan geng kawanan mereka menikmati suasana indah pantai di malam tersebut. Mereka tampak nongkrong sambil berbincang-bincang. Ada yang sedang makan malam (ngaliwet) di depan saung beralaskan pasir halus. Hal yang tak asing lagi ditemukan di tempat gelap, yaitu orang pacaran. Tak sedikit pula mereka yang berfoto di kegelapan.

            Sesuatu yang tidak bisa mereka temukan di kota. Pantai menjadi tempat yang pas untuk menghilangkan penat dan berkumpul dengan keluarga maupun teman. Malam semakin malam, api unggun yang mereka kelilingi mulai meredup oleh angin malam. Saya tak mendengar lagi ada suara genjrengan gitar dan nyanyian anak rege. Malam yang sesungguhnya menjelma di tengah-tengah mereka. orang-orang kembali ke penginapan, ke tenda dan saking ngantuknya mereka terlelap di atas pasir.

            Hal yang justru membuat saya semakin penasaran. Inilah waktu tersepi yang saya saksikan di Pantai Sawarna. Sosok aneh menjelma dari kejauhan. Saya rasa seseorang berjalan menuju laut, jika pandangan saya benar ia tampak aneh. Rasa kantuk saya tiba-tiba menghilang. Jam di ponsel saya menunjukan pukul dua belas malam dan nyaris masuk waktu pagi. Saya mengikuti gerak-gerik orang tersebut. Ia membawa sesuatu di atas nampan kecil, seperti bunga-bungaanpandangan saya kurang jelas karena malam yang gelap tanpa cahaya.

            Ia mendekati laut yang ombaknya menjinak. Diletakannya nampan tersebut dan dihanyutkannya ke atas permukaan air. Ombak mengombang-ambingkan nampan tersebut. lalu seseorang itu pergi menghilang. Sesuatu tampak mengganjal di kepala saya, ingin rasanya saya menghampirinya dan berkata “Halo, anda sendang apa?” namun ketakutan saya mengurungkan niat untuk melakukannya.

            Seperti di cerita-cerita dongeng. Seseorang membawa sesajen untuk dihanyutkan dan dipersembahkan kepada laut. Orang-orang tua dulu beranggapan untuk menolak bala bencana. Atau mengantisipasi terjadinya korban “dimakan laut.” Aneh-aneh saja orangtua jaman dulu. Yang lebih lucu lagi menurut saya, mereka beralasan hal tersebut dilakukan agar menyenangkan penunggu laut atau membuatnya agar tidak murka.

            Penunggu laut dan kerang.

Apa yang mereka maksud penunggu laut itu, pria tua yang sedang mencari kerang remis?
Mencari Ikan kecil dan kerang


            Kalau benar, saya bertemu dengan pria tua itu di waktu sebelumnya. Apa anda tahu? Pria tua yang saya temui di Pantai Sawarna itu pekerjaannya setiap hari adalah mencari kerang remis yang menempel di sela-sela karang. Ia memiliki senjata kecil nan tajam, itu cukup untuk mencukil kerang yang menempel di permukaan karang. Sebuah tas yang terbuat dari bambu dan rotan yang dianyam sedemikan rupa agar menyerupai wadah untuk membawa hasil tangkapan kerang.

            “Nuju naon pak?” (sedang apa pak?)

            Seharusnya saya tidak perlu menanyakan hal yang saya sudah tahu, biarlah setidaknya ada basa basi untuk membuka percakapan saat seseorang sibuk dengan yang ia kerjakan. Tentu pria tua itu akan bilang.

            “Eh, nuju ngala remis.” (sedang mencari kerang)

            “Bisaan ey si bapak ngalana, menang seueur, pak?” (Bisaan si bapa mengambilnya, dapat banyak, pak?”

            “Ah da babari jang, make ieu tah tinggal dicongkelan weh.” (ah mudah itu nak, pakai alat ini tinggal dicukil saja).

            Pria tua itu memperlihatkan skill nya dalam mengambil kerang. Saya meminta untuk mencoba mencukil kerang tersebut. Pria tua itu memberi pinjam alatnyaseperti parang dari besi panjang yang ujungnya meruncing seperti tombakkepada saya. Saya penasaran saya mencoba melakukan seperti yang pria tua itu lakukan. Alhasil, susah sekali mencopot kerang yang menempel di dinding karang. Meski saya mengerahkan tenaga saya, kerang itu malah hancur remuk. Ternyata kerang tersebut meski menempel keras di karang, namun sangat mudah hancur karena cangkangnya yang tak begitu keras.

            Kerang yang saya sendiri tak tahu spesiesnya itu banyak sekali ditemukan di karang-karang di perairan Sawarna. Mereka bercangkang berwarna putih ke merah mudaan, berbentuk tak beraturan tak seperti kerang pada umumnya. Ukurannya sebesar kelereng dan menjamur banyak di dinding-dinding karang. Populasi terbanyak berada di bibir karang tebing yang ombaknya sangat besar dan berbahaya. Saya rasa keberadaan mereka aman dari pria tua itu, karena area yang sulit dijangkau dan berbahaya. Sangat berisiko.

            “Susah nya pak, abdi mah teu tiasa sigana. Jang dinaon biasana remis ieu teh, dimasak kitu?” (Susah ya Pak, saya tidak biasa untuk mengambilnya. Buat apa biasanya kerang ini, dimasak?)

            “Muhun, jang didahar nganggo lalap biasana atawa masak biasa.” (iya, untuk dimakan dicampur sayur atau dimasak biasa)

            “Unggal poe pak, ngalaan remis kawas kieu? Teu ngusep lauk atawa nu lian?” (Setiap hari pak mencari kerang seperti ini? gak mancing atau yang lainnya?)

            “Ari berang ngala remis, ari peuting karak ngusep, jang” (kalau siang mencari kerang, kalau malam baru memancing).

            Pria itu itu setiap harinya hampir mengabiskan waktunya di laut dari pagi hingga malam hari. Siang hari ia lakukan untuk mencari kerang, malam hari ia memancing, alasannya, karena memancing di malam hari berpotensi mendapatkan ikan lebih banyak. ikan-ikan besar biasanya nokturnal, mencari makan di malam hari.

            Penalaran.

            Dari beberapa hal yang saya temukan saat saya berkunjung ke Panai Sawarna banyak memberikan saya pelajaran dan pengalaman. Tentunya terkait mitos Pantai Selatan Jawa, dari cerita-cerita leluhur yang ceritanya seperti hikayat petuah jaman dulu. Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Selatan dengan Istana di laut selatan, semuanya terasa mengawang-awang di kepala saya. hal yang saya coba ungkap perlahan tidak memberikan jawaban dari cerita tersebut.

            Tentang fenomena, kondisi laut, sesajen, sampai penunggu laut. Semuanya membuatnya saya tertawa kecil. Bukan, karena lucu, tapi saya rasa ekspedisi saya yang abal-abal dan kurang pengetahuan. Mitos dan pengetahuan rasional terlalu luas untuk dihubungkan, dan saya kurang cukup bisa mempelajarinya dalam waktu singkat. Keduanya sama-sama memiliki arah pandang yang berbeda, manusia cenderung condong ke salah satu dari keduanya. Meski segelintir dari mereka mengarah percaya kepada mitos pantai selatan, juga pengetahuan logika tentang alam.
Komunitas Aquaseed Goes To Sawarna 2017


            Selama saya berada disana. Kurang lebih tiga hari. Waktu yang sangat amat singkat untuk sebuah penelitian atau ekspedisi. Namun dengan waktu segitu, saya memahami bahwa saya cenderung berpikir ke arah pengetahuan logika. Bukan berarti saya tidak percaya tentang mitos yang ada. Saya lebih percaya dengan apa yang saya dapati ketika saya bertemu laut, pantai, ombak, karang, penunggu laut, dan yang lainnya. Kemudian berinteraksi dengan mereka.

            Setidaknya saya tahu bahwa fenomena terjadi di Pantai Sawarna terjadi secara alamiah, saat alam, cuaca, iklim, musim, angin laut, angin darat, dan makhluk hidup saling bersinggungan dan berinteraksi, saya rasa itu wajar dan bisa diterima akal. Tentang kebiasaan orang-orang saat ke pantai, yakni berlibur. Tidak ada hal aneh-aneh yang menjadi tujuan mereka. Lalu penduduk yang menghabiskan waktunya di pesisir pantai, bercerita tentang mitos dan legenda dulu, semata-mata hanya untuk menarik perhatian orang-orang untuk mampir ke warung mereka dan memberi setidaknya secangkir kopi hitam.

            Begitupun saya, tujuan utama yaa berlibur bersama keluarga dan teman-teman komunitas saya. Tujuan lainnya kenapa saya meriset dan berekspedisi karena saya sedang menulis cerita panjang yang berlatar di Pantai Selatan. Mungkin di waktu lain saya akan melanjutkan ekspedisi ini agar saya bisa menghubungkan mitos dan pengetahuan logika tentang Laut Pantai Selatan.

Touring Motor di Cikidang

Pantai Pelabuhan Ratu Karang hawu

Tanjung Layar Sawarna

           Bagaimana dengan Anda, apakah Anda memiliki alasan lain ketika ke Pantai selain yang saya sebutkan di atas?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar