Senin, 02 Februari 2015

Maaf Aku Pernah Mencintaimu #2

Cerpen by : Andri Mulyahadi

Dear Rivan..

“kau tahu? bunga yang cantik adalah bunga yang selalu bermekaran dikala kau sapa dengan senyuman. Disaat  lahir bermetamorfosa dari bakal bunga menjadi pucuk bunga kemudian berubah menjadi kuncup yang siap mekar hingga berwujud bunga dengan mahkotanya yang anggun. Dan apakah kau tahu juga? Bunga yang cantik itu pasti akan mati. Itu karena dia menjadi layu, tua, kering, kemudian mati, bahkan sadisnya lagi lenyap dihempaskan angin.. 

             Sama seperti aku yang kau tinggalkan begitu saja, tanpa kepastian...

               Pilihan yang sulit itu bukan ketika kau tak bisa memilihnya sekaligus, atau bingung memilih salah satunya karena risiko yang sama-sama sulit. Tapi saat kau harus memilih apakah digantungkan atau sakit sekalian karena ditinggal tanpa kepastian.

            Pernahkah kau rasakan bagaimana rasanya menjadi tangkai bunga “Dandelion” yang harus ditinggalkan benih-benih bunganya terbang dibawa angin tanpa kepastian, hingga kau merasakan kehampaan yang sebelumnya sempat hadir sempat bersama namun hilang begitu saja.
       
         Benih-benih bunga yang dulu sempat mengisi sisi-sisinya bahkan sempat mengoreskan kedekatan diantaranya. Menghias perasaannya yang tandus tanpa adanya cinta, terlahir dan tumbuh diantara ilalang-ilalang hingga membuatnya cemburu. Tidakah kau tahu bagaimana akhirnya mereka membenci itu. Seharusnya kau tahu itu bagaimana perasaan feminim seorang wanita mendapat jawaban tanpa adanya pertanyaan.
              Aku tahu dan aku mencoba sadar bahwa cinta tak selamanya berhasil, seperti cincin yang berharap tersentuh melingkar di jari manis. Namun semua itu takkan berhasil ketika ada celah dan jarak yang memisahkan diantara mereka yang menyebabkan cincin itu tak cocok dengannya.
***
             Ivan, apakah kau tahu saat kau kenalkan aku dengan sahabatmu itu membuatku canggung. Bukan perihal perkenalan atau pujiannya padaku, tapi karena ada alasan dibalik perkenalan itu, kurasa sebuah perasaan aneh dan bersifat pemujaan yang kusebut “kagum” hingga perasaan yang tak ku harapkan yaitu lebih dari kata kagum.
          Aku tahu saat ku pentas tari dan drama putri kahyangan di sekolah waktu itu, membuat banyak perhatian yang tertuju pada penampilanku, salah satunya kau dan sahabatmu itu. Aku melihatmu memotret ku bersama sahabatmu. Aku senang saat kau abadikan penampilanku pada sebuah foto tapi aku tak senang kalau akhirnya membuat sahabatmu itu malah mencurinya darimu.
            Sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan padamu ketika kau dan sahabatmu menghampiriku. Tapi aku tak berani mengatakannya, malah aku sedikit tak peduli dengannya.

           “hai, aku Reno. Kamu Bunga ya? Salam kenal ya” ia menjabat tanganku.
          “i..iya” aku hanya menjawab seperlunya dan dengan senyuman, setidaknya aku menghargai orang lain.
           Andai tangan yang menjabatku ini tanganmu, mungkin akan ku perlama waktu yang ada bahkan kalau perlu dihentikan sejenak. Agar aku selalu merasa dekat denganmu. Tapi yang ada kau bahkan hanya menatapku seperlunya tanpa sepatah kata yang kau ucapkan hingga kau pergi.
***
      Aku tidak menceritakan kedekatanku bersama sahabatmu itu, tapi tentang kedekatan kita dulu. Mengapa kita bisa sedekat itu dan mengapa kau biarkan perasaanku tumbuh begitu dalam padamu hingga rasanya kau seperti malakat pelindung yang selalu ada disampingku. Seperti ketika aku terjebak diantara kerumunan tawuran antar sekolah, mereka yang saling melemparkan batu dan andaikan kau tak datang saat itu, aku tak bisa membayangkannya.
        “Bungaa, awas !” kau secara refleks menarik tanganku hingga kau tak sadar bahwa kepalamu terhantam benda yang keras itu.
               “Ivan, kamu kenapa van, bangun van. Tolong, tolong ! aku berteriak histeris diantara kerusuhan itu, kau terjatuh pingsan dengan memar merah di dahi kirimu.
                Aku melihatmu terjatuh dihadapanku, hingga ada teman-teman lain datang membawamu ketempat yang aman dan mengobati lukamu. Bersyukur luka tersebut tidak parah, aku tau kau orangnya kuat itu saat ku tanya kondisimu.
            “gimana keadaanmu sekarang, van?” aku bertanya khawatir.
           “aku tak apa-apa, bunga. Terimakasih ya.” Kau hanya tersenyum. Lagi-lagi kau bilang ‘tak apa-apa’, kurasa itu seloganmu. Aku sudah hafal betul kau pasti berkata demikian. Tapi entah mengapa itu yang membuatku menyukaimu.
            “seharusnya aku yang berterimakasih padamu, karena sudah menolongku tadi, kau ini gimana.” Aku membalas senyuman bodohmu itu.
           Kau seharusnya tahu kedekatan kita saat itu sudah semakin tak wajar. Aku merasa kita sudah seperti sepasang kekasih yang telah menjalin hubungan lama. Tapi aku merasa aneh entah apa yang ada dipikiranmu saat itu.
           Andaikan kau menyatakan perasaanmu kepadaku di malam akrab kelas kita, aku pasti sangat senang menerimanya, jelas bagaimana tidak, orang yang aku suka ternyata juga menyukaiku, pasti setiap perempuan di dunia pun merasakan hal yang sama denganku. Dan teman-teman kita yang lain gundah dengan kedekatan kita.
           “hei, Bunga, kenapa kalian gak jadian aja sih” itu kata teman-temanku.
            Bahkan sebagian ada yang menganggap kita udah pacaran. Aku sih tak masalah saat itu, tapi aku tak tahu bagaimana denganmu, karena kau terlalu diam dan hanya berbicara seperlunya saja. Jujur itu yang membuatku sedikit kesal juga padamu.
          Aku sempat terpikir untuk menyatakan perasaanku padamu, tapi aku tak cukup punya keberanian untuk itu. Mungkin hampir semua perempuan pernah merasakan hal demikian ketika menyukai seorang lelaki. Kurasa itu wajar saja. Dan pernah terpikir oleh ku sampai kapan kita seperti itu dengan menganggapku lebih dari sekedar teman. Aku mencoba menjalaninya saja seperti skenariomu itu.
***
           Hal baru biasanya memberikan kesan yang indah ketika kau merasa nyaman dengan hal yang lama. Seperti bunga yang berganti mahkota yang baru karena yang lama telah memberikan keindahan bagi pesona yang melihatnya.
        Tapi tak selamanya hal baru seperti apa yang diharapkan, bisa saja mahkota yang baru tak seindah mahkota yang lama, yang biasa dipuja karena kecantikannya kali pertama ia saksikan.
        Semua itu berubah saat pergantian tahun ajaran baru sekolah. Kita hampir tidak bersama-sama lagi disekolah semenjak naik ke kelas tiga. Mungkin karena kau sibuk dengan ekskul seni dan fotografimu, juga kesibukanmu di kelas tiga. Sama seperti aku melanjutkan ekskulku di teater.
         Bahkan kadang kita bertemu hanya pada saat pulang sekolah, itu pun hanya sekedar menyapa saja dan kau tak lagi mengajakku makan dipinggir sekolah, atau berlari-lari di antara rel kereta, atau yang menjadi kebiasaanmu menunjukan foto-foto serangga lucu yang kau ambil saat kita pergi ke bukit belakang sekolah. Aku mencoba mengulang kebersamaan kita dulu.
        “Van?” aku menegurmu di depan sekolah dengan menghentikan langkahmu. Karena kau hanya terfokus pada kameramu.
         “hei, Bunga” lagi-lagi kau tersenyum padaku, dengan terkaget melihatku.
         “kau sudah mau pulang?” entah mengapa aku menanyakan hal tersebut yang seharusnya aku sudah tau. Dan kau hanya mengangguk saja.
         “kau ini kenapa?” aku menatapmu dengan sedikit serius. Lagi-lagi kau tersenyum.
     “aku tak apa-apa Bunga, memangnya kau pikir aku kenapa?” seperti biasa kau pasti menjawab demikian.
      “kita makan nasi goreng kesukaanmu yuk, trus kita lewat di rel kereta lalu kita ke bukit belakang sekolah.” Aku mengajakmu dengan gembira sambil menarik lenganmu.
       “Bunga, maaf aku gak bisa, aku sudah ada janji dengan orang lain. Mungkin lain waktu yah.” Kau melepaskan genggamanku dan kemudian pergi membelakangiku.
           Keadaan itu terulang kembali  ketika kau meninggalkanku di Bandara. Kali ini entah kau kembali lagi atau tidak, yang pasti aku takkan bertemu denganmu dalam waktu yang lama, atau mungkin takkan pernah lagi. Entah lah.
           Ketika seseorang pernah hadir di kehidupanmu kemudian tiba-tiba menghilang, bukan berarti ia benar-benar meninggalkanmu, tapi mungkin ia tak bisa bersamamu lagi karena suatu alasan yang tak bisa ia katakan padamu.
          Dan ketika sebuah kenangan yang telah berhasil di kemas, tiba-tiba saja harus terlepas karena ikatan yang longgar, hingga kau berusaha untuk menyatukannya lagi, tapi itu mungkin tak semudah saat pertama kau kumpulkan bersama-sama.
***
            Pernahkah kau lihat kupu-kupu berpasangan hinggap di bunga-bunga yang anggun. Tampak menawan ketika keduanya saling beterbangan kecil diatas mahkotanya. Menjejaki setiap bunga yang mereka hinggapi hingga tak pernah mereka sadari bahwa mereka membantu bunga itu melakukan penyerbukan.
            Tetapi adegan itu akan rusak saat ada serangga lain merebut kebahagian mereka. Serangga yang tak mengizinkan mereka mengaduh cinta bersama bunga-bunga itu, padahal tidak perlulah mengganggu kedekatan mereka, setidaknya biarkan saja mereka bercinta..
           Sebenarnya aku tak tega mengatakan hal ini, tapi aku lebih tak tega lagi saat hatiku terluka melihat kau bersama orang lain. Perempuan yang tak ku kenal ikut dalam ekskul fotografimu dan tak butuh waktu lama kau langsung dekat dengannya, memang kau dan dia memiliki hobi yang sama. Aku diam-diam melihat kedekatan kalian. Hingga aku tau dia bernama Renata. Aku sebenarnya tak ingin mengatakan hal ini, dan tak ingin kau tahu bahwa aku “cemburu”.
          Memang seharusnya aku tak berhak untuk cemburu pada perempuan itu. Karena aku sadar aku bukan siapa-siapa. Tapi siapa yang tak rela seseorang yang dicintainya harus bersama orang lain. Kurasa lagi mungkin semua perempuan pun pernah takut kehilangan orang yang dicintainya.
        Aku tahu Renata menyukaimu. Terlihat saat ia menatapmu tak biasa ketika kau mengajarinya mengunakan kamera, dan ia sering tak sengaja mencuri-curi perhatianmu untuk selalu dekat denganmu. Tapi aku tak tahu apakah kau menyukainya juga. Aku berharap kau tak menyukainya dan aku juga berharap kau menjaga perasaanku.
            Tak heran kalau banyak perempuan yang menyukaimu, kau tak hanya tampan dan tinggi juga karya-karyamu dibidang seni dan fotografi membuat orang-orang menyukai karyamu. Hingga kau jadi salah satu idola juga di sekolah.
***
             Hujan itu bagian dari cerita cinta. Ketika hujan terkadang membuat seseorang teringat akan cintanya, karena dari setetes hujan memberi seribu inspirasi dan angan bagi semua orang yang tengah merasakan cinta. Bagi mereka hujan adalah sahabat cinta yang indah mengiringi kebersamaan dan melahirkan kenangan. Bahkan hujan dapat menghipnotis perasaan seseorang dengan sejuk, dinginnya bersahabat.
        Tapi bagiku hujan membuat cinta menjauh dari hati ini. Hujan seperti gemuruh riuh yang menggema deras di hati. Menghujani seluruh tubuh dan mengenangi separuh hati yang kosong.
            Terkadang untuk merasakan senang itu kau harus rela sakit dahulu, begitu juga sebaliknya ketika kau merasakan senang dulu akhirnya kau merasakan sakit setelahnya.
         Kau ingat, ketika kau dan aku pulang bersama saat sore hari dan saat itu kau dan aku berlari-lari menuju stasiun karena hujan deras yang tiba-tiba saja menguyur kita berdua.
            “Bunga, hujan, ayo cepat” kau tiba-tiba saja berlari.
             “eh Van, tunggu aku” aku mengejarmu dan langsung memegang lenganmu sambil berlari.
            Dan setelah kita sampai di tempat teduh di stasiun, kau langsung berhenti berlari dan aku yang tengah berlari di belakangmu sontak tak sengaja menabrak dan memelukmu.
           Kau tau, aku tak perduli seberapa deras hujan itu dan seberapa dingin yang hujan itu hadirkan. Aku seperti tak merasakan dinginnya udara di sekeliling ku. Aku tak merasa bajuku basah karena itu. Karena aku merasa hangat sekali berada sangat dekat denganmu, bahkan tak ada jarak sedikitpun dan dengan memelukmu dari belakang, ingin ku hentikan waktu di dunia ini setidaknya beri aku waktu lebih lama untuk bisa memelukmu terus.
        Aku yang terhanyut dalam anganku yang terlalu tinggi terkejut saat kau membangunkanku dalam khayalanku.
      “hei Bunga, kita sudah sampai, kita tak kehujanan lagi.” kau menepuk pundakku yang masih memelukmu. Aku langsung melepaskan pelukanku.
            “maaf ya van” aku tersenyum malu di hadapanmu.
            “oyy” kau hanya mendengakan kepala padaku.
            “kamu baik-baik saja kan?” aku tau itu seharusnya tak ku tanyakan padamu. Dan kau pasti bilang.
            “aku tak apa-apa, bunga. Cuma sedikit basah aja” seperti biasa.
***
           Itu adalah pengalaman yang indah dan membuatku senang ketika bersamamu, tapi keadaan itu tak berlangsung lama. Semua terasa suram seketika, aku yang merasakan hangat di dekatmu harus merasakan dingin yang luarbiasa menjalar ditubuhku ketika kau lagi-lagi meninggalkanku pergi. Kau tiba-tiba saja berlari ke arah seorang perempuan yang tak asing lagi di mataku.
.. “Re-na-ta”.
             “Renata, kau kenapa?” Kau mengampirinya dan menanyakan keadaannya.
            “eh, aku tak apa-apa, ka Ivan” kurasa ia meniru seloganmu dan terlihat seperti menggigil kedinginan. Aku tak tahu apa ia hanya akting di depanmu, tapi kurasa ia memang benar-benar kedinginan.
        “kau menggigil Ren, ini, sebaiknya kau pakai jaketku agar kau tak semakin kedinginan.” Kau membuka jaket hangat yang tadi ku peluk dan memakaikannya di tubuh Renata menutupi pakaiannya yang basah karena hujan itu.
          Sesaat kereta jurusan kita pun tiba, kau merangkul Renata hendak memasuki kereta, dan aku terdiam hanya melihatnya saja. Sampai kau memanggilku.
          “Bunga? Ayo nanti kau ketinggalan” kau memanggilku.
          “iya..” aku terkejut dan berlari memasuki kereta.
***
          Kau tau, disatu sisi aku tak tega melihat Renata seperti itu, ku rasa kau juga demikian. Tapi disisi lain aku yang tak tega merasakan hatiku menangis melihatmu bersamanya.
    Pernahkah kau bayangkan ketika kau hanya menjadi figur dalam sebuah film, yang keberadaanmu itu tidak terlalu dipentingkan, tetapi kau harus berada di zona yang tak benar-benar kau harapkan, bukan karena kau seolah-olah tak dianggap tetapi memang ada hal lain yang lebih diharapkan dibanding denganmu.
          Kau begitu perhatian sekali padanya, sama seperti dulu kau lakukan hal yang sama padaku. Tapi kau memang begitu hampir kepada orang-orang di dekatmu. Kau memang care pada orang-orang disekelilingmu.
         Aku duduk tepat disebrang tempat kau dan Renata duduk, sepertinya aku kalah cepat dengan orang lain yang berada disampingmu itu. Tapi itu aku tak peduli, hanya yang membuatku mengganjal adalah pemandangan tak menyenangkan itu harus aku saksikan sendiri, ketika dia berada sangat dekat denganmu bahkan tak ada jarak yang memisahkan kalian.
      Aku memperhatikan apa yang kalian lakukan. Aku seperti detective bodoh yang mengintai adegan seperti itu. Tapi yang membuat suhu disekitarku meningkat adalah ketika dia menyilangkan lengannya dengan mu dan menyandarkan kepalanya dibahumu. Tetapi kau malah tak melarangnya, maksudku kau diam saja. Memang aku tak perlu berpandangan seperti itu. Tetapi hatiku begitu protes melihat adegan di depanku.
       Keadaan sunyi hanya suara kereta diiringi desiran rem perlahan dan hujan yang melengkapinya melaju menuju stasiun berikutnya. Tak banyak komentar aku langsung mengambil headset di tasku kemudian mendengarkan musik favoritku sembari memejamkan mataku, seolah aku tak pernah melihat pemandangan itu lagi. Cukup karena lagi-lagi itu memang membuatku “cemburu”.
This is way too hard, cause  I know
When the sun comes up, I will leave
This is my last glance that will soon be memory

And when the daylight comes I’ll have to go
But tonight I’m gonna hold you so close
Cause in the daylight we’ll be on our own
But tonight I’m gonna hold you so close
I never wanted to stop because I don’t wanna start all over
Start all over
I was afraid of the dark but now it’s all that I want
All that I want, all that I want

“Daylight” – Maroon 5
***
                Tiga bulan berlalu.
            Selama itu aku hampir tak pernah bertemu lagi denganmu. Saat itu kita memasuki semester genap yang sebentar lagi menghadapi ujian akhir. Kau kini jarang lagi aktif di ekskul fotografimu, kau hampir tak banyak waktu di lingkungan sekolah. Entah apa alasanmu tak pernah lagi menghubungiku. Kau tak lagi mengajakku pulang seperti dulu, bahkan kau hampir tidak menyapaku ketika kita berpapasan wajah.
          Kau mulai berubah lagi van, tak seperti biasa aku kenal Ivan yang selalu tersenyum. Bahkan Renata yang dulu selalu bersamamu memilih menjauh darimu bahkan pergi dari kehidupanmu.                
       Mungkin karena cintanya kau tolak dulu. Kau memilih untuk tidak menerimanya jadi pacarmu, entah apa alasanmu, tetapi itu sedikit membuatku senang bahwa kau memang tidak benar benar menyukainya. Entah kau memang menjaga perasaanku kepadamu, atau memang kau punya alasan lainnya.
         Untuk mendapatkan sesuatu yang berharga terkadang kita rela untuk bersabar dan berkorban, tetapi perjuangan kadang dirusak karena sebuah perhentian yang tak bisa lagi dilanjutkan bahkan tak ada lagi kesempatan untuk berjalan lagi.
***
       Tetapi mengapa? Bunga yang dulu kau buang, kau ambil kembali. Apakah bisa kembali cantik setelah layu dan terhempaskan kekecewaan. Mengapa tidak mencari bunga yang baru yang lebih cantik dan anggun bukan bunga yang telah layu tanpa ada perhatian lagi. Kemudian biarkan bunga itu layu dan mati dengan sendirinya..
       Jangan pernah memasang bunga dengan tangkainya yang telah jatuh ke tanah karena takkan bisa berdiri kembali, bukan karena sudah layu atau tak pantas tetapi karena bunga tak ingin berdusta dengan menjadi bunga cantik seperti dulu lagi.
        Kini kau dan aku merasa sangat canggung bahkan saat kita berkomunikasi di sekolah. Kau tidak lagi terbuka dan akupun demikian. Aku yang dulu sering curhat dan kau selalu tertawa dan bercanda bersama-sama, tetapi kini kita seperti orang yang baru kenal berbicara seperlunya. Dan kita pun jarang pulang bersama berdua lagi seperti dulu, kini kau pulang dan aku pun pulang. Hanya mengucapkan pertemuan dan perpisahan, tanpa kata-kata lainnya.
        Walau ada kehadiran siswa baru yang ku tahu itu sahabatmu dulu, Reno, yang ingin dekat denganku, kau masih saja tertutup kepadaku. Aku seperti merasa sudah lama kenal dengan Reno padahal baru beberapa hari kita berkenalan dibandingkan dengan mu yang sudah lebih dari tiga tahun kau kini menjadi kaku padaku.
***
Here I am waiting, I’ll have to leave soon
Why am I holding on?
We knew this day would come, we knew it all along
How did it come so fast?
This our last night but it’s late
And I’m trying not to sleep
Cause I know, when I wake, I will have to slip away

And when the daylight comes I’ll have to go
But tonight I’m gonna hold you so close
Cause in the daylight we’ll be on our own
But tonight I’m gonna hold you so close
Oh-woah, oh woah, oh woah
Oh-woah, oh woah, oh woah

Here I am staring at your perfection
In my ams, so beautiful
The sky is getting bright, the stars are burning out
Somebody slow it down
This is way too hard, cause  I know
When the sun comes up, I will leave
This is my last glance that will soon be memory

And when the daylight comes I’ll have to go
But tonight I’m gonna hold you so close
Cause in the daylight we’ll be on our own
But tonight I’m gonna hold you so close
I never wanted to stop because I don’t wanna start all over
Start all over
I was afraid of the dark but now it’s all that I want
All that I want, all that I want

“Daylight” – Maroon 5

***

       Apakah kau tahu Van? Selama ini, aku menunggu, menunggu yang entah kapan sampai pada akhirnya. Menunggu yang mungkin sia-sia dan hanya isu belaka. Tak ada kepastian dan tak berujung pernyataan.
       Aku sudah bersabar dan tahan dengan sikapmu yang terus kau gantungan aku. Tetapi kadang kesabaran ada batasnya aku menunggu kau menyatakan perasaanmu kepadaku tapi malah Reno yang menyatakan cintanya padaku. Aku berharap kau yang mengatakannya. Tapi kau membiarkan dia merebut cintamu.
       Aku tahu aku mendapat kabar bahwa kau akan berangkat ke Jogja setelah kelulusan, kau memilih kuliah di sana dan meninggalkan rumahmu di Bandung. Untuk itu aku mencarimu, untuk menyatakan semuanya, semuanya yang telah aku kumpulkan sejak dulu. Perasaanku yang mungkin meluap dan hampir membludak. Penuh berai asa dalam hatiku, gundah dan resah tergabung menjadi satu harapan terakhir.
          Aku berlari mengejarmu yang sudah jauh meninggalkanku. Aku yang hanya mengowes sepeda yang dulu kita selalu memakainya bersama-sama, di bawah rintikan hujan yang semakin lama semakin menderas, aku tak peduli aku mengejarmu semampuku, tapi kau semakin tak terkejar. Tapi aku masih bertahan walau tinggal harapan yang mungkin hampir hilang di hujani tetesan ini. Aku ingin berada di tengah-tengah hujan lebat, agar tak ada yang tahu kalau aku sedang menangis.
      Hingga akhirnya aku sampai di bandara dan melihatmu turun dari taksi dengan membawa barang bawaanmu bersama keluargamu. Aku berlari kembali mengejarmu yang berharap aku masih bisa bertemu denganmu meski untuk terakhir kalinya aku bertemu denganmu.
“Rivan? Tunggu..” aku berteriak hingga kau berhenti dan menengok ke belakang. aku tampak sedikit berantakan dengan napas yang tidak teratur.
Kau pun menghampirimu. Ayah dan ibumu berjalan terlebih dahulu ke loket. Kau lagi-lagi tersenyum melihatku terengah-engah berlari untuk menemuimu.
Entah apa yang harus aku katakan kepadamu, tapi yang pasti aku harus mengatakan semuanya karena aku tahu aku tak punya banyak waktu.
“Van, kau benar-benar akan pergi?”
“iya, Bunga. Aku harus pergi ke Jogja dan berencana kuliah disana. Sebenarnya aku tak tega untuk meninggalkanmu di Bandung. Haha. Oya bagaimana denganmu apa yang selanjutnya kau lakukan? Kuliah juga?” kau malah tertawa kecil sambil mengusap-usap belakang kepalamu.
Kau ini kenapa, masih saja tidak mengerti. Mengapa kau malah berkata seperti itu apa kau tidak tahu aku mengejarmu untuk apa? Cobalah untuk peka sedikit. Rasakan apa yang aku rasakan.
“kenapa kau pergi? Apa kau mau meninggalkanku sendiri Van?”
“iya aku akan pergi, mungkin untuk waktu yang lama.“ tak banyak kata yang kau ucapkan lalu kau pun berpamitan padaku dan hendak meninggalkanku, lalu dengan sontak aku menghentikanmu dan memegang kedua tanganmu.
“Van, aku gak mau kamu pergi. Aku suka sama kamu dari dulu bahkan jauh sebelum aku bertemu dengan Reno. Aku tak tahu lagi harus apa, tapi dulu aku tak berani berkata langsung padamu. Alasan aku bersama Reno karena aku ingin selalu dekat denganmu. Maafkan aku seharusnya aku bisa mengerti perasaanmu dengan tidak bersama Reno. Tapi percayalah aku benar-benar mencintaimu dan aku tak ingin kau meninggalkanku Van. Aku ikut pentas tari, drama, dan melakukan hal lainnya semata-mata karena untuk menarik perhatianmu. Semua itu karena kamu..”
Aku melihatmu terdiam menatapku serius tanpa sepatah kata lagi. Air mataku yang menetes ke pipiku kau usap perlahan dan aku melihat kerlingan matamu yang menyimpan kesedihan ketika aku mengungkapkan semuanya. Aku tak mengerti apakah yang kau rasakan sama dengan apa yang aku rasakan?
Kau malah memalingkan wajahmu dari ku dengan memejamkan mata dan menahan semua tangisan yang tak ingin kau teteskan untuk ku. Kau bahkan tak ingin aku tahu kalau kau juga menangis. Kemudian kau hanya berjalan terus dan meninggalkanku seorang diri tanpa jawaban apa-apa. Perasaanku bingung dan gundah yang berlarut ketika melihatmu meninggalkanku. Sampai saat ini aku bahkan tak tahu apakah kau mencintaiku atau tidak. Aku tak tahu, dan kini aku bukan hanya digantungkan tetapi juga dibiarkan jatuh seperti bunga layu yang tak seindah dulu.
***
        Ada hal yang membuat suatu hubungan putus tanpa sebab, yaitu perpisahan. Apakah kau tahu? Jika ada pertemuan pasti ada perpisahan? Jika ada luka pasti akan ada bekas, dan jika ada kisah pasti akan ada kenangan, yang mungkin teringat atau terhapuskan..
      Kadang cinta itu aneh. Walau dulu aku begitu menunggu dan berharap untuk terus bersamamu, walau ada masa dimana perasaan kita longgar dan kemudian rapat kembali, menyatu dan bercerai seketika, tersenyum dan bersedih, menangis dan tertawa, berlari-lari hingga tak kenal waktu berhenti, bernyanyi dan memotret pelangi yang indah, menjalani semuanya tanpa ragu dan malu, mengapus kekecewaan dan menggantinya dengan kebanggaan, dan beriringan dengan ketulusan antara kau dan aku.
      Aku ingin memiliki cinta pertama dan cukup dengan cinta yang terakhir. Tidak ada cinta kedua, ketiga, keempat, atau seterusnya. Bagiku hanya ada satu, cinta pertama dan terakhir. Tetapi itu tak bisa aku miliki sekaligus, aku hanya bisa memiliki salah satunya, dan itupun tak benar-benar aku rasakan sepenuhnya.
       Apakah kau tahu van? Kau adalah cinta pertamaku. Walau ku tahu kita tak bisa bersama, walau mungkin ku tahu cintaku bertepuk sebelah tangan. Tapi kau tetap cinta pertamaku. Mungkin aku akan mencari cinta sejatiku kelak suatu saat nanti, cinta yang benar-benar tulus dan menerima dengan kasih dan sayang.
         
         Kini ku hapus kesedihanku dengan senyuman yang pernah kau ajarkan padaku. Sekali lagi aku berterimakasih padamu karena telah menjadi bagian terindah dalam hidupku dan maaf kalau aku pernah mencintaimu...
                                                                                                                        Adyanda Bunga Lestari



               


Tidak ada komentar:

Posting Komentar