Rabu, 14 Januari 2015

Maaf Aku Pernah Mencintaimu



Cerpen by : Andri Mulyahadi

Dear Bunga...

“bagiku bunga bukan hanya identikfisme keindahan dan kemenawanan, tetapi sebuah empirisme yang pernah melukai hati. Seperti mawar, aku tidak suka dengan mawar, bukan karena aku membencinya. Duri yang sempat menggoreskan luka di tangan dan juga hatiku membuat sakit yang harus aku rasakan hingga saat ini...”


                Bagaimana jika kau dihadapkan pada pilihan yang sulit, pilihan yang membuat satu sisi lainnya tersakiti. Dan bagaimana jika pilihan itu tidak pernah kau pilih? Hanya karena tak ingin ada yang tersakiti. Bagiku itu percuma, malah bisa jadi menyakiti keduanya.

                Mengapa saat cinta bisa datang begitu saja, dan pergi begitu saja, semaunya? atau diam bersembunyi begitu saja? Memangnya kapan ia datang, tidakkah permisi dahulu dan memberi salam setidaknya beri sedikit waktu untuk bisa menetap sementara dan memberi makna. Atau melukiskan kebahagian diantara sebuah hubungan. Atau sekedar menyapa kalau cinta memang pernah hadir pada saat yang kusebut “pandangan pertama”. Setelah itu biarkan cinta berlalu sebagaimana mestinya angin membawanya pergi.

“cinta itu tak ada yang tau datangnya kapan, ia tau karena ia sedang merasakannya, bisa saja cinta datang disela-sela percakapan kita, atau malah sembunyi dibalik hati kita.”

“cinta yang malu, seperti putri yang malu yang hanya tersenyum saat kau memnyapanya lebih dahulu, dan tersipu saat kau menggodanya. Terkadang enggan untuk berpora-pora“

“cinta yang seharusnya tak pernah bersembunyi, diantara rumput-rumput dan ilalang berduri, tidakah ada tempat yang lebih layak untuk singgah seperti hatiku.

“cinta yang membiarkan cintanya terluka, seperti mawar yang harus melukai tangan dengan durinya dan hati dengan tipu dayanya.”

Ada hal yang terlintas di benakku, perasaan yang memberi pengorbanan dan keikhlasan sesaat yang mencoba untuk tersenyum, kurasa bukan cinta, tetapi sesuatu yang berbeda, sifatnya kejam dan diam-diam menyakiti sisi yang lain termasuk cinta. Aku berusaha menyangkalnya, karena aku tak ingin tau apa yang sebenarnya akan terjadi jika aku mengikuti itu. 

apa yang kau ucapkan terkadang berbeda dengan apa yang hatimu katakan, bukan karena kau menutupi apa yang sebenarnya tak ingin kau ucapkan tetapi memang hati itu pada dasarnya tak pernah berkata dusta.
***
Bunga, apakah kau tahu, ada seseorang yang menyukaimu. Saat kali pertama ia melihatmu pentas menari di panggung seni tari, saat kau memerankan tokoh putri kahyangan di pentas drama sekolah waktu lalu dan menjadi idola sekolah. Ia melihatmu dengan kagum dan ia merasa ia begitu bahagia saat ia bisa berkenalan denganmu. Ya, dia sahabat baikku yang menjabat tanganmu di depanku.

                “kau tau Van, kurasa aku akan betah tinggal disini.” Katanya saat melihatmu menggunakan busana putri kahyangan di pentas drama sekolah.

                Matanya yang tak berpaling darimu, dan senyumnya yang terus bermekaran seperti kau, ya seperti bunga. Menatap terus padamu yang terlihat begitu cantik dan menawan, memang tak ada yang menyangkal saat kecantikanmu mengumbar ke seluruh mata yang melihatmu drama.

                “kau tahu dia itu siapa van?” ia menarik pundakku dan menunjuk ke arahmu.

                “dia Bunga, memangnya kenapa?” aku memperkenalkanmu secara tak langsung padanya.

                “baik, kau tunggu disini.” Dengan cepat Ia menghampirimu.

                Ia masih menatap ke arahmu dan tidak sedikitpun matanya berpaling darimu, walau ia berbicara dengan ku sekalipun ia masih menatapmu dengan senyuman penuh pengharapan. Aku pun menyusul mengampiri kau dan dia yang tengah bertatap muka. Kurasa kau telah selesai pentas.

                “hai, aku Reno. Kamu Bunga ya? Salam kenal ya” ia menjabat tanganmu.

                “i..iya” kau hanya tersenyum. Bisa ku tebak kau pun merasa sedikit suka pada sahabatku yang tampan itu saat pertama jumpa. Aku pun datang ditengah-tengah kalian dan kau hanya menatapku sesaat begitupun aku, tak ada kata yang kita keluarkan. Aku dan Reno kemudian pergi.
 
***
                Surat adalah apa yang tidak bisa disampaikan langsung oleh mulut. Aku tahu kau mendapat secarik surat yang bertuliskan sebuah janji untuk saling bertemu. Kau terheran dengan tulisan di surat itu, karena memang tak ada nama penulis surat yang kau terima. Kemudian kau penasaran siapa yang menaruh janji kepadamu. Kau juga tahu penulis surat itu memintamu menunggu di tempat yang tak asing untuk dijelajahi sepulang sekolah, ya gerbang sekolah.

“bunga, ada yang mau aku sampaikan sama kamu, ku tunggu kau di dekat gerbang sekolah.“

                Kau menunggu di dekat gerbang sekolah dengan mengendong tas dan surat yang masih kau pegang, berharap orang yang menulis surat itu datang kepadamu. Tak lama aku hendak mengampirimu dan kau memang melihat aku demikian. Terlihat ekspresi berbeda dengan biasanya saat kau melihat ke arahku.

                Belum sampai aku di depanmu, tiba-tiba Reno berada tepat di hadapanmu dengan setengah mengagetkanmu hingga kau terdiam sejenak. 

                “hai bunga..” 

                “apa kau yang menulis surat ini?” kau menanyakan padanya dengan terheran. Dan Reno hanya tersenyum kepadamu.

                “apa ada yang ingin kau sampaikan padaku, Reno?” kau menanyakan apa maksud yang ada dalam surat tersebut.

                “aku..aku suka sama kamu, bunga. Kamu mau kan jadi kekasih aku?” Reno dengan cepat menyatakan perasaannya padamu. Kemudian kau malah menanyakan pertanyaan yang sama padaku saat ku menghampiri kalian.

                “apa ada yang ingin kamu sampaikan Van?” 

                “yah, sedang apa kau disini, mengapa kau belum pulang?” aku sontak berkata demikian ketika melihatmu.

                Kau tampak terdiam. Kau seperti tak bisa berkata apa-apa saat melihat ku dan Reno. Kemudian aku merangkul Reno dan mengajaknya pulang bersama, dan Reno pun mengajak kau pulang bersamanya. Maka kita bertiga pulang bersama-sama.
***
                Ada yang aneh atau yang tak bisa diterima saat sebuah keputusan begitu saja keluar tanpa alasan yang jelas. Itu yang mungkin kau pikiran. Ternyata kau ini beruntung dicintai oleh orang yang begitu mencintaimu. Sahabatku itu memang orang yang baik, tak hanya tampan juga pandai dalam berolahraga, sedangkan aku hanya sahabatnya yang suka menulis dan memotret. Itu yang membuat kami berdua terlihat kompak.

                Hari-hari berlalu. Kau kini selalu bersamanya. Datang ke sekolah bersamanya, hingga hampir setiap pagi kau menerima bunga mawar sebelum masuk kelas. Makan bersamanya hingga pulang kau selalu bersamanya juga dengan ku, kita bertiga sama sama naik motor, bedanya kau bersama Reno dan aku sendiri. Lalu kita tertawa bersama.

                Terkadang cinta memang sulit dipahami seperti keadaan ku diantara kau dan dia, semua tampak indah aku bisa melihat sahabatku tersenyum riang dan kau membuatnya semakin menyukaimu, aku hanya tertawa kecil melihat candaan kawan-kawanku ini setiap hari.

***
                Kau melihatku tengah duduk sendiri di depan gerbang sekolah dengan kamera yang kupegangi untuk mencari dan memotret gambar yang bagus di sekitar sekolah. Lalu menghampiriku dan menawariku sesuatu.

“Ivan? “ kau memanggilku dengan nada yang merendah.

Aku sontak kaget dan menurunkan kamera didepan mataku dan melihatmu berada tepat di depan ku.

“hei, Bunga.” Aku pun hanya mengucapkan itu tanpa menanyakan apa maksud kau memanggilku. Ku kembali menatap layar digital kameraku. Kemudian kau duduk di sebelahku dan kembali menanyaiku.

“kamu suka memotret?

Aku kembali menurunkan kamera dan menengok ke arahmu, dan kau kini berada tepat di sampingku.

“iya..” ujarku singkat.

“aku ada brosure tentang lomba fotografi antar sekolah, aku rasa kau harus ikut Van, kau kan mahir dalam mengambil gambar fotografi.” Kau memperlihatkan brosure padaku. Kurasa kau terlalu berlebihan mengatakan hal tersebut.

“oya, aku pasti ikut ko” aku tersenyum melihat brosure itu.

Kemudian kau dan aku dikagetkan dengan kedatangan Reno yang tiba-tiba datang dari belakang kau dan aku duduk.

“weyy, lagi pada ngapaian nih, serius banget” Reno tertawa canda dan langsung melompat duduk diantara kau dan aku, otomatis kau dan aku tergeser.

Kemudian dengan cepat ia mencium pipimu di depan mataku. Kau hanya diam dan melihat padaku begitupun aku. Suasana hening sejenak. Hingga Reno menanya padaku.

“weh lomba fotografi bro, kau harus ikut, aku yakin kau pasti menang” ujar Reno sambil menepuk pundakku. Aku masih diam.

“hei, bunga temenin aku makan yuk” ia mengajak kau makan dan seperti biasa ia mengajak aku juga. Tetapi kali ini aku menolak ajakannya, karena ada urusan yang harus aku selesaikan jadi aku pulang duluan. Dan kau pergi bersama.
***
                Pernah terpikir suatu keadaan dimana kau secara tiba-tiba mengalami hal yang tak kau harapkan dan kau tak bisa mencegahnya apa lagi menghentikannya. Karena itu begitu cepat hingga tak bisa diperkirakan oleh pikiran.

Ketika kau harus melihat pemandangan yang tak biasa lalu kau seperti bisu dan tak bisa bergerak hanya mata yang menahan pedih karena tak berkedip dan mulut yang terkunci tak bisa bicara.

                Saat itu Reno mengantarmu pulang selesai kalian makan. Kau masih terlihat memikirkan suatu hal tetapi Reno asik bernyanyi-nyanyi sendiri sambil mengendarai motornya bersamamu. Tiba-tiba saja kau memintanya menepi.

                “Ren, turunin aku sekarang?” kau tiba-tiba saja mengucapkan itu.

                “apa? Kenapa, Bunga?” Reno merasa bingung dengan perkataanmu.

                “iya cepet berenti.” Kau menegaskan padanya.

                Lalu dengan cepat Reno menepikan motornya-kau langsung membuka tali helm dan turun dari motor Reno. Tanpa basa-basi kau hendak pergi meninggalkannya tapi Reno langsung menghentikanmu.

                “hei..hei, ada apa Bunga? Kamu kenapa?” ia menarik tanganmu dan menghentikan langkahmu.

                “kamu gak usah temuin aku lagi deh, dan gak usah jemput aku lagi” kau menatap tajam padanya.

                “tapi kenapa? Aku salah apa? Aku pacar kamu” Reno mulai merasa takut dengan perasaan yang tiba-tiba mengancamnya.

         “kata siapa aku pacar kamu? Emang kapan aku pernah bilang kalo aku terima kamu”. Kau menyangkal perkataannya.

            “tapi.. dengan semua yang udah kita lakukan sama-sama, Bunga. Jadi ku pikir kita...” Reno mencoba menjelaskan tapi kau memotong perkataannya.

              “aku gak pernah punya perasaan apa-apa sama kamu. Aku mencintai orang lain.” Kau menegaskan lagi, lalu kau pergi meninggalkan Reno, kau menyetop bus dan naik tanpa melihatnya lagi.

                Tak ada yang diucapkan Reno saat ia melihatmu pergi darinya, pergi dari hatinya. Kurasa ia begitu terpukul saat tau kau mengatakan hal itu. Aku memang sedih melihat sahabatku yang tak lagi tertawa bersamaku, tapi disisi lain aku juga demikian.

Cinta itu seperti puzzle yang tersusun dari beberapa bongkahan yang rumit. Saat sesuatu yang buruk terjadi padanya itu akan hancur dengan kepingan-kepingan yang harus kita susun kembali seperti semula. Walau terkadang sulit untuk memperbaikinya tapi mungkin ada kesempatan untuk menyusunnya hingga menjadi utuh, tapi ingat, itu tak seindah dulu saat pertama puzzle itu bersinar..

Persahabatan dan cinta adalah satu paket yang kadang berisi senang dan sedih. Saat keduanya saling menjabat erat akan ada kebahagian diantara mereka, tapi ketika mulai merenggang, ada perasaan duka yang menjarak diantaranya.

***
            Ada kabar baik dan buruk. 

Baiknya, ayahku memberiku kesempatan kuliah di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Rencananya saat aku lulus sebentar lagi aku akan pindah ke sana dan meninggalkan Bandung. Memang ayahku ada investasi bekerja di Jogja yang menjanjikan maka dari itu kami ikut pergi ke Jogja.

Buruknya, aku pasti sangat sedih sekali saat tahu aku harus berpisah dengan teman-teman ku, sahabatku, terutama denganmu. Entah apa yang bisa aku lakukan sekarang ini, tapi aku memang merasa bingung dengan keputusan ini, akankah aku benar-benar pergi?

***
Akhirnya setelah tiga tahun aku di SMA, aku dinyatakan lulus, juga kau dan sahabatku Reno. Itu sesuatu yang menyenangkan dan membanggakan. Tapi tak banyak waktu saat itu aku harus langsung pergi ke bandara dan terbang menuju Jogja. 

Sedihnya aku tidak melihat sahabatku yang seharusnya ada disampingku, ia yang biasanya menemaniku saat hendak pergi. Tapi kini berbeda entah kemana ia sekarang. Mungkin ia marah padaku atau entah kenapa ia pun tak bisa aku hubungi hingga aku hendak pergi, mungkin dengan waktu yang lama. Atau karena sesuatu yang sempat ia katakan kepadaku saat itu.

“Van, kau masih menganggapku sahabatmu kan?”

“kau ini kenapa Ren, tentu kawan. Kau sahabatku yang terbaik”. Aku tersenyum padanya.

“yah kau benar. Kau tahu kan aku sangat mencintai Bunga. Aku tak ingin kehilangan dia. Aku ingin kau menjauhinya Van, untuk alasan apapun.” Reno menatap serius padaku.

“oyy” Aku hanya mendengakan kepala ke arahnya.

Entah mengapa ia takut sekali kehilanganmu saat tahu kau menolak cintanya. Kita memang pernah berjanji dulu untuk tidak menyukai perempuan yang sama. Karena akan menyakiti satu sama lain.

Sedihnya aku lagi, aku menunggu seseorang yang mungkin ingin mengucapkan sesuatu sebelum aku pergi. Mungkin memang aku harus pergi dengan perasaan berat meninggalkan Bandung, mungkin memang ada seseorang yang belum aku temui saat hendak pergi.

***
Saat aku hendak menuju bandara bersama ayah dan ibuku, aku seperti melihatmu berlari-lari ke arahku. Dengan tergesah-gesah kau menghampiriku dan memanggilku dari jauh.

“Rivan? Tunggu..” kau berteriak hingga aku berhenti dan menengok ke belakang. Kau tampak sedikit berantakan dengan napas yang tidak teratur. 

Akupun menghampirimu. Ayah dan ibuku jalan terlebih dahulu ke loket. Aku tersenyum melihatmu terengah-engah berlari untuk menemuiku.

“Van, kau benar-benar akan pergi?” seperti ada sesuatu di matamu yang ingin kau sampaikan padaku.

“iya, Bunga. Aku harus pergi ke Jogja dan berencana kuliah disana. Sebenarnya aku tak tega untuk meninggalkanmu di Bandung. Haha. Oya bagaimana denganmu apa yang selanjutnya kau lakukan? Kuliah juga?” aku tertawa kecil sambil mengusap-usap belakang kepalaku.

“kenapa kau pergi? Apa kau mau meninggalkanku sendiri Van?” kau seperti tak ingin melihatku pergi.

“iya aku akan pergi, mungkin untuk waktu yang lama. “ tak banyak aku menjawab pertanyaanmu, karena orangtuaku sudah memanggilku. Aku pun berpamitan padamu dan hendak meninggalkanmu, lalu kau menghentikanku dan memegang kedua tanganku.

“Van, aku gak mau kamu pergi. Aku suka sama kamu dari dulu bahkan jauh sebelum aku bertemu dengan Reno. Aku tak tahu lagi harus apa, tapi dulu aku tak berani berkata langsung padamu. Alasan aku bersama Reno karena aku ingin selalu dekat denganmu. Maafkan aku seharusnya aku bisa mengerti perasaanmu dengan tidak bersama Reno. Tapi percayalah aku benar-benar mencintaimu dan aku tak ingin kau meninggalkanku Van. Aku ikut pentas tari, drama, dan melakukan hal lainnya semata-mata karena untuk menarik perhatianmu. Semua itu karena kamu..”

Kau langsung berkata semua itu sekaligus dan aku hanya terdiam menatapmu. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutku. Aku menurunkan tanganmu dan menatap matamu sekadarnya lalu aku menggelengkan kepala perlahan. 

Ekspresimu langsung berubah drastis. Matamu mulai membukakan kelopaknya dengan berubah berkaca-kaca menatapku dan bibirmu yang mulai bergemetar dan meneteslah air dari matamu tanpa kau kedipkan dan palingkan dari menatapku. 

Aku pun mengusap air mata yang mengalir di pipimu dan memalingkan badanku kemudian aku melangkah pergi menyusul orangtuaku. Kau melihat aku melangkah balik dari hadapanmu dan kau mulai menangis melihat aku pergi.

***
                Cinta itu bukan hanya soal saling mengasihi dan menyayangi satu sama lain. Dan saat kau dapati separuh hatimu terluka, kau tak melihat cinta kasih dan sayang yang sesungguhnya. Cinta terkadang memilih berbeda saat kau merasa cinta tak berpihak kepadamu. Ketika kau harus melihat cinta itu pergi dari sisimu, kau harus rela melihat cinta itu adalah sebuah pengorbanan yang berarti yang mungkin tak pernah kau sadari sebelumnya..

           Ada saatnya kau melihat seseorang pergi dari sisimu karena suatu alasan yang berarti. Bukan karena ia tak melihat cinta yang kau bawa, tapi lihatlah apa yang bisa kau berikan kepadanya selain cinta dalam bentuk kasih sayang, mungkin sebuah pengorbanan, atau luka..

Luka yang terus membesar dan menetap di hati yang akan mengajarimu bahwa cinta tak seharusnya bahagia saat itu juga, mungkin ada saatnya kau terluka dan saatnya kau bahagia, karena cinta belajar untuk terluka hingga mendapati kebahagiaan yang abadi..

Bunga..

Bukan seperti apa yang kau bayangkan. Apa kau mengerti arti pengorbanan cinta itu kadang sakit dan terluka. Aku sebenarnya berat untuk pergi meninggalkanmu saat itu. Aku menangis saat melangkah meninggalkanmu pergi. Aku tahu perasaanmu tak rela melihatku demikian tapi tak ada lagi yang bisa aku perbuat..

Aku sedih.. Aku terluka. Ketika kau bersama Reno, saat ku harus melihatmu dekat dengannya dan aku hanya melihatmu dari sebrang kalian. Saat kau harus berada dimotornya bukan dimotorku. Aku hanya tersenyum tetapi hatiku menangis. Saat Reno menciummu di depan mataku, aku terluka. 

Ketika kau menerima bunga mawar yang aku bawakan setiap pagi, itu sebenarnya dariku bukan dari Reno. Tapi aku malah tak berterus terang mengatakannya padamu. Tetapi lagi-lagi kerjaanku hanya mencuri moment untuk memotretmu.

Dan saat bertemu dengan mu di depan gerbang sekolah, aku melihat Reno menyatakan cintanya kepadamu, aku benar-benar terluka. Apakah kau tau? Aku yang menulis surat itu padamu, dan aku ingin kau menunggu di sana tetapi Reno datang lebih awal dariku. Padahal aku ingin mengatakan sesuatu padamu bahwa “aku sangat mencintaimu”.

Tapi kurasa itu percuma saja, tak ada lagi yang bisa ku perbuat selain menulis surat ini untukmu, aku berharap kau membacanya meski aku tak bersamamu lagi, dan maaf aku pernah mencintaimu..
                                                                                                                           Rivanda Reynaldi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar