Dear Bunga...
“bagiku bunga bukan hanya identikfisme keindahan dan kemenawanan,
tetapi sebuah empirisme yang pernah melukai hati. Seperti mawar, aku tidak suka
dengan mawar, bukan karena aku membencinya. Duri yang sempat menggoreskan luka
di tangan dan juga hatiku membuat sakit yang harus aku rasakan hingga saat
ini...”
Bagaimana jika
kau dihadapkan pada pilihan yang sulit, pilihan yang membuat satu sisi lainnya
tersakiti. Dan bagaimana jika pilihan itu tidak pernah kau pilih? Hanya karena
tak ingin ada yang tersakiti. Bagiku itu percuma, malah bisa jadi menyakiti
keduanya.
Mengapa
saat cinta bisa datang begitu saja, dan pergi begitu saja, semaunya? atau diam
bersembunyi begitu saja? Memangnya kapan ia datang, tidakkah permisi dahulu dan
memberi salam setidaknya beri sedikit waktu untuk bisa menetap sementara dan
memberi makna. Atau melukiskan kebahagian diantara sebuah hubungan. Atau
sekedar menyapa kalau cinta memang pernah hadir pada saat yang kusebut
“pandangan pertama”. Setelah itu biarkan cinta berlalu sebagaimana mestinya
angin membawanya pergi.
“cinta itu tak ada yang tau datangnya kapan, ia tau karena ia sedang
merasakannya, bisa saja cinta datang disela-sela percakapan kita, atau malah
sembunyi dibalik hati kita.”
“cinta yang malu, seperti putri yang malu yang hanya tersenyum saat kau
memnyapanya lebih dahulu, dan tersipu saat kau menggodanya. Terkadang enggan
untuk berpora-pora“
“cinta yang seharusnya tak pernah bersembunyi, diantara rumput-rumput
dan ilalang berduri, tidakah ada tempat yang lebih layak untuk singgah seperti
hatiku.
“cinta yang membiarkan cintanya terluka, seperti mawar yang harus
melukai tangan dengan durinya dan hati dengan tipu dayanya.”
Ada hal yang
terlintas di benakku, perasaan yang memberi pengorbanan dan keikhlasan sesaat
yang mencoba untuk tersenyum, kurasa bukan cinta, tetapi sesuatu yang berbeda,
sifatnya kejam dan diam-diam menyakiti sisi yang lain termasuk cinta. Aku
berusaha menyangkalnya, karena aku tak ingin tau apa yang sebenarnya akan
terjadi jika aku mengikuti itu.
apa yang kau
ucapkan terkadang berbeda dengan apa yang hatimu katakan, bukan karena kau
menutupi apa yang sebenarnya tak ingin kau ucapkan tetapi memang hati itu pada
dasarnya tak pernah berkata dusta.
***
Bunga, apakah
kau tahu, ada seseorang yang menyukaimu. Saat kali pertama ia melihatmu pentas
menari di panggung seni tari, saat kau memerankan tokoh putri kahyangan di
pentas drama sekolah waktu lalu dan menjadi idola sekolah. Ia melihatmu dengan
kagum dan ia merasa ia begitu bahagia saat ia bisa berkenalan denganmu. Ya, dia
sahabat baikku yang menjabat tanganmu di depanku.
“kau
tau Van, kurasa aku akan betah tinggal disini.” Katanya saat melihatmu
menggunakan busana putri kahyangan di pentas drama sekolah.
Matanya
yang tak berpaling darimu, dan senyumnya yang terus bermekaran seperti kau, ya
seperti bunga. Menatap terus padamu yang terlihat begitu cantik dan menawan,
memang tak ada yang menyangkal saat kecantikanmu mengumbar ke seluruh mata yang
melihatmu drama.
“kau
tahu dia itu siapa van?” ia menarik pundakku dan menunjuk ke arahmu.
“dia
Bunga, memangnya kenapa?” aku memperkenalkanmu secara tak langsung padanya.
“baik,
kau tunggu disini.” Dengan cepat Ia menghampirimu.
Ia
masih menatap ke arahmu dan tidak sedikitpun matanya berpaling darimu, walau ia
berbicara dengan ku sekalipun ia masih menatapmu dengan senyuman penuh
pengharapan. Aku pun menyusul mengampiri kau dan dia yang tengah bertatap muka.
Kurasa kau telah selesai pentas.
“hai,
aku Reno. Kamu Bunga ya? Salam kenal ya” ia menjabat tanganmu.
“i..iya”
kau hanya tersenyum. Bisa ku tebak kau pun merasa sedikit suka pada sahabatku
yang tampan itu saat pertama jumpa. Aku pun datang ditengah-tengah kalian dan
kau hanya menatapku sesaat begitupun aku, tak ada kata yang kita keluarkan. Aku
dan Reno kemudian pergi.
***
Surat
adalah apa yang tidak bisa disampaikan langsung oleh mulut. Aku tahu kau
mendapat secarik surat yang bertuliskan sebuah janji untuk saling bertemu. Kau
terheran dengan tulisan di surat itu, karena memang tak ada nama penulis surat
yang kau terima. Kemudian kau penasaran siapa yang menaruh janji kepadamu. Kau
juga tahu penulis surat itu memintamu menunggu di tempat yang tak asing untuk
dijelajahi sepulang sekolah, ya gerbang sekolah.
“bunga, ada yang mau aku sampaikan sama kamu, ku tunggu kau di dekat
gerbang sekolah.“
Kau menunggu
di dekat gerbang sekolah dengan mengendong tas dan surat yang masih kau pegang,
berharap orang yang menulis surat itu datang kepadamu. Tak lama aku hendak
mengampirimu dan kau memang melihat aku demikian. Terlihat ekspresi berbeda
dengan biasanya saat kau melihat ke arahku.
Belum
sampai aku di depanmu, tiba-tiba Reno berada tepat di hadapanmu dengan setengah
mengagetkanmu hingga kau terdiam sejenak.
“hai
bunga..”
“apa
kau yang menulis surat ini?” kau menanyakan padanya dengan terheran. Dan Reno
hanya tersenyum kepadamu.
“apa
ada yang ingin kau sampaikan padaku, Reno?” kau menanyakan apa maksud yang ada
dalam surat tersebut.
“aku..aku
suka sama kamu, bunga. Kamu mau kan jadi kekasih aku?” Reno dengan cepat
menyatakan perasaannya padamu. Kemudian kau malah menanyakan pertanyaan yang
sama padaku saat ku menghampiri kalian.
“apa
ada yang ingin kamu sampaikan Van?”
“yah,
sedang apa kau disini, mengapa kau belum pulang?” aku sontak berkata demikian
ketika melihatmu.
Kau
tampak terdiam. Kau seperti tak bisa berkata apa-apa saat melihat ku dan Reno.
Kemudian aku merangkul Reno dan mengajaknya pulang bersama, dan Reno pun
mengajak kau pulang bersamanya. Maka kita bertiga pulang bersama-sama.
***
Ada
yang aneh atau yang tak bisa diterima saat sebuah keputusan begitu saja keluar
tanpa alasan yang jelas. Itu yang mungkin kau pikiran. Ternyata kau ini
beruntung dicintai oleh orang yang begitu mencintaimu. Sahabatku itu memang
orang yang baik, tak hanya tampan juga pandai dalam berolahraga, sedangkan aku
hanya sahabatnya yang suka menulis dan memotret. Itu yang membuat kami berdua
terlihat kompak.
Hari-hari
berlalu. Kau kini selalu bersamanya. Datang ke sekolah bersamanya, hingga
hampir setiap pagi kau menerima bunga mawar sebelum masuk kelas. Makan
bersamanya hingga pulang kau selalu bersamanya juga dengan ku, kita bertiga
sama sama naik motor, bedanya kau bersama Reno dan aku sendiri. Lalu kita
tertawa bersama.
Terkadang cinta memang sulit dipahami
seperti keadaan ku diantara kau dan dia, semua tampak indah aku bisa melihat
sahabatku tersenyum riang dan kau membuatnya semakin menyukaimu, aku hanya
tertawa kecil melihat candaan kawan-kawanku ini setiap hari.
***
Kau
melihatku tengah duduk sendiri di depan gerbang sekolah dengan kamera yang
kupegangi untuk mencari dan memotret gambar yang bagus di sekitar sekolah. Lalu
menghampiriku dan menawariku sesuatu.
“Ivan? “ kau
memanggilku dengan nada yang merendah.
Aku sontak
kaget dan menurunkan kamera didepan mataku dan melihatmu berada tepat di depan
ku.
“hei, Bunga.”
Aku pun hanya mengucapkan itu tanpa menanyakan apa maksud kau memanggilku. Ku
kembali menatap layar digital kameraku. Kemudian kau duduk di sebelahku dan
kembali menanyaiku.
“kamu suka
memotret?
Aku kembali
menurunkan kamera dan menengok ke arahmu, dan kau kini berada tepat di
sampingku.
“iya..” ujarku
singkat.
“aku ada
brosure tentang lomba fotografi antar sekolah, aku rasa kau harus ikut Van, kau
kan mahir dalam mengambil gambar fotografi.” Kau memperlihatkan brosure padaku.
Kurasa kau terlalu berlebihan mengatakan hal tersebut.
“oya, aku
pasti ikut ko” aku tersenyum melihat brosure itu.
Kemudian kau
dan aku dikagetkan dengan kedatangan Reno yang tiba-tiba datang dari belakang
kau dan aku duduk.
“weyy, lagi pada
ngapaian nih, serius banget” Reno tertawa canda dan langsung melompat duduk
diantara kau dan aku, otomatis kau dan aku tergeser.
Kemudian
dengan cepat ia mencium pipimu di depan mataku. Kau hanya diam dan melihat
padaku begitupun aku. Suasana hening sejenak. Hingga Reno menanya padaku.
“weh lomba
fotografi bro, kau harus ikut, aku yakin kau pasti menang” ujar Reno sambil
menepuk pundakku. Aku masih diam.
“hei, bunga
temenin aku makan yuk” ia mengajak kau makan dan seperti biasa ia mengajak aku
juga. Tetapi kali ini aku menolak ajakannya, karena ada urusan yang harus aku
selesaikan jadi aku pulang duluan. Dan kau pergi bersama.
***
Pernah terpikir suatu keadaan dimana kau
secara tiba-tiba mengalami hal yang tak kau harapkan dan kau tak bisa
mencegahnya apa lagi menghentikannya. Karena itu begitu cepat hingga tak bisa
diperkirakan oleh pikiran.
Ketika kau harus melihat pemandangan yang
tak biasa lalu kau seperti bisu dan tak bisa bergerak hanya mata yang menahan
pedih karena tak berkedip dan mulut yang terkunci tak bisa bicara.
Saat
itu Reno mengantarmu pulang selesai kalian makan. Kau masih terlihat memikirkan
suatu hal tetapi Reno asik bernyanyi-nyanyi sendiri sambil mengendarai motornya
bersamamu. Tiba-tiba saja kau memintanya menepi.
“Ren,
turunin aku sekarang?” kau tiba-tiba saja mengucapkan itu.
“apa?
Kenapa, Bunga?” Reno merasa bingung dengan perkataanmu.
“iya
cepet berenti.” Kau menegaskan padanya.
Lalu
dengan cepat Reno menepikan motornya-kau langsung membuka tali helm dan turun
dari motor Reno. Tanpa basa-basi kau hendak pergi meninggalkannya tapi Reno
langsung menghentikanmu.
“hei..hei,
ada apa Bunga? Kamu kenapa?” ia menarik tanganmu dan menghentikan langkahmu.
“kamu
gak usah temuin aku lagi deh, dan gak usah jemput aku lagi” kau menatap tajam
padanya.
“tapi
kenapa? Aku salah apa? Aku pacar kamu” Reno mulai merasa takut dengan perasaan
yang tiba-tiba mengancamnya.
“kata
siapa aku pacar kamu? Emang kapan aku pernah bilang kalo aku terima kamu”. Kau
menyangkal perkataannya.
“tapi..
dengan semua yang udah kita lakukan sama-sama, Bunga. Jadi ku pikir kita...”
Reno mencoba menjelaskan tapi kau memotong perkataannya.
“aku
gak pernah punya perasaan apa-apa sama kamu. Aku mencintai orang lain.” Kau
menegaskan lagi, lalu kau pergi meninggalkan Reno, kau menyetop bus dan naik
tanpa melihatnya lagi.
Tak
ada yang diucapkan Reno saat ia melihatmu pergi darinya, pergi dari hatinya.
Kurasa ia begitu terpukul saat tau kau mengatakan hal itu. Aku memang sedih
melihat sahabatku yang tak lagi tertawa bersamaku, tapi disisi lain aku juga
demikian.
Cinta itu seperti puzzle yang tersusun dari
beberapa bongkahan yang rumit. Saat sesuatu yang buruk terjadi padanya itu akan
hancur dengan kepingan-kepingan yang harus kita susun kembali seperti semula.
Walau terkadang sulit untuk memperbaikinya tapi mungkin ada kesempatan untuk
menyusunnya hingga menjadi utuh, tapi ingat, itu tak seindah dulu saat pertama
puzzle itu bersinar..
Persahabatan dan cinta adalah satu paket
yang kadang berisi senang dan sedih. Saat keduanya saling menjabat erat akan
ada kebahagian diantara mereka, tapi ketika mulai merenggang, ada perasaan duka
yang menjarak diantaranya.
***
Ada
kabar baik dan buruk.
Baiknya,
ayahku memberiku kesempatan kuliah di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Rencananya saat aku lulus sebentar lagi aku akan pindah ke sana dan
meninggalkan Bandung. Memang ayahku ada investasi bekerja di Jogja yang
menjanjikan maka dari itu kami ikut pergi ke Jogja.
Buruknya, aku
pasti sangat sedih sekali saat tahu aku harus berpisah dengan teman-teman ku,
sahabatku, terutama denganmu. Entah apa yang bisa aku lakukan sekarang ini,
tapi aku memang merasa bingung dengan keputusan ini, akankah aku benar-benar
pergi?
***
Akhirnya
setelah tiga tahun aku di SMA, aku dinyatakan lulus, juga kau dan sahabatku
Reno. Itu sesuatu yang menyenangkan dan membanggakan. Tapi tak banyak waktu
saat itu aku harus langsung pergi ke bandara dan terbang menuju Jogja.
Sedihnya aku
tidak melihat sahabatku yang seharusnya ada disampingku, ia yang biasanya
menemaniku saat hendak pergi. Tapi kini berbeda entah kemana ia sekarang.
Mungkin ia marah padaku atau entah kenapa ia pun tak bisa aku hubungi hingga
aku hendak pergi, mungkin dengan waktu yang lama. Atau karena sesuatu yang
sempat ia katakan kepadaku saat itu.
“Van, kau
masih menganggapku sahabatmu kan?”
“kau ini
kenapa Ren, tentu kawan. Kau sahabatku yang terbaik”. Aku tersenyum padanya.
“yah kau
benar. Kau tahu kan aku sangat mencintai Bunga. Aku tak ingin kehilangan dia.
Aku ingin kau menjauhinya Van, untuk alasan apapun.” Reno menatap serius
padaku.
“oyy” Aku
hanya mendengakan kepala ke arahnya.
Entah mengapa
ia takut sekali kehilanganmu saat tahu kau menolak cintanya. Kita memang pernah
berjanji dulu untuk tidak menyukai perempuan yang sama. Karena akan menyakiti
satu sama lain.
Sedihnya aku
lagi, aku menunggu seseorang yang mungkin ingin mengucapkan sesuatu sebelum aku
pergi. Mungkin memang aku harus pergi dengan perasaan berat meninggalkan
Bandung, mungkin memang ada seseorang yang belum aku temui saat hendak pergi.
***
Saat aku
hendak menuju bandara bersama ayah dan ibuku, aku seperti melihatmu
berlari-lari ke arahku. Dengan tergesah-gesah kau menghampiriku dan memanggilku
dari jauh.
“Rivan?
Tunggu..” kau berteriak hingga aku berhenti dan menengok ke belakang. Kau tampak
sedikit berantakan dengan napas yang tidak teratur.
Akupun
menghampirimu. Ayah dan ibuku jalan terlebih dahulu ke loket. Aku tersenyum
melihatmu terengah-engah berlari untuk menemuiku.
“Van, kau
benar-benar akan pergi?” seperti ada sesuatu di matamu yang ingin kau sampaikan
padaku.
“iya, Bunga.
Aku harus pergi ke Jogja dan berencana kuliah disana. Sebenarnya aku tak tega
untuk meninggalkanmu di Bandung. Haha. Oya bagaimana denganmu apa yang
selanjutnya kau lakukan? Kuliah juga?” aku tertawa kecil sambil mengusap-usap
belakang kepalaku.
“kenapa kau
pergi? Apa kau mau meninggalkanku sendiri Van?” kau seperti tak ingin melihatku
pergi.
“iya aku akan
pergi, mungkin untuk waktu yang lama. “ tak banyak aku menjawab pertanyaanmu,
karena orangtuaku sudah memanggilku. Aku pun berpamitan padamu dan hendak
meninggalkanmu, lalu kau menghentikanku dan memegang kedua tanganku.
“Van, aku gak mau kamu pergi. Aku suka sama
kamu dari dulu bahkan jauh sebelum aku bertemu dengan Reno. Aku tak tahu lagi
harus apa, tapi dulu aku tak berani berkata langsung padamu. Alasan aku bersama
Reno karena aku ingin selalu dekat denganmu. Maafkan aku seharusnya aku bisa
mengerti perasaanmu dengan tidak bersama Reno. Tapi percayalah aku benar-benar
mencintaimu dan aku tak ingin kau meninggalkanku Van. Aku ikut pentas tari,
drama, dan melakukan hal lainnya semata-mata karena untuk menarik perhatianmu.
Semua itu karena kamu..”
Kau langsung
berkata semua itu sekaligus dan aku hanya terdiam menatapmu. Tak ada kata-kata
yang keluar dari mulutku. Aku menurunkan tanganmu dan menatap matamu sekadarnya
lalu aku menggelengkan kepala perlahan.
Ekspresimu langsung
berubah drastis. Matamu mulai membukakan kelopaknya dengan berubah berkaca-kaca
menatapku dan bibirmu yang mulai bergemetar dan meneteslah air dari matamu
tanpa kau kedipkan dan palingkan dari menatapku.
Aku pun
mengusap air mata yang mengalir di pipimu dan memalingkan badanku kemudian aku
melangkah pergi menyusul orangtuaku. Kau melihat aku melangkah balik dari
hadapanmu dan kau mulai menangis melihat aku pergi.
***
Cinta itu bukan hanya soal saling mengasihi
dan menyayangi satu sama lain. Dan saat kau dapati separuh hatimu terluka, kau
tak melihat cinta kasih dan sayang yang sesungguhnya. Cinta terkadang memilih
berbeda saat kau merasa cinta tak berpihak kepadamu. Ketika kau harus melihat
cinta itu pergi dari sisimu, kau harus rela melihat cinta itu adalah sebuah
pengorbanan yang berarti yang mungkin tak pernah kau sadari sebelumnya..
Ada saatnya kau
melihat seseorang pergi dari sisimu karena suatu alasan yang berarti. Bukan
karena ia tak melihat cinta yang kau bawa, tapi lihatlah apa yang bisa kau
berikan kepadanya selain cinta dalam bentuk kasih sayang, mungkin sebuah
pengorbanan, atau luka..
Luka yang terus membesar dan menetap di hati
yang akan mengajarimu bahwa cinta tak seharusnya bahagia saat itu juga, mungkin
ada saatnya kau terluka dan saatnya kau bahagia, karena cinta belajar untuk
terluka hingga mendapati kebahagiaan yang abadi..
Bunga..
Bukan seperti apa yang kau bayangkan. Apa
kau mengerti arti pengorbanan cinta itu kadang sakit dan terluka. Aku
sebenarnya berat untuk pergi meninggalkanmu saat itu. Aku menangis saat
melangkah meninggalkanmu pergi. Aku tahu perasaanmu tak rela melihatku demikian
tapi tak ada lagi yang bisa aku perbuat..
Aku sedih.. Aku terluka. Ketika kau bersama
Reno, saat ku harus melihatmu dekat dengannya dan aku hanya melihatmu dari
sebrang kalian. Saat kau harus berada dimotornya bukan dimotorku. Aku hanya
tersenyum tetapi hatiku menangis. Saat Reno menciummu di depan mataku, aku
terluka.
Ketika kau menerima bunga mawar yang aku
bawakan setiap pagi, itu sebenarnya dariku bukan dari Reno. Tapi aku malah tak
berterus terang mengatakannya padamu. Tetapi lagi-lagi kerjaanku hanya mencuri moment
untuk memotretmu.
Dan saat bertemu dengan mu di depan gerbang
sekolah, aku melihat Reno menyatakan cintanya kepadamu, aku benar-benar
terluka. Apakah kau tau? Aku yang menulis surat itu padamu, dan aku ingin kau
menunggu di sana tetapi Reno datang lebih awal dariku. Padahal aku ingin
mengatakan sesuatu padamu bahwa “aku sangat mencintaimu”.
Tapi kurasa itu percuma saja, tak ada lagi yang
bisa ku perbuat selain menulis surat ini untukmu, aku berharap kau membacanya
meski aku tak bersamamu lagi, dan maaf aku pernah mencintaimu..
Rivanda
Reynaldi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar