Rabu, 02 Juli 2014

Tangkai yang Merindu #3



“..Ketulusan adalah Pengorbanan”

            Sebuah ketulusan selalu ada dalam setiap perjalanan kisah hidup, begitupun pengorbanan yang sering sekali berdampingan dengan ketulusan. Keduanya dibungkus rapih dalam sebuah wadah yang disebut “cinta”. Karena tanpa ketulusan, tak akan pernah ada pengorbanan, begitupun cinta..


            Cinta yang benar-benar cinta adalah cinta karena ketulusan yang didalamnya ada pengorbanan sejati. Cinta karena ketulusan tidak pernah memandang ujung waktu yang panjang ataupun batasan hingga kehidupan berganti kematian. Takkan pernah ada rasa ketulusan yang abadi terpancar dari perkataan, karena ketulusan yang abadi hanya terpancar dari hati dan jiwa yang ikhlas yang kemudian terpancar dari perbuatan.

            Daun tua itu satu-satunya daun yang memiliki ketulusan dan pengorbanan yang abadi, walaupun ia harus mati, tetapi ketulusannya takkan pernah mati. Ia rela mengorbankan apa yang dimilikinya dan dicintainya demi kedamaian, kesejahteraan, dan kebersamaan makhluk lain. Karena menurutnya ketulusan itu bukan untuk dimiliki satu makhluk saja, melainkan untuk semua makhluk. Serta bukan hanya sementara tapi selamanya..

Bagian III – Daun Tua

            Tiada cinta yang indah tanpa sebuah ketulusan, tiada ketulusan tanpa cinta yang indah” itu adalah perkataan ibuku sesaat sebelum beliau meninggalkan aku dan kami. Beliau meninggalkan aku saat aku masih menjadi pucuk kecil yang suci dan muda. Beliau berpesan agar aku kelak menjadi daun yang indah yang bisa bermanfaat dan berkorban untuk keluarga kami dan makhluk lain. Karena daun adalah bagian tumbuhan yang menjadi sumber ketulusan bagi pohonnya. Daun yang baik adalah daun yang bisa melaksanakan kewajibannya yang diberikan oleh sang pohon dengan baik dan ikhlas. Daun yang baik ketika berhasil berfotosintesis dan menghasilkan oksigen dan makanan bagi keluarga kemudian kering dan mati sebagai pahlawan. Ibuku juga pernah bilang padaku untuk jangan pernah takut akan kesendirian. Karena diantara kesendirian akan ada ketulusan yang akan membantumu kelak. Semenjak kepergian ibuku dulu aku mencoba untuk tidak takut dengan apapun.

            Ibuku adalah daun yang sangat indah dan menjadi kebanggaan bagi keluarga kami begitupun pohon kami. Beliau menjadi panutan para daun-daun muda untuk melaksanakan tugasnya sebagai daun yang baik, menggayomi para daun muda untuk belajar berfotosintesis, memberi sumber makanan pada ulat-ulat kecil, dan menjadi tumpuan selimut untuk tangkai-tangkai muda yang kedinginan. Hingga sang pohon kami tidak rela untuk kehilangan beliau dengan jasanya yang begitu luarbiasa bagi keluarga besar kami.

            Tapi sebuah takdir tidak bisa dielakan lagi, sang pohon kami pun tidak bisa berbuat apa-apa atas apa yang terjadi pada ibuku dulu. Sebuah badai besar menimpa ekosistem kami. Badai yang entah dari mana asalnya mengguncangkan keluarga kami. Sang pohon tua itu berusaha melindungi kami semua dari badai itu dan saat itu ibuku dan ayahku (beliau tangkai yang gagah saat itu) melindungi aku yang sedang tumbuh menjadi pucuk kecil. Tetapi mereka tidak bisa terus melindungi aku. Ibu dan ayahku terpisah dari batang pohon tua itu. Dan mereka berpesan dengan menitipkan aku kepada pohon tua itu.

            Ibu dan ayahku berpesan kepada pohon tua sebelum terpisah terbawa badai, “wahai pohon dari pelindung kami, kami meminta kepadamu, jagalah anak kami ini pohonku lindungilah dia dan berikan tempat yang layak untuknya di keluarga ini agar ia tetap bisa hidup seperti daun-daun lain. Kami tidak bisa melindunginya lagi, berharap engkau menjaganya hingga ia dewasa kelak. Kami mohon padamu pohonku. Ini permintaan terakhirku, Kami mohon…”

            Pohon tua itupun membalas permintaan ibu dan ayakku,”wahai daun dan tangkaiku, engkau adalah pahlawan bagi keluarga ini, jasamu begitu besar daunku. Maafkan aku, karena aku tak bisa melindungi kalian dari musibah ini, membiarkan kalian terpisah dari keluarga ini, tetapi untuk permintaanmu itu, aku pasti melindungi dan menjaga anak kalian, aku akan menghidupkan dia pada tempat yang layak dan membesarkan dia menjadi daun yang luarbiasa sepertimu daunku.. aku janji.”

            Semenjak kejadian besar itu, tak ada yang mau mengurusiku, sampai aku terancam mati tanpa ada tempat untukku hidup. Pohon tua itu akhirnya menempatkan aku pada ranting tua sebatang kara yang baik yang mau menerimaku berada di tubuhnya hingga aku dewasa di batang itu. Karena ketulusan dari sang batang ranting itu, ia dianugrahkan tangkai muda yang tampan oleh pohon kami. Batang ranting itupun mati dengan meninggalkan aku bersama anak angkatnya, tangkai muda.

            Sejak saat itulah aku berada di sisi tubuh sang tangkai muda. Pohon tua itu bahagia melihat aku berada pada tempat yang sesungguhnya yang diamanatkan oleh ibuku. Kini aku bisa hidup dengan layak bersama tangkai muda yang tampan itu. kau tahu kenapa? Sepertinya semenjak aku bersama-sama dengan tangkai muda itu aku jatuh hati padanya, bagaimana tidak ia begitu diidolakan oleh daun-daun muda yang lebih cantik dari aku. Aku tahu aku hanya daun tua yang hanya menumpang pada tangkai muda itu. Apakah aku pantas bersamanya? ia tangkai yang romantic yang selalu melantunkan syairnya untuk keluarga ini. Dan entah kenapa dia pun malah menyukaiku dari pada daun-daun muda itu.  Aku terharu, ia begitu mencintaiku, padahal usia kita berbeda jauh, seperti yang kau tahu ia lebih muda dariku. Tapi karena cintanya begitu tulus padaku aku menerimanya. Dan kini aku menjalin kasih dengannya. Itu sungguh bahagia dalam hidup kami.

            Disamping kisah kasih kami, ada tangkai yang diam-diam juga mencintaiku. Entah bagaimana mulanya tangkai tetangga yang tua itu begitu memujaku. Tapi aku tidak bisa bersama tangkai tua itu, aku sedang bersama tangkai muda bahkan jauh sebelum tangkai muda itu lahir. Entah mengapa aku melihat tangkai tua itu begitu tidak suka kepada tangkai muda. Ini sungguh bukan hal yang harmonis. Seharusnya tak ada permusuhan di keluarga ini, apalagi jika pohon tua itu mengetahuinya, ia pasti tidak akan suka dengan hal ini. Apakah ini karenaku?

            Aku tahu, mungkin kedekatanku dengan tangkai muda selama ini membuat tangkai tua itu tidak menyukainya. Dia membenci tangkai muda atau hanya karena cemburu saja. Terkadang aku bertanya pada diriku sendiri bahwa aku ini bukan daun yang istimewa dan anggun, aku hanya daun biasa yang sudah tua dan mungkin tak lama lagi akan meninggalkan keluarga ini. Aku dilahirkan untuk memenuhi kewajibanku sebagai daun saja, mengapa aku dihadikan dalam drama cinta yang seperti ini. Aku sungguh memang mencintai tangkai muda itu, tapi aku juga tak ingin hanya karena aku mereka sampai bermusuhan. Aku mengalami dilemma diantara keadaan seperti ini. Di satu sisi aku tidak bisa mendustai perasaanku kepada tangkai muda, dan di sisi lain aku tak ingin tangkai mudaku menjadi tumpuan kebencian dari tangkai tua itu. Aku hanya ingin melihat tangkai muda itu bahagia, ia selalu menjadi bahan cacian oleh tangkai tua. Aku sedih. Maka dari itu aku meminta kebijaksanaan dari pohon tua itu.

            wahai pohon dari pelindung kami, apa yang kini harus aku lakukan pohonku? Engkau telah menghadirkan  dan mempertemukan aku dengan tangkai muda. Aku sungguh bersyukur akan kebersamaan kami. Tapi disisi lain ada yang tidak suka dengan kebersamaan kami yang itu akan membuatmu tidak menyukainya. Aku tak ingin ada permusuhan di keluarga ini, dan jika itu karnaku, aku rela untuk menghapus permusuhan itu. Aku memang dilahirkan untuk melaksanakan kewajibanku kepadamu pohonku, bukan untuk kebahagiaan semata. Maka dari itu haruskah aku melakukan apa yang seharusnya aku lakukan demi mu pohonku? Dengan pergi dan meninggalkan keluarga ini. Aku memang dulu ditakdirkan untuk mati kan? Tetapi engkau dulu malah menjagaku hingga sekarang. Aku begitu berhutang budi padamu. Dan aku tidak ingin membuatmu kecewa pohonku. Ijinkan aku mengorbankan hidupku untuk keluarga ini, pohonku. Aku rela melakukannya, jika itu jalan yang terbaik untuk semuanya. Aku ikhlas..”

            Pohon tua itu kini memberikan kebijaksanaannya,“sungguh anakku, engkau daun yang mulia, kau rela mengorbankan kebahagianmu demi yang lain. Kau memang seperti ibumu yang luarbiasa, kini kau melakukan itu demi keluarga ini. Aku tahu perasaanmu, tangkai-tangkai itu tidak sepantasnya bersikap demikian. Tapi kau bersikap begitu bijaksana. Aku menghargai keputusanmu anakku, aku bangga padamu..

            Akhirnya setelah pohon tua itu mengikhlaskanku untuk pergi, aku pun perlahan berpisah dari keluarga ini. Aku harus rela berpisah dengan tangkai mudaku, yang aku tahu dia tidak pernah rela aku ini pergi, ia tidak membiarkanku untuk berpisah dari sisi tubuhnya, tapi aku memberinya arti, “ketulusan adalah pengorbanan”, cinta yang tulus adalah cinta yang berdasakan atas pengorbanan, dengan cinta memang tak harus memiliki, tapi ada saatnya cinta harus dikorbankan atas dasar ketulusan. Itulah makna cinta yang sesungguhnya. Dan aku berpesan kepada tangkai muda untuk selalu melaksanakan kewajibannya di keluarga ini dengan senyuman dan selalu melantunkan syairnya kepada keluarga ini. Pesanku kepada tangkai tua, “janganlah kau membenci saudara tangkaimu, tangkai tua. Ia adalah bagian dari keluargamu juga. Jangan karena aku engkau memnbenci dan menjadikannya musuhmu. Sebagai tangkai yang lebih tua kau seharusnya menjadi teladan untuk tangkai-tangkai lainnya.”

Selamat tinggal keluargaku, selamat tinggal pohon tua, saudara-saudaraku, ulat-ulat kecilku, kupu-kupuku, seranggaku, tangkai tua dan tangkai mudaku, aku mencintai kalian semua…

            Pengorbanan memang menjadi kekuatan dari ketulusan, itu yang ditunjukan daun tua kepada tangkai yang sedang merindu. Dia rela mengorbankan cintanya demi kewajibannya kepada keluarganya yang sebenarnya ia tak ingin ada permusuhan diantaranya, hanya karena dirinya.. sungguh perbuatan yang mulia. Ini yang terakhir yang akan kuceritakan kepadamu lewat kebijaksanaan sang pohon tua..

Bagian IV – Epilog

            Wahai semua anak-anakku, bagian dari tubuhku, dan semua makhluk dari penjuru ekosistem ini, aku dilahirkan di bumi ini untuk memenuhi paru-paru dunia. Menciptakan keharmonisan tumbuhan dan kesejahteraan makhluk hidup. Aku bagian dari bumi ini menjadi pelindung dan rumah bagi makhluk-makhluk kecil yang menjadi bagian dari kehidupan bumi. 

            Perlu kalian ketahui anak-anakku, tangkai-tangkaiku yang tangguh, daun-daunku yang mulia, bunga-bungaku yang cantik dan semua yang menjadi bagian dari keluargaku. Aku memang tidak pernah menyukai permusuhan ataupun kebencian. Sesungguhnya aku melahirkan kalian semua atas dasar ketulusan dan pengorbanan, bukan dari kebencian. Tak ada kesesalan atas kehidupan keluarga ini. Aku menjaganya selama ini, melindunginya dan menjadi pencerah dari keluarga ini.

            Aku menjadi tumpuan dari bagian-bagian seluruh sisi tubuhku, kau lihat keluarga akar di dalam tanah sana, begitu harmonis, begitu sejahtera. Mereka melaksanakan kewajibannya dengan baik. Mengumpukan air dan mineral untuk keluarga ini, untuk kalian yang berfotosintesis. Mereka menjalin hubungan dengan baik dan saling bekerjasama satu sama lain. Demi kalian yang diatas sana. Mereka akar-akar yang kuat menjadi pondasi dari tubuh keluarga ini. menjadi dasar dari kekuatan kita.

            Kau lihat batang besar itu, dia adalah tubuhku. penghubung kekuataan dari dalam tanah dan di atas tanah. Dia menjadi penompang keluarga ini dan menjadi tubuh batang yang hebat yang melahirkan batang-batang kecil dan ranting yang kuat. Dia melaksanakan kewajibannya dengan sangat baik berperan sebagai pengolah dan penyalur bahan makanan untuk keluarga ini.

            Dan kau lihat batang ranting yang bercabang-cabang itu. Mereka yang menjadi tumpuan kalian para tangkai, daun, bunga, dan buah. Mereka yang tak rela kau bersedih dan termurung. Mereka yang melaksanakan kewajibannya dengan baik dengan melahirkan kalian para tangkai, dan daun yang cantik serta anggun. Member tugas kalian tuk membuat makanan dengan berfotosintesis untuk keluarga ini.

            Maka dari itu tiada kebencian dan permusuhan di antara keluarga ini. Aku sebagai pelindung kalian semua dan kebijaksanaan keluarga ini, jagalah keharmonisan dan kedamaian serta kesejahteraan kita semua, dan kepada engkau khususnya tangkai tua, janganlah kau mengikuti nafsumu dengan membenci saudaramu sendiri dan kau tangkai muda janganlah kau menjadi tangkai yang merindu dengan berlarut dalam kesedihan hanya karena sehelai daun tua..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar