“..Ketulusan adalah Pengorbanan”
Sebuah
ketulusan selalu ada dalam setiap perjalanan kisah hidup, begitupun pengorbanan
yang sering sekali berdampingan dengan ketulusan. Keduanya dibungkus rapih
dalam sebuah wadah yang disebut “cinta”. Karena tanpa ketulusan, tak akan
pernah ada pengorbanan, begitupun cinta..
Cinta
yang benar-benar cinta adalah cinta karena ketulusan yang didalamnya ada
pengorbanan sejati. Cinta karena ketulusan tidak pernah memandang ujung waktu
yang panjang ataupun batasan hingga kehidupan berganti kematian. Takkan pernah
ada rasa ketulusan yang abadi terpancar dari perkataan, karena ketulusan yang
abadi hanya terpancar dari hati dan jiwa yang ikhlas yang kemudian terpancar
dari perbuatan.
Daun
tua itu satu-satunya daun yang memiliki ketulusan dan pengorbanan yang abadi,
walaupun ia harus mati, tetapi ketulusannya takkan pernah mati. Ia rela
mengorbankan apa yang dimilikinya dan dicintainya demi kedamaian,
kesejahteraan, dan kebersamaan makhluk lain. Karena menurutnya ketulusan itu
bukan untuk dimiliki satu makhluk saja, melainkan untuk semua makhluk. Serta
bukan hanya sementara tapi selamanya..
Bagian III – Daun Tua
“Tiada cinta yang indah tanpa sebuah
ketulusan, tiada ketulusan tanpa cinta yang indah” itu adalah perkataan
ibuku sesaat sebelum beliau meninggalkan aku dan kami. Beliau meninggalkan aku
saat aku masih menjadi pucuk kecil yang suci dan muda. Beliau berpesan agar aku
kelak menjadi daun yang indah yang bisa bermanfaat dan berkorban untuk keluarga
kami dan makhluk lain. Karena daun adalah bagian tumbuhan yang menjadi sumber
ketulusan bagi pohonnya. Daun yang baik adalah daun yang bisa melaksanakan
kewajibannya yang diberikan oleh sang pohon dengan baik dan ikhlas. Daun yang
baik ketika berhasil berfotosintesis dan menghasilkan oksigen dan makanan bagi
keluarga kemudian kering dan mati sebagai pahlawan. Ibuku juga pernah bilang
padaku untuk jangan pernah takut akan kesendirian. Karena diantara kesendirian
akan ada ketulusan yang akan membantumu kelak. Semenjak kepergian ibuku dulu
aku mencoba untuk tidak takut dengan apapun.
Ibuku
adalah daun yang sangat indah dan menjadi kebanggaan bagi keluarga kami
begitupun pohon kami. Beliau menjadi panutan para daun-daun muda untuk
melaksanakan tugasnya sebagai daun yang baik, menggayomi para daun muda untuk
belajar berfotosintesis, memberi sumber makanan pada ulat-ulat kecil, dan menjadi
tumpuan selimut untuk tangkai-tangkai muda yang kedinginan. Hingga sang pohon
kami tidak rela untuk kehilangan beliau dengan jasanya yang begitu luarbiasa
bagi keluarga besar kami.
Tapi
sebuah takdir tidak bisa dielakan lagi, sang pohon kami pun tidak bisa berbuat
apa-apa atas apa yang terjadi pada ibuku dulu. Sebuah badai besar menimpa
ekosistem kami. Badai yang entah dari mana asalnya mengguncangkan keluarga
kami. Sang pohon tua itu berusaha melindungi kami semua dari badai itu dan saat
itu ibuku dan ayahku (beliau tangkai yang gagah saat itu) melindungi aku yang
sedang tumbuh menjadi pucuk kecil. Tetapi mereka tidak bisa terus melindungi
aku. Ibu dan ayahku terpisah dari batang pohon tua itu. Dan mereka berpesan
dengan menitipkan aku kepada pohon tua itu.
Ibu
dan ayahku berpesan kepada pohon tua sebelum terpisah terbawa badai, “wahai pohon dari pelindung kami, kami
meminta kepadamu, jagalah anak kami ini pohonku lindungilah dia dan berikan
tempat yang layak untuknya di keluarga ini agar ia tetap bisa hidup seperti
daun-daun lain. Kami tidak bisa melindunginya lagi, berharap engkau menjaganya
hingga ia dewasa kelak. Kami mohon padamu pohonku. Ini permintaan terakhirku,
Kami mohon…”
Pohon tua
itupun membalas permintaan ibu dan ayakku,”wahai
daun dan tangkaiku, engkau adalah pahlawan bagi keluarga ini, jasamu begitu
besar daunku. Maafkan aku, karena aku tak bisa melindungi kalian dari musibah
ini, membiarkan kalian terpisah dari keluarga ini, tetapi untuk permintaanmu
itu, aku pasti melindungi dan menjaga anak kalian, aku akan menghidupkan dia
pada tempat yang layak dan membesarkan dia menjadi daun yang luarbiasa
sepertimu daunku.. aku janji.”
Semenjak
kejadian besar itu, tak ada yang mau mengurusiku, sampai aku terancam mati
tanpa ada tempat untukku hidup. Pohon tua itu akhirnya menempatkan aku pada ranting
tua sebatang kara yang baik yang mau menerimaku berada di tubuhnya hingga aku
dewasa di batang itu. Karena ketulusan dari sang batang ranting itu, ia
dianugrahkan tangkai muda yang tampan oleh pohon kami. Batang ranting itupun
mati dengan meninggalkan aku bersama anak angkatnya, tangkai muda.
Sejak
saat itulah aku berada di sisi tubuh sang tangkai muda. Pohon tua itu bahagia
melihat aku berada pada tempat yang sesungguhnya yang diamanatkan oleh ibuku.
Kini aku bisa hidup dengan layak bersama tangkai muda yang tampan itu. kau tahu
kenapa? Sepertinya semenjak aku bersama-sama dengan tangkai muda itu aku jatuh
hati padanya, bagaimana tidak ia begitu diidolakan oleh daun-daun muda yang
lebih cantik dari aku. Aku tahu aku hanya daun tua yang hanya menumpang pada
tangkai muda itu. Apakah aku pantas bersamanya? ia tangkai yang romantic yang
selalu melantunkan syairnya untuk keluarga ini. Dan entah kenapa dia pun malah
menyukaiku dari pada daun-daun muda itu.
Aku terharu, ia begitu mencintaiku, padahal usia kita berbeda jauh,
seperti yang kau tahu ia lebih muda dariku. Tapi karena cintanya begitu tulus
padaku aku menerimanya. Dan kini aku menjalin kasih dengannya. Itu sungguh
bahagia dalam hidup kami.
Disamping
kisah kasih kami, ada tangkai yang diam-diam juga mencintaiku. Entah bagaimana
mulanya tangkai tetangga yang tua itu begitu memujaku. Tapi aku tidak bisa
bersama tangkai tua itu, aku sedang bersama tangkai muda bahkan jauh sebelum
tangkai muda itu lahir. Entah mengapa aku melihat tangkai tua itu begitu tidak
suka kepada tangkai muda. Ini sungguh bukan hal yang harmonis. Seharusnya tak
ada permusuhan di keluarga ini, apalagi jika pohon tua itu mengetahuinya, ia
pasti tidak akan suka dengan hal ini. Apakah ini karenaku?
Aku
tahu, mungkin kedekatanku dengan tangkai muda selama ini membuat tangkai tua
itu tidak menyukainya. Dia membenci tangkai muda atau hanya karena cemburu
saja. Terkadang aku bertanya pada diriku sendiri bahwa aku ini bukan daun yang
istimewa dan anggun, aku hanya daun biasa yang sudah tua dan mungkin tak lama
lagi akan meninggalkan keluarga ini. Aku dilahirkan untuk memenuhi kewajibanku
sebagai daun saja, mengapa aku dihadikan dalam drama cinta yang seperti ini.
Aku sungguh memang mencintai tangkai muda itu, tapi aku juga tak ingin hanya
karena aku mereka sampai bermusuhan. Aku mengalami dilemma diantara keadaan
seperti ini. Di satu sisi aku tidak bisa mendustai perasaanku kepada tangkai
muda, dan di sisi lain aku tak ingin tangkai mudaku menjadi tumpuan kebencian
dari tangkai tua itu. Aku hanya ingin melihat tangkai muda itu bahagia, ia
selalu menjadi bahan cacian oleh tangkai tua. Aku sedih. Maka dari itu aku meminta
kebijaksanaan dari pohon tua itu.
“wahai pohon dari pelindung kami, apa yang
kini harus aku lakukan pohonku? Engkau telah menghadirkan dan mempertemukan aku dengan tangkai muda.
Aku sungguh bersyukur akan kebersamaan kami. Tapi disisi lain ada yang tidak
suka dengan kebersamaan kami yang itu akan membuatmu tidak menyukainya. Aku tak
ingin ada permusuhan di keluarga ini, dan jika itu karnaku, aku rela untuk
menghapus permusuhan itu. Aku memang dilahirkan untuk melaksanakan kewajibanku
kepadamu pohonku, bukan untuk kebahagiaan semata. Maka dari itu haruskah aku
melakukan apa yang seharusnya aku lakukan demi mu pohonku? Dengan pergi dan
meninggalkan keluarga ini. Aku memang dulu ditakdirkan untuk mati kan? Tetapi
engkau dulu malah menjagaku hingga sekarang. Aku begitu berhutang budi padamu.
Dan aku tidak ingin membuatmu kecewa pohonku. Ijinkan aku mengorbankan hidupku
untuk keluarga ini, pohonku. Aku rela melakukannya, jika itu jalan yang terbaik
untuk semuanya. Aku ikhlas..”
Pohon
tua itu kini memberikan kebijaksanaannya,“sungguh
anakku, engkau daun yang mulia, kau rela mengorbankan kebahagianmu demi yang
lain. Kau memang seperti ibumu yang luarbiasa, kini kau melakukan itu demi
keluarga ini. Aku tahu perasaanmu, tangkai-tangkai itu tidak sepantasnya
bersikap demikian. Tapi kau bersikap begitu bijaksana. Aku menghargai keputusanmu
anakku, aku bangga padamu..
Akhirnya
setelah pohon tua itu mengikhlaskanku untuk pergi, aku pun perlahan berpisah
dari keluarga ini. Aku harus rela berpisah dengan tangkai mudaku, yang aku tahu
dia tidak pernah rela aku ini pergi, ia tidak membiarkanku untuk berpisah dari
sisi tubuhnya, tapi aku memberinya arti, “ketulusan adalah pengorbanan”, cinta
yang tulus adalah cinta yang berdasakan atas pengorbanan, dengan cinta memang
tak harus memiliki, tapi ada saatnya cinta harus dikorbankan atas dasar
ketulusan. Itulah makna cinta yang sesungguhnya. Dan aku berpesan kepada
tangkai muda untuk selalu melaksanakan kewajibannya di keluarga ini dengan
senyuman dan selalu melantunkan syairnya kepada keluarga ini. Pesanku kepada
tangkai tua, “janganlah kau membenci
saudara tangkaimu, tangkai tua. Ia adalah bagian dari keluargamu juga. Jangan
karena aku engkau memnbenci dan menjadikannya musuhmu. Sebagai tangkai yang
lebih tua kau seharusnya menjadi teladan untuk tangkai-tangkai lainnya.”
Selamat tinggal keluargaku, selamat tinggal pohon tua, saudara-saudaraku,
ulat-ulat kecilku, kupu-kupuku, seranggaku, tangkai tua dan tangkai mudaku, aku
mencintai kalian semua…
Pengorbanan
memang menjadi kekuatan dari ketulusan, itu yang ditunjukan daun tua kepada
tangkai yang sedang merindu. Dia rela mengorbankan cintanya demi kewajibannya
kepada keluarganya yang sebenarnya ia tak ingin ada permusuhan diantaranya,
hanya karena dirinya.. sungguh perbuatan yang mulia. Ini yang terakhir yang
akan kuceritakan kepadamu lewat kebijaksanaan sang pohon tua..
Bagian IV – Epilog
Wahai semua anak-anakku,
bagian dari tubuhku, dan semua makhluk dari penjuru ekosistem ini, aku
dilahirkan di bumi ini untuk memenuhi paru-paru dunia. Menciptakan keharmonisan
tumbuhan dan kesejahteraan makhluk hidup. Aku bagian dari bumi ini menjadi
pelindung dan rumah bagi makhluk-makhluk kecil yang menjadi bagian dari
kehidupan bumi.
Perlu kalian ketahui
anak-anakku, tangkai-tangkaiku yang tangguh, daun-daunku yang mulia,
bunga-bungaku yang cantik dan semua yang menjadi bagian dari keluargaku. Aku
memang tidak pernah menyukai permusuhan ataupun kebencian. Sesungguhnya aku
melahirkan kalian semua atas dasar ketulusan dan pengorbanan, bukan dari
kebencian. Tak ada kesesalan atas kehidupan keluarga ini. Aku menjaganya selama
ini, melindunginya dan menjadi pencerah dari keluarga ini.
Aku menjadi tumpuan dari
bagian-bagian seluruh sisi tubuhku, kau lihat keluarga akar di dalam tanah
sana, begitu harmonis, begitu sejahtera. Mereka melaksanakan kewajibannya dengan
baik. Mengumpukan air dan mineral untuk keluarga ini, untuk kalian yang
berfotosintesis. Mereka menjalin hubungan dengan baik dan saling bekerjasama
satu sama lain. Demi kalian yang diatas sana. Mereka akar-akar yang kuat
menjadi pondasi dari tubuh keluarga ini. menjadi dasar dari kekuatan kita.
Kau lihat batang besar
itu, dia adalah tubuhku. penghubung kekuataan dari dalam tanah dan di atas
tanah. Dia menjadi penompang keluarga ini dan menjadi tubuh batang yang hebat
yang melahirkan batang-batang kecil dan ranting yang kuat. Dia melaksanakan
kewajibannya dengan sangat baik berperan sebagai pengolah dan penyalur bahan
makanan untuk keluarga ini.
Dan kau lihat batang
ranting yang bercabang-cabang itu. Mereka yang menjadi tumpuan kalian para
tangkai, daun, bunga, dan buah. Mereka yang tak rela kau bersedih dan
termurung. Mereka yang melaksanakan kewajibannya dengan baik dengan melahirkan
kalian para tangkai, dan daun yang cantik serta anggun. Member tugas kalian tuk
membuat makanan dengan berfotosintesis untuk keluarga ini.
Maka dari itu tiada
kebencian dan permusuhan di antara keluarga ini. Aku sebagai pelindung kalian
semua dan kebijaksanaan keluarga ini, jagalah keharmonisan dan kedamaian serta
kesejahteraan kita semua, dan kepada engkau khususnya tangkai tua, janganlah
kau mengikuti nafsumu dengan membenci saudaramu sendiri dan kau tangkai muda
janganlah kau menjadi tangkai yang merindu dengan berlarut dalam kesedihan
hanya karena sehelai daun tua..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar