Ada yang
bertanya, bagaimana rasanya di-PHP-in? gue selalu berfikir kenapa ada orang
yang beranggapan demikian. Ada seseorang yang pernah bercerita sama gue tentang
pertanyaan tadi. Mungkin dia belum pernah merasakannya atau mungkin setelahnya
dia alami dan bertanya. Kalau perlu gue jawab, penjelasannya akan panjang. Lo lihat
antrian mobil yang macetnya parah sangat? Kalo harus gue jelasin satu
persatunya, itu macet gak akan jalan-jalan. Kenapa gue ngomongin tentang mobil
yang terjebak macet? Terjebak bukan terkena. Karena saat mobil menghadapi macet
sudah pasti terkena tapi lebih parahnya lagi terjebak. Itu akan terasa beribu
rasa suntuk, kesal, sebel, dan sebagainya. Nah itu sama seperti orang yang
terkena virus PHP. Kenapa gue bisa bilang itu virus? Bagaimana bisa itu berupa
virus?? Berikut penjelasannya.
Gue
gak perlu lagi deh ngomongn PHP itu apa. Lo pasti udah pada tau, pernah tau,
pernah denger, yang mungkin lupa, masih samar-samar, pura-pura amnesia, atau
beneran gak tau, atau-atau apalah terserah. Oke gue kasih tau, PHP itu Pemberi
Harapan Palsu. Gak tau itu bener atau enggak karena gue juga tau dari anak-anak
remaja zaman sekarang. Sebenernya itu udah lama adanya tapi mungkin berbeda
sebutannya. Sebenernya gue gak terlalu mendalami urusan seperti ini. Menurut pengalaman
dan riset yang entah siapa yang meneliti bahwa PHP itu identik dengan HTS (
hubungan tanpa status ). HTS ini gue sebut hubungan gila yang gak akan mungkin
berhasil. Gimana enggak lo ngapain menjalin hubungan tetapi lo gak pernah
dikenal dunia. Gue tau tujuan yang HTS-an itu apa? Supaya bisa sayang-sayangan
palsu, gebetan palsu tanpa adanya putus. Ini yang gue bilang gila tadi. Gimana enggak
lo jadian juga enggak lo bilang gak mau putus. Sorry gue terbawa esmosi. Ini soal
eksitensi diri.
Kenapa
gue bisa bilang demikian? Karena gue pernah ngerasain gimana rasanya di PHP-in.
yang gue tau dan membingungkan ini yang si Pemberi harapan palsu yang jago
peranan dan memanipulasi si korban atau si korban yang terlena dan terbuai
harapan palsu itu saking bodohnya mungkin. Tapi gue gak termasuk korban-korban
yang terbodohkan. Gue masih punya intelektual dan integritas diri terhadap
hal-hal yang palsu. Seengganya gue masih bisa mencerna bagaimana harapan ini
bisa menjadi luka hati. Gue pernah menjadi korban bencana PHP dan juga temen
gue. Tapi gue berbeda dengan temen gue. Kalo dia karena terlalu bodoh dengan orang
yg PHP-in nya. Yang PHP-in dia itu merasa gak enak dengan dia yg sebenarnya iba
sih atau prihatin gue sebutnya. Dan gue gak tega buat ngebahasnya. Terlalu menyakitkan
buat dia. Sebagai teman yang baik gue harus menggembok privasinya. Lalu gue
bahas pengalaman gue aja. Karena ini udah terlanjur basah, karena hujan yang
tiada hentinya.
Menurut
pengalaman yang gue alami, gue pernah terkena VPHP (Virus Pemberi Harapan
Palsu). Jadi gue pernah merasakan cinta dengan wanita, sory cewek bukan bukan
cowok, STOP!! pikiran negatifnya. Yang gue anggap mungkin cinta gue berhasil,
tetapi setelah melewati masa puncak gue gagal. Gue gak harus menyebutkan inisial
cewek tersebut. Gak perlu juga gue sebutin lo semua mungkin udah pada ngerti
alesannya apa. Yang gak tau terserah lo mau berpikiran apa. Yang jelas gue
pernah terpikat oleh seorang wanita. Saat kita melewati masa-masa yang anak
remaja bilangnya Pedekate, gue merasa pelangi itu dekat dengan hati gue, awan
itu tampak tersenyum pada gue, dan dunia itu tertawa melihat kemesraan kami. Pokoknya
saat itu gue gak pengen pedekate gue berakhir. Karena gue merasa doi itu tulus
menerima pendekatan gue. Karena gue ini tipe cowok yang setia maka dengan tulus
pula gue menerima harapan yang doi berikan sama gue. Saat itu gue merasakan
cinta kini berpihak pada gue. Yang sebelum sebelumnya cinta menjadi musuh gue. Tapi
terkadang gue berpikir cinta itu fleksibel dan mampu memanipulasi setiap hati
yang terlena, yang sedang bahagia, bahkan yang sedang patah sekalipun. Begitulah
gue menyanjung cinta dengan berlebihan karena cinta sedang berpihak pada gue
saat itu.
Kembali
pada cerita gue. Gue menghabiskan hari-hari bersama pujaan gue saat itu
menyebutnya begitu. Oya gue hampir lupa ini kejadian saat gue awal-awal masa
kuliah yang orang menyebutnya sedang gurih-gurinyoy. Terserah orang mau bilang
gue apa, karena gue saat itu sedang dimanipulasi oleh dibalik kekejaman cinta. Gue
merasa semua perhatian gue ke dia buat dia semakin besar memberi harapan ke gue
dan gue menerimanya dengan tulus. Semua terasa indah kelihatannya, semerbak
harumnya, ngefly rasanya dan istimewa adanya. Tetapi semua berubah saat negara
api menyerang. Semua harapan-harapan itu, perhatian-perhatian itu hanya fiktif
belaka. Dan terbakar sang raja api cinta. Karena gue gak mau bertele-tele yang
akhirnya pedekate gue gagal, akhirnya gue menyatakan perasaan gue yang
sebenernya dan sebuah tantangan besar, saat gue diminta gue mesti nembak di
depan orang banyak sebagai saksi. Dengan ke-gentle-an gue, gue akhirnya nembak
dia disana. Dan gue berharap cinta gue diterima, tetapi gue merasa cinta gue
itu bakal ditolak. Tapi dengan semua yang dia berikan dan janjikan ke gue. Dia bisa
terima gue. Tapi kenyataannya gue bingung dengan apa yang dia bicarakan. Dan begini
kejadiannya…
Saat
gue bilang “ehm, aku mau ngomong di depan semuanya tentang apa yang pernah aku
janjikan tentang perasaan aku ke kamu” ciealah gaya banget yak ngomongnya. Tapi
itu apa adanya gue terucap dengan hati gue. Dia terkejut tapi gak sampai syok
sih biasa aja. Gue tau dia udah tau gue bakal nembak dia. Dia masih diem dan
tersenyum-senyum manja imut yang bikin gue pengen gigit. Dan dia akhirnya
mengeluarkan perkataannya “kok kamu beneran ngomong sih?, apa apaan sih?” gue
tau itu salah satu ngelesan. Gue melanjutin “di depan semuanya aku bilang aku
suka sama kamu, dan aku merasa sayang sama kamu, entah apa yang menjadikan
sesuatu itu berubah karena cinta dan…” masih panjang embel-embelnya. “maukah
dirimu menjadi kekasihku, dan melalui perjalanan indah ini bersama-sama” dan
jawabannya adalah…
Dia
layaknya berceramah kaya penceramah dengan kata-kata bijaknya “begini yah, aku
itu gak mau pacaran, dan itu udah membuat aku cukup. Aku ingin kelak menjalin
hubungan yang serius dan berumah tangga…” dan masih panjang lagi. Gak tega gue
nulisnya. Gue sejenak ku terdiam dan membisu, membuatku lelah dan tanpa arah. Itu
seperti lagu tapi gue gak peduli. Saat gue mendengar kata-kata yang penjang
dari mulut manisnya, terdiam dan gak merasakan apa-apa kecuali bernapas. Gue bingung
apa yang harus gue katakan lagi. Tapi gue harus berpikir ekstra sebelum
perasaan gue memanipulasi pikiran dan otak gue. Gue harus merubah keadaan gue
sebelum perasaan yang tidak gue inginkan terlambat menaipulasi seluruh pikiran
dan hati gue. Gue akhirnya menghentikan pembicaraan dan mendengarkan (sebenernya
gue lebih berpikir dari pada mendengarkan dia bicara apa gue lupa). Bahwa gue
merasa dan berpikir bahwa…
Gue
mendengar hati kecil gue berkata “hei
dri, kau harus menyadarinya bahwa cintamu baru saja ditolaknya. Pikirkan itu
baik baik jangan sampai kau merasakan kegalauan yang akan membuatmu kembali
membenci cinta. Aku tau kau tidak bisa berkata apa-apa tapi kau harus tau, aku
selalu mendengar dan mengingatkanmu bahwa cinta mu itu takkan berhasil. Kau harus
menyangkal penolakan itu menjadi musuhmu. Kau harus bisa berpikir cepat dan
tepat menerima dengan lapang dada tanpa air mata. Dan selanjutnya kau harus
memutuskan sendiri apa kebijaksanaanmu.”
Begitu
gue sadar dia terlalu banyak alasan. Dan gue saat itu dapat berlapang dada dan
memutuskan kebijaksanaan gue. Gue berpikir kenapa dia gak langsung bilang kalau
dia nolak gue, bilang aja “aku nolak kamu” itu menurut gue sudah cukup dan jelas
tanpa harus ada alasan yang membosankan untuk mendengarkannya. Pilihannya dia
mau terima gue apa engga itu aja. Lo tau alesan nya itu apa aja. Ya seperti
tadi. Dia gak mau pacaran, dia pengennya langsung nikah, and many more.
Berdasarkan
cerita tersebut, gue males menanggapi perkataan-perkataan yang buat gue itu
terlalu muna dan dibuat buat. Dengan maksud yang berbeda, seperti berikut “kamu
itu terlalu baik buat aku” trus gue harus jahat gitu sama lo, “aku gak mau
pacaran dulu” yak kale jangan buat orag PHP. dan wah masih banyak lagi modusan
yang gue udah hafal betul. Dan kelanjutan nya dia bilang “kita jalani aja dulu,
apa adanya. Jadi kita bisa sama-sama terus” begitu katanya. Karena gue
terlanjut setia dan berharap ketulusannya gue mengiyakan saja dan secara
langsung atau tidak langsung gue telah HTS-an sama dia sebelum dan sesudah gue
menyatakan perasaan gue. Singkat cerita akhirnya HTS-an ini membuat dia bosan
dan perlahan membuat sesuatu hal yang berharap gue dapat membenci dia. Walau sebenarnya
gue gak bisa membencinya dan terlanjur sayang sama dia. Tapi seperti angin yang
berhembus dari ufuk barat ke timur semua perhatianya hilang begitu saja dibawa
angin yang kejam.
Terbenak
dalam pikiran gue bahwa apa gue mencintai orang yang salah? Apa gue salah
memberikan ketulusan dan kesetiaan kepadanya? Dengan dia yang tak bisa menerima
ketulusan gue? Dan perlahan muingkin dia berhasil membuat gue membenci dia,
tapi sebenarnya gue gak pernah membencinya. Gue terlalu cape untuk terus
mengikutinya yang tak jelas ujungnya. Dan dengan kebijaksanaan gue, gue
perlahan menjauh dari kehidupannya dan bersikap biasa-biasa layaknya orang
berlalu lintas saja.
Kenapa
gue bisa berubah cepat seperti itu? Itu dikarenakan ada orang ketiga yang masuk
dalam cerita gue. Dan singkatnya orang tersebut menjadi idaman dia dan
terkadang menjengkelkan saat mereka semakin dekat dan digosipkan bahwa mereka
hampir jadian atau mungkin udah ? ah gue gak tau, gue gak terlalu kepo untuk
itu. Bagi gue sudah cukup luka hati gue tergoreskan dan gue me-remove kehadiran gue di kehidupannya. Karena
perlahan hati kecil gue berkata “katanya
gak mau pacaran tetapi malah berharap kepada orang lain untuk menjalin hubungan.
Itu alasan yang luarbiasa menakjubkan”. Dan yang membuat gue tersenyum
adalah orang ketiga itu udah punya pacar dan terlintas pertanyaan dalam benak
gue. Apakah yang kini dirasakan dia? Saat dahulu dia menolak gue dan kini orang
ketiga itu yang dia lebih harapkan sudah punya kekasih? Ohh terlalu kejam benak
gue berpikir. Tapi itu apa adanya dan banyak omongan yang terdengar di telinga
gue bahwa “itu karma dri” , “itu balesan dri”. Bukan gue loh ya yang bilang
tapi orang-orang disekita gue yang beranggapan seperti itu.
Jadi
kesimpulan dari cerita gue itu, gue terlalu tulus menilai seseorang, yang
sebenernya gue itu orangnya pengen berusaha setia, tetapi kesetiaan dan
ketulusan gue tidak pada tempatnya. Semua pengorbanan gue dihempaskan begitu saja. Dan gue terlalu bodoh untuk setia
pada orang yang tak pantas menerima cinta gue. Hati gue terlalu halus untuk
merasakan luka. Dan gue gak pernah mengajari hati gue rasanya luka hati dan
patah hati. Biarkan hati gue bergembira di taman hati gue tanpa merasakan sakit
dan luka yang pernah tergoreskan.
Saran
untuk lo yang sudah atau belom terkena VPHP, tanamkan kebijaksaan lo pada waktu
yang tepat dan tempat yang tepat trus jangan ajari hati lo untuk merasakan
patah hati atau luka hati yang rasanya lo tau sendiri deh. Buat yang belom
terkena hati-hati deh jangan sampai lampu merah lo terobos begitu aja dan
hati-hati dengan lampu kuning yang sebenarnya itu lampu jingga. Berjalanlah di
lampu hijau karena itu adalah saat cinta berpihak positif terhadap lo. Jangan sampai
apa yang gue alami dialami juga oleh lo. Karena saat itu gue gak melihat kapan
itu lampu merah, jingga, dan hijau, di penglihatan gue semuanya gelap, bukan
karena gue dibutakan oleh cinta atau kena korban PHP tapi karena saat melaju
gue pake kacamata hitam. Tapi saat gue lepas kacamatanya ternyata gue sadar gue
telah salah melaju dan selanjutnya gue gak akan salah melaju lagi..
*) terinspirasi dari draft novel “Daun
dan Ranting yang Rapuh“ dari penulis Andri M. Pradhana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar