Selasa, 04 Februari 2014

Bayangan

     
             Entah mengapa bayangan itu selalu mengikuti kemana kakiku melangkah. Seperti sosok yang menakutkan yang menyelimutiku dalam mimpi. Yang perlahan tersenyum dan diam. Merasuk dalam puing pikiran yang dihuni sosok yang ku sebut bayangan gelap . Lalu tertawa seperti nenek sihir yang tak pernah terlihat bahagia dalam hidupnya. Tapi bayangan ini diam, hanya diam. Ku tunggu dia berkata tapi hanya mengikuti jejak dan gerak lekuk tubuhku. Byangan ini hidup oleh sorotan mentari di hadapanku. Saat ku diam bayangan itu diam dan saat ku berjalan dia mengikutiku di belakang. Ku penasaran mengapa dia hanya mengikutiku di belakang.

           Ku jejaki pinggir kota saat pagi mentari bersemayam di langit. Ku tak lepas dengan bagpack yang ku bawa saat hendak bersimpang dan seperti dugaanku bayangan itu masih saja mengikutiku dari belakang. Ku alihkan pandangan ke samping kiri dan mencari tempat yang pas untuk mulai menulis sebagai freelancer writer. Tapi hanya kios-kios yang tak pantas untuk ku singgah. perlahan setapak demi setapak suara langkah kakiku dengan sepatu cat yang berwarna merah terang dan putih mengema debu jalanan yang tebal dan tertiup angin pagi yang terasa sejuk dan anggun. Kurasa sedikit sulit mencari café favoritku. Hanya tampak kios baju dan salon begitu dengan resto kecil yang tak banyak pengunjung menghiasi tempat itu. Kurasa aku hanya perlu tempat singgah yang nyaman yang tersedia wifii gratis dengan ditemani cappucino latte dan choco waffle yang menjadi dambaan setiap lidah. Itu yang menjadi tempat favorit para freelancer.

           
Hampir ku melupakan bayangan itu. Tunggu kemana bayangan itu pergi. Tampak jelas tadi di belakangku dan kini bayangan itu bosan mengikutiku dari belakang. Saat ku berbelok dipinggir kios-kios bayangan itu berada tepat disampingku dan aku seolah bertanya pada bayangan itu.

“kenapa kau berhenti mengikutiku dari belakang?” aku mulai menghentikan langkahku

“aku tak hidup juga tak mati, aku bergerak kemana arah mentari itu menyorotiku.”
“lalu mengapa kau selalu berada di dekatku?”

“aku memang selalu menjadi teman langkahmu, tapi sebenarnya aku terlahir dari dirimu yang tak pernah tersentuh cahaya. Aku berpindah karena aku tak pernah ingin tersentuh cahaya mentari itu. Makanya aku selalu bersembunyi di belakangmu, di samping, bahkan di depanmu sekalipun.”

“kau seperti diriku yang pemalu. Enggan untuk terlalu berpora-pora dan hanya tersenyum dan berekspresi. Tapi ku tak seperti dirimu yang hidup bersembunyi dalam gelap dan membisu.”

“aku akan selalu berada dalam kegelapan. Itu adalah sisi gelapmu yang tak pernah tersentuh cahaya. Aku akan selalu menjadi bagian dari sisi gelapmu.”

            Dalam benakku terlintas tentang bayangan itu. Entah mengapa bayangan itu mengingatkanku dengan seseorang yang pernah ku temui di salah satu StarBuck Café. Dia yang menjadi inspirasi dalam cerita ku. Seorang gadis pendiam yang hanya mengunjungi StarBuck Café saat sore hari. Ku memperhatikannya tanpa menyapa karena dia berada di sebrang meja ku. Ku tak tahu namanya siapa dan ku menyebutnya gadis berkacamata. Karena gadis itu hanya memesan moccacino dengan vanilla yang menemaninya. Dan yang tertuju pada pandanganku adalah sebuah novel yang berjudul “bayangan” dengan cover bayangan gelap di sisi tubuh yang terhempas rintihan hujan dengan sinar redup dari lampu jalan. Entah siapa penulisnya. Ku menebak isi cerita itu bagaikan bayangan yang takkan pernah hidup dalam kegelapan tapi terlahir di dalamnya. Tampak serius melihat novel itu yang sesekali membetulkan kacamatanya yang kutebak itu silinder, tapi tak kusangka terlihat manis dengan kacamata itu. Dengan tidak menolehkan pandangannya ke novel itu dia lupa bahwa moccacino yang ia minum masih panas yang membuat dia tersedak dan menghentikan sensasi membaca pada novel itu.

            Dia membuat jari-jariku berhenti diatas keyboard ini. Pandanganku saat itu tak terlepas dari gadis itu dan dia tidak pernah sadar bahwa aku memperhatikannya terus karena dia hanya terfokus pada novel “bayangan” itu. Tapi pertunjukan yang tak penting itu harus ku akhiri karena ku harus melanjutkan langkahku untuk menepati janji yang telah ku buat dengan seseorang. Dan ku habiskan sisa terakhir tegukan cappucino latte di atas mejaku dan memandang pada gadis itu yang terus terfokus pada bacaannya.

        Dan saat ku pikir-pikir gadis itu seperti bayangan yang hanya mengikuti kemana arah tubuh ini bergerak. Dia hanya mengikuti kemana cerita bayangan itu membawanya. Dan hanya terdiam dan tersenyum dalam bayangan. Tak terasa aku berjalan dengan bayanganku yang semakin mengecil karena mentari yang semakin tinggi. Bayangan itu semakin ku perhatikan semakin memperhatikan ku kembali terfokus hanya pada apa yang aku lakukan. Saat bayanganku ini hilang untuk sementara karena lenyap oleh bayangan truk besar yang menutupi bayanganku. Dan kusadari bukan hanya bayanganku saja yang mengitari setiap sisi gelap. Tapi setiap benda yang mempunyai sisi gelap pasti mempunyai bayangan. Tampak lucu ketika bayangan wanita-wanita itu yang tertawa saat menyebrang jalan tapi tak terlihat pada bayangan orang-orang yang membuatnya diam karena berdiri di dekat penantian bus. Kurasa orang dan benda itu mempunyai karakter bayangan mereka masing-masing.

           Langkahku kembali terhenti saat mataku tertuju pada tulisan unik diatas itu “Maria’s Coffe and Cake” dengan latar gambar wanita gemuk dengan cangkir coffe. Itu yang menjadi tempat untukku singgah. Sebelum langkahku memasuki pintu itu bayangan ini berpesan.

“saat kau melangkahkan kakimu ke dalam sana. Kau perlahan melihatku hilang di dalam sana. Dan ku hanya menunggu saat mentari itu kembali menyinarimu. Aku tak bisa menemanimu di dalam sana sama seperti mentari itu. Dan kau akan melihatku lagi saat sisi gelapmu berada di antara cahaya-cahaya.”

           Ku buka pintu café itu dan perlahan ku langkahkan kaki ke dalam sana dan benar bayangan itu hilang perlahan. Tapi itu karena tiada cahaya yang mengitari sisi gelapku. Ku menoleh pandangan ku pada meja yang masih kosong tak banyak orang disini. Dan saatku memesan cappucino latte favoritku ku melihat orang yang tak asing menghampiriku. Dan ku baru menyadarinya itu saat ia berkata.

“pesan apa mas?”

“…cappucino latte” perlahan ku diam menatap wanita ini dan mengingatnya aku pernah melihat wanita ini.

Baru teringat dia gadis berkacamata dengan novel bayangannya yang pernah ku temui di StarBuck Café waktu itu. Aku terheran ternyata dia pemilik Maria’s Coffe and Cake ini. itu membuatku berpikir lucu tentang gadis itu. Gadis pembaca novel bayangan itu memang seperti bayangan yang terkadang tanpa sadar muncul saat sisi gelap bertemu cahaya dan menghilang saat cahaya itu menghilang.

       Saat dia mengantarkan cappucino latte ke mejaku dan kembali ke tempatnya lalu dia kembali membaca novel bayangan itu lagi. Sempat terheran dia pemilik café ini dan melayani sendiri tanpa pelayan seperti di café-café yang pernah aku kunjungi. Ternyata dia seperti bayangan yang terlahir sendiri tapi mempunyai kesan yang luarbiasa dibalik kesuksesannya. Mungkin aku bisa seperti dia yang tampak cool dan punya café sendiri suatu hari nanti atau bahkan punya banyak café dan restoran dan masih banyak lagi.


          Dan terkadang aku malah yang seperti bayangan yang hanya bisa mengikuti kesuksesan gadis itu. Tapi sisi positifnya dia yang tak hanya menjadi inspirasiku tapi juga bayangan yang luarbiasa. Saat ku mengangkat secangkir cappucino latte ini, ada bayangan berbentuk hati dan ku tahu itu bayangan tangan gadis itu di hadapanku. Dan dia tahu bahwa aku pernah memperhatikannya. Lalu saat ini juga aku masih memperhatikannya tetapi dia malah tersenyum melihatku tersedak meminum cappucino latte yang masih panas. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar