Jumat, 21 Juli 2017

[REVIEW] FAITH AND THE CITY BY HANUM SALSABIELA RAIS & RANGGA ALMAHENDRA



I didn’t expected to write this review before, because I haven’t feel the energy of love flowing there. But I see, a light from “99 Cahaya di Langit Eropa” was shining into “Faith and The City”. It as a form of my appreciation for best author Mrs. Hanum Salsabiela Rais and Mr. Rangga Almahendra. They have been delivering great stories and experiences to be “Faith and The City.”

“Proud and confidence”

Dua hal yang ada di benak saya adalah kebanggaan dan keyakinan. Kebanggaan dapat merasakan cerita yang luarbiasa, lika-liku pengalaman, dan curahan kepada Sang Pencipta dan semesta. Berbanggalah ketika memiliki sesuatu yang berharga yang kita punya dan kita dapatkan. Novel ini, menyampaikan kebanggaan yang penuh pengorbanan. Bagaimana nuansa impian menjadi harapan sedang iman dan keyakinan menjadi sesuatu yang harus dipertahankan.

Hanum and Rangga coloring each story of both, dreams and faith with a proud and confidence. So we will know the wonders of the world from words them.

 Kita akan merasakan perjalanan yang menegangkan saat menelusuri bab demi bab dalam cerita ini. Cerita yang memiliki alur yang kuat dan konsisten dari cerita-cerita sebelumnya, “99 Cahaya di Langit Eropa dan Bulan Terbelah di Langit Amerika.” Dua jarak yang sangat jauh, namun memiliki nyawa yang kuat dari cerita yang saling berkaitan dan menciptakan embun dari kata-katanya. Sejuk dan meresap dalam hati pembaca.

Setelah malam penganugerahan Hero of The Year untuk Phillipus Brown, semua wartawan menginginkan wawancara eksklusif dengan Phillipus Brown dan Azima Hussein beserta kedua anak gadis mereka Sarah Hussein dan Layla Brown. Pasutri penyatu jembatan yang terpisah, pasangan yang dirundung kebahagiaan, Hanum dan Rangga, tak pelak ikut menikmati media frenzy. Bagi Hanum, New York City masih ingin menahannya. Tidak bagi Rangga, tugas belajar dan riset telah menunggu setia di Wina.

Out of the blue, Cooper dari Global NewYork TV hadir dalam hidup mereka. Ia menawarkan sebuah penawaran mustahil tertolak oleh Hanum: menjadi produser sebuah acara Global NewYork TV yang meliput dunia Islam dan Amerika.

Ini adalah secuplik dunia media yang gelap, dunia rating dan share yang manis sekaligus menjebak. New York yang elegan, namun mengintai mahligai soliditas Hanum dan Rangga. New York yang romantis, mengembuskan mantra magis, namun melahirkan kenyataan ironis.

Akankah Hanum mampu mengelak dari pesona Cooper dan New York City? Mampukah Rangga mempertahankan cinta sejatinya dari impian yang membelitnya?

Atau jangan-jangan impian yang menjadi kenyataan, tetaplah ilusi, jika melupakan iman dan keyakinan?



Buku ini tetap konsisten dalam menyuguhkan keislaman. Nuansa yang menggambarkan keindahan Islam tak luput dari setiap pesan yang tersirat. Disuguhi pula dengan sejarah-sejarah yang cukup membuka lebar pikiran tentang sebuah “Story.” Namun tetap seru dengan gaya traveling mereka. Itu sebuah ciri khas yang romantis dalam cerita ini. Meski terdapat fakta sejarah yang cukup membuat saya interest, namun cerita ini sangat fokus pada alur cerita fiksinya. Latar kota dan negara yang menjadi pusat perhatian dan perwakilan dunia ini, menjadi sudut pandang yang tepat untuk menyampaikan sebuah impian dan kebenaran.

So, although it’s difficult to find faith and love that had split, but Hanum and Rangga can still pursue the dream and hope there.

“I have faith in you. And I am sure you also have faith in me. But this city…. ” (hal 175)

“Mas, ini kesempatan. Aku harus menghajar kesempatan ini dulu. Urusan lain, belakangan.” (hal 28)

Masa baru untuk Hanum yang diyakininya sebagai sebuah “chance.” Kesempatan untuk meraih impian untuk mengubah pandangan dunia tentang Islam. Terutama nama Islam yang sempat tercoret di New York, Hanum ingin memulihkan dan menunjukan keindahan Islam kepada dunia melalui Amerika.

Cooper hadir sebagai jalan harapan Hanum untuk menjadi produser GNTV. Dua hal yang selalu membenam dalam kepala Hanum, rating dan share, membuat Hanum harus mengesampingkan seseorang yang selama ini selalu membenam di kepala dan hatinya, her husband, Rangga.

Chase and cry is money for them. Not care dan faith..”

“Misi apa? Misi mengubah dunia? Fine!  Itu mulia sekali. Tapi kau mengubah dunia dengan cara mengubah hubungan dengan suamimu sendiri..

 Kamu enggak sadar? Kamu telah dimanfaatkan oleh dunia yang tidak memberimu apa-apa. Bahkan melupakan orang yang sudah memberimu apa-apa..” (hal 130)



Beberapa adegan dan percakapan yang sederhana, sederhana namun membuat kita berpikir dengan tidak sederhana. Menyatukan iman dan impian tak sesederhana membalikan telapak tangan, tak seperti rating dan share yang mereka kejar, ataupun kesabaran seorang suami yang luarbiasa. Namun akan istimewa ketika Hanum dan Rangga kembali menyatukan sesuatu yang indah, seperti bulan yang sempat terbelah di langit Amerika.

So, kisah yang dramatic dan inspirasi saat membaca dan mengenal cerita ini. Kita akan mengerti akan suatu hal yang belum kita pahami. Pada cerita ini, kita akan menemukan itu..

The last. Semoga “Faith and The City” dapat diadaptasikan dalam sebuah audio visual (film). I wait for it and watch after it !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar