I didn’t expected to write this review before,
because I haven’t feel the
energy of love flowing there.
But I see, a light from “99 Cahaya di Langit Eropa” was shining into “Faith and
The City”. It as a form of my
appreciation for best author Mrs. Hanum Salsabiela Rais and Mr. Rangga
Almahendra. They have been delivering great stories and
experiences to be “Faith and The City.”
“Proud and confidence”
Dua hal yang ada di benak saya adalah kebanggaan dan keyakinan.
Kebanggaan dapat merasakan cerita yang luarbiasa, lika-liku pengalaman, dan
curahan kepada Sang Pencipta dan semesta. Berbanggalah ketika memiliki sesuatu
yang berharga yang kita punya dan kita dapatkan. Novel ini, menyampaikan
kebanggaan yang penuh pengorbanan. Bagaimana nuansa impian menjadi harapan
sedang iman dan keyakinan menjadi sesuatu yang harus dipertahankan.
Hanum and Rangga
coloring each story of both, dreams and faith with a proud and confidence. So we will know the wonders of the world from words them.
Kita akan merasakan perjalanan yang menegangkan saat menelusuri
bab demi bab dalam cerita ini. Cerita yang memiliki alur yang kuat dan
konsisten dari cerita-cerita sebelumnya, “99 Cahaya di Langit Eropa dan Bulan
Terbelah di Langit Amerika.” Dua jarak yang sangat jauh, namun memiliki nyawa yang
kuat dari cerita yang saling berkaitan dan menciptakan embun dari kata-katanya.
Sejuk dan meresap dalam hati pembaca.
Setelah malam penganugerahan Hero of The Year untuk
Phillipus Brown, semua wartawan menginginkan wawancara eksklusif dengan
Phillipus Brown dan Azima Hussein beserta kedua anak gadis mereka Sarah Hussein
dan Layla Brown. Pasutri penyatu jembatan yang terpisah, pasangan yang
dirundung kebahagiaan, Hanum dan Rangga, tak pelak ikut menikmati media frenzy.
Bagi Hanum, New York City masih ingin menahannya. Tidak bagi Rangga, tugas
belajar dan riset telah menunggu setia di Wina.
Out of the blue, Cooper dari Global NewYork TV hadir dalam hidup mereka. Ia
menawarkan sebuah penawaran mustahil tertolak oleh Hanum: menjadi produser
sebuah acara Global NewYork TV yang meliput dunia Islam dan Amerika.
Ini adalah secuplik dunia media yang gelap, dunia rating dan share yang
manis sekaligus menjebak. New York yang elegan, namun mengintai mahligai
soliditas Hanum dan Rangga. New York yang romantis, mengembuskan mantra magis,
namun melahirkan kenyataan ironis.
Akankah Hanum
mampu mengelak dari pesona Cooper dan New York City? Mampukah Rangga
mempertahankan cinta sejatinya dari impian yang membelitnya?
Atau jangan-jangan impian yang
menjadi kenyataan, tetaplah ilusi, jika melupakan iman dan keyakinan?
Buku ini tetap konsisten dalam menyuguhkan keislaman.
Nuansa yang menggambarkan keindahan Islam tak luput dari setiap pesan yang
tersirat. Disuguhi pula dengan sejarah-sejarah yang cukup membuka lebar pikiran
tentang sebuah “Story.” Namun tetap
seru dengan gaya traveling mereka.
Itu sebuah ciri khas yang romantis dalam cerita ini. Meski terdapat fakta
sejarah yang cukup membuat saya interest,
namun cerita ini sangat fokus pada alur cerita fiksinya. Latar kota dan
negara yang menjadi pusat perhatian dan perwakilan dunia ini, menjadi sudut
pandang yang tepat untuk menyampaikan sebuah impian dan kebenaran.
So, although it’s difficult to find faith and love that had split, but Hanum
and Rangga can still pursue the dream and hope there.
“I have faith in you. And I am sure you also have
faith in me. But this city…. ” (hal 175)
“Mas, ini kesempatan. Aku harus menghajar kesempatan
ini dulu. Urusan lain, belakangan.” (hal 28)
Masa baru untuk Hanum yang diyakininya sebagai sebuah “chance.” Kesempatan untuk meraih impian
untuk mengubah pandangan dunia tentang Islam. Terutama nama Islam yang sempat
tercoret di New York, Hanum ingin memulihkan dan menunjukan keindahan Islam
kepada dunia melalui Amerika.
Cooper hadir sebagai jalan harapan Hanum untuk menjadi
produser GNTV. Dua hal yang selalu membenam dalam kepala Hanum, rating dan share, membuat Hanum harus mengesampingkan seseorang yang selama
ini selalu membenam di kepala dan hatinya, her
husband, Rangga.
“Chase and cry is money for them. Not care dan
faith..”
“Misi apa? Misi mengubah dunia? Fine! Itu
mulia sekali. Tapi kau mengubah dunia dengan cara mengubah hubungan dengan
suamimu sendiri..
Kamu enggak
sadar? Kamu telah dimanfaatkan oleh dunia yang tidak memberimu apa-apa. Bahkan
melupakan orang yang sudah memberimu apa-apa..” (hal 130)
Beberapa adegan dan percakapan yang sederhana,
sederhana namun membuat kita berpikir dengan tidak sederhana. Menyatukan iman
dan impian tak sesederhana membalikan telapak tangan, tak seperti rating dan share yang mereka kejar, ataupun kesabaran seorang suami yang
luarbiasa. Namun akan istimewa ketika Hanum dan Rangga kembali menyatukan
sesuatu yang indah, seperti bulan yang sempat terbelah di langit Amerika.
So, kisah yang dramatic
dan inspirasi saat membaca dan mengenal cerita ini. Kita akan mengerti akan suatu
hal yang belum kita pahami. Pada cerita ini, kita akan menemukan itu..
The
last. Semoga “Faith
and The City” dapat diadaptasikan dalam sebuah audio visual (film). I
wait for it and watch after it !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar